Kamis, 13 Februari 2014

26. KITAB TERCELANYA DUNIA.

KITAB  TERCELANYA   DUNIA.
YA1TU: KITAB KE 6 DARI RUBU YANG MEMBINASAKAN DARI KITAB IHYA ULUMI'DDIN
Segala pujian bagi Allah yang memperkenalkan kepada para waliNYA, kerusakan‑kerusakan dan bahaya‑bahaya dunia. la me­nyingkapkan kepada mereka, segala kekurangan dan yang memalukan dari dunia. Sehingga para wali itu memperhatikan pada bukti‑bukti dan tanda‑tanda dunia. Mereka menimbang dengan kebaikan akan keburukannya. Lalu mereka mengetahui, bahwa kemungkaran dunia itu bertambah dari kebaikannya.
Tiada sempurna yang diharapkan dari dunia, dengan yang ditakutkan. Tiada selamat yang muncul dari dunia itu, dari kegerhanaannya. Akan tetapi, dunia itu dalam bentuk wanita manis. la menarik hati manusia dengan kecantikannya. la mempunyai rahasia‑rahasia buruk dan keji, yang membinasakan orang‑orang yang ingin berhubungan dengan dia.
Kemudian, ia melarikan diri dari orang‑orang yang mencarinya, kikir dengan penerima­an baiknya. Apabila ia terima dengan baik, niscaya tidak aman dari kejahatan dan buruk kesudahannya. Kalau ia berbuat baik sesa'at, niscaya ia berbuat jahat setahun. Dan kalau la berbuat jahat sekali, niscaya dijadikannya setahun. Maka lingkaran penerimaan baiknya itu berputar dekat‑mendekati.
Perniagaan putera‑puteranya itu merugi dan binasa. Bahaya‑bahayanya silih berganti mengenai dada pencari‑pen­carinya. Tempat berlaku hal‑ikhwalnya, memutarkan dengan kehinaan pencari‑pencarinya. Setiap orang yang tertipu dengan dia, kesudahannya kehinaan. Setiap orang yang menyombong dengan dia, perjalan­annya kepada kerugian. Sikapnya, ialah lari dari pencarinya dan men­cari orang yang lari daripadanya. Orang yang melayaninya, dibuatnya kehilangan. Dan orang yang berpaling daripadanya, dicarinya penye­suaian.
Kejernihannya tiada terlepas dari campuran kekeruhan dan senantiasa kegembiraan nya dari kekotoran. Kesejahteraannya mengakibatkan sakit. Kemudaannya menghalau kepada ketuaan. Kenikmat­annya tidak membuahkan, selain kerugian dan penyesalan.
Maka dunia itu penipu, pendaya, terbang dan lari. Selalu ia berhias bagi pencari-pencarinya. Sehingga apabila mereka menjadi pencintanya, niscaya diraih nya mereka dengan gigi anjingnya. Dikacaukannya mereka, oleh sebab‑sebabnya yang teratur. Disingkapkannya bagi mereka, dari kekurangan‑kekurangannya yang tersembunyi. Lalu dirasakannya kepada mereka, racun‑racun yang membunuhkan. Di­lemparkannya mereka, dengan anak panahnya yang mengena, sedang teman‑temannya dalam kegembiraan dan kenikmatan. Karena ber­paling dari mereka. Dia seolah‑olah mimpi yang enak, kemudian di­keruhkannya mereka, dengan tipu‑dayanya.
Lalu ditumbukkannya mereka sebagai menumbuk tanaman yang baru diketam. Dan di­sembunyikannya mereka dalam kain kafannya di bawah tanah. Jika­lau dimilikinya seseorang dari mereka, semua yang ada padanya terbit matahari niscaya dijadikannya menjadi tanaman yang diketam, seakan‑akan ia memerlukan besok. la mencita‑citakan akan kegem­biraan bagi teman‑temannya. Dan dijanjikannya penipuan bagi me­reka. Sehingga mereka itu bercita‑cita banyak dan membangun istana-­istana. Maka istana‑istana itu menjadi kuburan, pengumpulannya menjadi binasa, usahanya menjadi abu yang beterbangan dan do'anya menjadi rusak binasa. Inilah sifat dunia!
Dan adalah urusan Allah itu taqdir yang ditaqdirkan! Rahmat dan sejahtera kepada Muhammad hambaNya dan utusanNya, yang diutuskan kepada alam semesta, membawa kabar gembira kepada orang yang beriman dan kabar yang mena­kutkan kepada orang‑orang kafir dan menjadi pelita yang bersinar terang. Juga rahmat dan sejahtera itu kepada siapa saja dari keluarga­nya dan para sahabatnya, yang membantu menegakkan agama dan menolongnya terhadap, orang‑orang yang zalim. Anugerahilah ke­sejahteraan yang sebanyak‑banyaknya!
Adapun Kemudian, sesungguhnya dunia itu musuh bagi Allah, musuh bagi wali‑wali Allah. Adapun permusuhannya bagi Allah, maka sesungguhnya dunia itu memotong jalan kepada hamba‑hamba Allah. Dan karena itulah, Allah tidak memandang kepada dunia itu, semenjak dijadikannya. Adapun permusuhannya bagi wali‑wali Allah 'Azza wa Jalla (Allah Yang Maha Mulia & Maha Besar), maka sesungguhnya, dunia itu menghiaskan dirinya bagi wali‑wali itu dengan hiasannya. Dan melengkapkan mereka dengan kembang dan keelokan cahayanya. Sehingga mereka meminum kepahitan sabar, pada memutuskan hubungan dengan dunia itu.
Adapun permusuhannya bagi musuh‑musuh Allah, maka se­sungguhnya dunia itu membuka jalan bagi mereka dengan tipu dan dayanya. Maka ditangkapnya mereka dengan jaringnya. Sehingga me­reka percaya dengan dunia itu. Dan berpegang kepadanya. Maka dunia itu menghina mereka, dengan keperluan yang diperlukan mereka kepadanya. Lalu mereka memperoleh daripadanya kerugian yang memutuskan jantung, tanpa memperoleh yang diperlukan itu. Kemudian, dunia itu mengharamkan bagi mereka kebahagiaan untuk selama‑lamanya. Lalu mereka meminta untuk berpisah dari dunia dan meminta pertolongan dari tipuannya. Dan mereka itu tiada ditolong. Akan tetapi, dikatakan kepada mereka: "Hinalah kamu di dalam dunia itu dan tak usah kamu banyak bicara!” S 2 AI Baqarah ayat 86: “Merekalah orang‑orang yang membeli kehidupan dunia dengan har­ganya akhirat, maka tiadalah ringan azab dari mereka dan mereka tiada akan ditolong”. Apabila telah besar tipuan dan kejahatan dunia, maka tidak boleh tidak, pertama-tama mengetahui hakikat/makna dunia, apakah dunia itu, apakah hakikat/maknanya pada kejadian dunia itu, serta permusuhannya dan apa jalan masuk penipuan dan kejahatannya. Sesungguhnya orang yang tidak mengenal kejahatan, niscaya ia tidak dapat menjaga diri dari padanya. Dan besar kemungkinan ia akan terperosok di dalamnya.
Dan insya Allah kami akan menyebutkan tercelanya dunia, contoh‑contoh, hakikat/makna, penguraian arti‑artinya, segala jenis kesibuk­an yang berhubungan dengan dunia, segi perlunya kepada pokok‑po­koknya dan sebab berpalingnya makhluk daripada Allah, disebabkan kesibukan dengan kejijikan dunia itu. Dan Dialah yang menolong kepada yang diridhai‑Nya.
PENJELASAN: tercelanya dunia.
Ayat‑ayat yang datang tentang tercelanya dunia dan contoh‑contohnya banyak. Kebanyakan isi AI‑Quran itu melengkapi kepada tercelanya dunia, memalingkan makhluk dari dunia dan mengajak mereka kepada akhirat. Bahkan itulah maksudnya nabi‑nabi as. Dan mereka tidak diutus, melainkan karena itulah. Maka tidak diperlukan kepada pembuktikan dengan ayat‑ayat AI‑Qur'an, karena jelasnya. Dan sesungguhnya akan kami bentangkan sebahagian hadits‑hadits yang datang dalam hal tersebut. Sesungguhnya, diriwayatkan, bahwa: Rasulullah saw melintasi tempat kambing mati. Maka beliau bersabda: “Adakah kamu melihat kambing ini hina bagi pemiliknya? Mereka (para sahabat) itu menjawab: "Dari kehinaannya, me­reka campakkan kambing ini". Lalu Nabi saw bersabda: "Demi Yang jiwaku di tanganNya! Sesungguhnya dunia itu lebih hina pada Allah dari kambing ini bagi pemiliknya. Jikalau adalah dunia ltu seimbang pada sisi Allah dengan sayap seekor nyamuk, niscaya la tidak memberikan kepada orang kafir seteguk air dari dunia itu”. Nabi saw bersabda: “Dunia itu penjara bagi orang mumin dan sorga bagi orang kafir”. Rasulullah saw bersabda: "Dunia itu terkutuk, terkutuk apa yang ada di dalamnya, Selain apa yang ada bagi (karena) Allah daripadanya". Abu Musa AI‑Asyari berkata: "Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mencintai dunia, niscaya membawa melarat kepada akhi­ratnya. Dan barangsiapa mencintai akhiratnya, niscaya membawa me­larat kepada dunianya. Maka utamakanlah apa yang kekal, atas apa yang fana (lenyap binasa)". Nabi saw bersabda: "Kecintaan kepada dunia itu pokok tiap‑tiap kesalahan.   
Zaid bin Arqam berkata: "Adalah kami berada bersama Abu­bakar Siddik ra Lalu ia meminta minuman. Maka dibawa kepadanya air dan madu. Tatkala didekatkannya kepada mulutnya, Ialu ia me­nangis, sehingga membawa menangis shahabat-shahabatnya. Para sha­habat itu diam dan Abubakar tidak diam. Kemudian, ia kembali menangis, sehingga mereka menyangka bahwa mereka tidak sanggup menanyakannya". Zaid bin Arqam meneruskan ceritanya: “Kemudian, Abubakar menyapu dua matanya. Lalu para shahabat itu bertanya: "Wahai Khalifah Rasulullah! Apakah yang membawa engkau menangis?". Abubakar menjawab: "Aku berada bersama Rasulullah saw. Lalu aku melihat ia menolak sesuatu dari dirinya. Dan aku tidak melihat seorang­pun bersama dia. Lalu aku bertanya: "Wahai Rasulullah! Apakah yang engkau tolak dari dirimu?". Rasulullah saw menjawab: “Dunia ini membentukkan dirinya kepadaku. Lalu aku berkata kepada­nya: "Jauhlah engkau daripadaku! Kemudian, dunia itu kembali, lalu berkata: "Sesungguhnya, jikalau engkau dapat melepaskan diri dari­padaku, akan tetapi tidak akan dapat melepaskan diri daripadaku, orang‑orang sesudah engkau".
Nabi saw bersabda: “Wahai sangat mengherankan bagi orang yang membenarkan negri kekal dan ia berusaha untuk negri yang penuh dengan tipuan!” Diriwayatkan, bahwa Rasulullah saw berdiri di atas tempat sampah, Ialu bersabda: “Marilah kepada dunia!” Dan mengambil potongan‑potongan kain yang sudah buruk, di atas tempat sampah itu dan tulang‑tulang yang telah berlobang‑lobang, seraya bersabda: "Inilah dunia!” Ini adalah suatu isyarat, bahwa hiasan dunia itu, akan dijadikan seperti potongan‑potongan kain itu. Dan bahwa tubuh‑tubuh yang tampak kelihatan itu akan menjadi tulang‑tulang yang busuk. Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Dan Allah menjadikan kamu khalifah dalam dunia. Lalu ia memperhatikan, bagaimana ka­mu bekerja.
Sesungguhnya kaum Bani Israil, tatkala dibentangkan dunia untuk mereka dan disiap‑sediakan, lalu mereka menyombong pada pakaian, wanita, bau‑bauan dan pakaian ". Isa as berkata: "Janganlah kamu jadikan dunia itu Tuhan, Ialu dunia itu menjadikan kamu budaknya! Simpanlah barang simpananmu pada orang yang tidak akan menyia‑nyiakannya! Sesungguhnya, yang mempunyai simpanan dunia itu, takut akan bahaya atas simpanan itu. Dan yang mempunyai simpanan Allah, ia tidak takut akan bahaya atas simpanan itu". Isa as berkata pula: "Wahai para sahabat! Sesungguhnya aku telah menuangkan dunia bagimu dalam bentuknya. Maka janganlah kamu mengangkat dunia itu sesudahku! Sesungguhnya, termasuk dari kekejian dunia itu, bahwa mendurhakai Allah padanya. Dan termasuk dari kekejian dunia, bahwa akhirat tidak akan diperolah, selain dengan meninggalkan dunia. Ketahuilah! Maka Ialuilah dunia itu dan jangan kamu meramaikannya! Ketahuilah, bahwa pokok tiap‑tiap kesalahan itu, mencintai dunia. Banyak karena nafsu syahwat sesa'at, mempusa­kai yang bernafsu syahwat itu kesedihan yang panjang". Isa as berkata pula: "Disiap‑sediakan dunia bagimu dan kamu duduk di atas punggungnya. Maka janganlah raja‑raja dan wanita ber­bantah‑bantahan dengan kamu pada dunia itu! Adapun raja‑raja, maka janganlah kamu berbantah‑bantahan dengan mereka tentang dunia! Sesungguhnya mereka, tidak akan mendatangkan kepadamu, apa yang kamu tinggalkan untuk mereka dan dunianya. Adapun wanita, maka peliharalah dirimu dari mereka, dengan puasa dan shalat”. ‘Isa as berkata pula: "Dunia itu mencari dan dicari. Maka yang mencari akhirat, ia akan dicari oleh‑dunia. Hingga sempurnalah rezekinya dalam dunia itu. Dan yang mencari dunia, ia akan dicari oleh akhirat. Sehingga datanglah mati. Lalu mati itu mengambil bersa­ma lehernya".
Musa bin Yassar berkata: "Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla tidak menjadikan makhluk yang dimarahiNya, dari dunia. Dan Allah, semenjak Allah menjadikan dunia, Ia tidak memandang kepada dunia itu. Diriwayatkan, bahwa Nabi Sulaiman putera Nabi Daud as lalu dalam arakannya. Dan burung memasukkannya di bawah teduh dari kepanasan. Jin dan manusia di kanan dan di kirinya. Berkata yang empunya riwayat: "Maka Nabi Sulaiman as lalu dekat seorang `abid (yang banyak beribadah) dari kaum Bani Israil. Maka 'abid itu berka­ta: "Demi Allah! Hai Putera Daud! Sesungguhnya engkau telah di­anugerahkan oleh Allah kerajaan besar". Berkata yang empunya riwayat: "Perkataan itu didengar oleh Sulaiman, lalu ia menjawab: "Sesungguhnya suatu tasbih (membaca tasbih) dalam lembaran hati seorang mu'min itu, lebih baik daripada apa yang dianugerahkan kepada Putera Daud. Sesungguhnya apa yang dianugerahkan kepada Putera Daud itu akan hilang. Dan tasbih itu akan kekal".
Nabi saw bersabda:  “Telah dilalaikan kamu oleh kebanyakan harta. Lalu anak Adam (manusia) itu berkata: "Hartaku itu hartaku. Adakah bagimu itu dari hartamu, selain apa yang kamu makan, lalu kamu binasakan? Atau yang kamu pakai, lalu kamu burukkan atau yang kamu sedekahkan, Ialu kamu kekalkan". Nabi saw bersabda: "Dunia itu kampung bagi orang yang tidak mempunyai kampung dan harta bagi orang yang tidak mempu­nyai harta. Dan untuk dunia, dikumpulkan oleh orang yang tiada berakal. Kepada dunia, bermusuh‑musuhan orang yang tiada berilmu. Kepada dunia, berdengki orang yang tiada memahami agama. Dan untuk dunia, berusaha orang yang tiada mempunyai keyakinan".
Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan dunia, cita‑citanya yang terbesar, maka tiadalah ia daripada Allah pada sesu­atu. Dan Allah mengharuskan hatinya 4 perkara: kesusahan, yang tiada putus‑putusnya selama‑lamanya, kesibukan, yang tiada a­kan selesai selama‑lamanya, kemiskinan, yang tiada akan sampai keka­yaannya selama‑lamanya dan angan‑angan, yang tiada akan sampai kesudahannya selama‑lamanya".
Abu Hurairah ra berkata: "Rasulullah saw bersabda ke­padaku: “Hai Hurairah! Apakah belum aku perlihatkan kepadamu dunia de­ngan semua isinya?" Lalu aku menjawab: "Belum, wahai Rasulul­lah!” Lalu beliau mengambil tanganku dan membawa aku ke suatu lembah dari lembah‑lembah Madinah. Lalu tiba pada suatu tempat sampah. Padanya kepala‑kepala manusia, kotoran manusia, kain‑kain buruk dan tulang‑tulang. Kemudian, beliau bersabda: "Hai Abu Hu­rairah! Adalah kepala‑kepala manusia ini dahulu rakus, seperti kera­kusanmu. Berangan‑angan, seperti angan‑anganmu. Kemudian, dia pada hari ini, adalah tulang- belulang, tanpa kulit. Kemudian, ia men­jadi abu. Dan kotoran ini, ialah: warna makanan mereka yang diusa­hakannya, dari mana saja diusahakannya. Kemudian, dilemparkannya dalam perutnya. Lalu jadilah dan manusia menjauhkan diri daripada­nya. Dan kain‑kain yang buruk ini, adalah perabot rumah dan pakai­an mereka. Maka jadilah dan angin‑angin itu menggerak‑gerakkannya. Dan tulang‑belulang ini adalah tulang‑belulang binatang ternak mere­ka, yang mereka kendarai  atas binatang ternak itu ke seluruh pinggir negeri. Maka barangsiapa yang menangis atas urusan dunia, maka menangislah! Abu Hurairah meneruskan riwayat: “Maka se­nantiasalah kami menangis, sehingga keraslah tangisan kami".
Diriwayatkan, bahwa Allah Ta’ala tatkala menurunkan Adam ke bumi, Ia berfirman kepada Adam as: “Bangunkanlah untuk kerun­tuhan dan beranaklah untuk kebinasaan!” Daud bin Hilal berkata, yang tertulis dalam Shuhuf Ibrahim as (kitab yang diturunkan kepada Ibrahim), yang maksudnya: "Hai du­nia! Alangkah mudahnya engkau kepada orang‑orang baik, yang eng­kau perbuat dan engkau hiasi bagi mereka. Sesungguhnya AKU cam­pakkan pada hati mereka kemarahan engkau dan halangan dari eng­kau. Tiada AKU jadikan suatu makhlukpun yang lebih mudah kepada­Ku daripada engkau. Semua urusan engkau itu kecil. Dan kepada kebinasaanlah yang akan jadi. AKU taqdirkan (berlaku qodo‑qadar) kepada engkau, pada hari AKU jadikan engkau, bahwa engkau tiada akan kekal bagi seorangpun. Dan tiada kekal seorangpun bagi engkau, walaupun teman engkau kikir dengan engkau dan bakhil kepada eng­kau. Amat baiklah bagi orang‑orang baik, yang melihat AKU dari hatinya, di atas keridla‑an dan dari hati kecil mereka di atas kebenaran dan tetap pendirian! Amat baiklah bagi mereka! Tiadalah bagi mereka pada sisiKu dari pembalasan, apabila mereka tiba ke­padaKu dari kubur mereka selain dari cahaya yang berjalan di hadapan mereka dan para malaikat yang membentangkan sayapnya dengan mereka. Sehingga menyampaikan mereka, apa yang diharap­kannya dari rahmat AKU.
Rasulullah saw bersabda: "Dunia itu terhenti antara langit dan bumi, semenjak dijadikannya oleh Allah Ta’ala tiada melihat kepada dunia itu. Pada hari kiamat, dunia itu berkata: "Hai Tuhan­ku! Jadikanlah aku mempunyai nasib yang diperoleh oleh wali‑waliMu yang paling rendah pada hari ini". Tuhan lalu berfirman: "Diamlah hai yang tiada apa‑apa! Sesungguhnya AKU tidak ridla engkau bagi mereka di dunia. Maka adakah AKU ridla‑kan engkau bagi mereka pada hari ini?
Diriwayatkan dalam warta‑berita Adam as, bahwa tatkala ia memakan dari buah kayu itu, lalu bergeraklah perutnya (ma'iddah­nya), karena keluarnya kotoran. Dan kotoran itu tiada dijadikan pada sesuatupun dari makanan sorga, selain pada kayu itu. Maka karena itulah, keduanya (Adam dan Hawa) dilarang daripada memakannya. Berkata yang empunya riwayat: “Lalu Adam berkeliling dalam sorga. Maka Allah Ta’ala menyuruh seorang malaikat, untuk berbi­cara dengan Adam. Maka Allah Ta’ala berfirman kepada malaikat itu: “Tanyakan kepada Adam: "Apakah yang engkau kehendaki?" Adam menjawab: "Aku kehendaki, bahwa aku meletakkan pe­nyakit yang ada dalam perutku". Maka dikatakan kepada malaikat tadi: "Katakanlah kepada A­dam: “Pada tempat mana, engkau bermaksud meletakkannya? Apa­kah di atas tikar atau di atas tempat tidur? Atau di atas sungai atau di bawah naungan batang kayu? Adakah engkau melihat di sini, suatu tempat yang patut untuk yang demikian? Turunlah ke dunia!”
Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya akan datang beberapa kaum pada hari kiamat. Dan amal‑perbuatan mereka seperti bukit yang tinggi. Lalu mereka disuruh ke neraka". Maka mereka (para shahabat) bertanya: "Hai Rasulu'llah! Mereka itu mengerjakan sha­lat?" Rasulu'llah saw menjawab: "Ya, mereka itu mengerjakan sha­lat, mengerjakan puasa dan mereka mengambil sebentar waktu dari malam (untuk shalat malam). Maka apabila dibawa kepada mereka sesuatu dari dunia, niscaya mereka melompat kepadanya".
Nabi saw bersabda pada setengah khutbahnya: "Orang mu'­min itu diantara dua ketakutan: antara ajal yang telah Ialu, dimana ia tidak mengetahui, apa yang diperbuat oleh Allah padanya dan dianta­ra ajal yang masih tinggal, dimana ia tidak mengetahui, apa yang akan ditaqdirkan (qodo‑qadar) oleh Allah padanya. Maka hendaklah hamba itu menyediakan perbekalan dari dirinya bagi dirinya, dari dunianya bagi akhiratnya, dari hidupnya bagi matinya dan dari muda­nya bagi tuanya. Sesungguhnya dunia itu dijadikan bagi kamu dan kamu jadikan bagi akhirat. Demi Tuhan yang diriku di tanganNya! Tiadalah sesudah mati itu dari cercaan. Dan tiada negeri sesudah dunia, selain sorga atau neraka"
Isa as berkata: “Tiada lurus kecintaan dunia dan akhirat da­lam hati seorang mu'min, sebagaimana tiada lurus air dan api pada satu bejana". Diriwayatkan, bahwa Jibril as berkata kepada Nuh as: "Hai Nabi yang paling panjang umur! Bagaimana engkau mendapati du­nia?" Maka Nuh as menjawab: "Seperti rumah yang mempunyai dua pintu. Aku masuk dari salah satu keduanya dan aku keluar dari pintu yang lain".
Ditanyakan kepada Isa as: "Jikalau engkau mengambil rumah yang akan engkau tempati?." Isa as menjawab: "Bagi kami mencukupi kain buruk orang yang telah ada sebelum kami".
Nabi kita saw bersabda: "Takutilah dunia! Karena dunia itu lebih menyihirkan dari Harut dan Marut. Dari Al-Hasan Al-Bashari  ra, yang berkata: "Pada suatu hari Rasulullah saw pergi kepada shahabat‑shahabatnya, lalu bertanya: "Adakah diantara kamu, yang menghendaki supaya Allah menghi­langkan daripadanya buta dan menjadikannya dapat melihat? Keta­huilah, sesungguhnya orang yang menggemari dunia dan panjang angan‑angannya pada dunia, niscaya dibutakan oleh Allah hatinya, menurut kadar yang demikian. Dan barangsiapa zuhud (zahid) di dunia dan pendek angan‑angannya pada dunia, niscaya ia diberikan ilmu oleh Allah, tanpa belajar. Dan diberikan petunjuk, tanpa hida­yah (penunjukan). Ketahuilah, sesungguhnya akan ada suatu kaum sesudah kamu, yang rajanya tiada lurus bagi mereka, selain dengan pembunuhan dan paksaan. Dan orang kayanya tiada lurus, selain dengan kesombongan dan kekikiran. Dan tiada. lurus kasih‑sayang, selain dengan mengikuti hawa‑nafsu. Ketahuilah kiranya, bahwa orang yang mendapati zaman tersebut daripada kamu, maka ia bersabar atas kemiskinan; padahal ia sanggup atas kekayaan dan ia bersabar atas kemarahan, padahal ia sanggup atas kasih‑sayang, ia bersabar atas kehinaan, padahal ia sanggup atas kemuliaan, dimana ia tiada meng­hendaki dengan yang demikian, selain Wajah Allah Ta’ala, niscaya ia dianugerahkan oleh Allah pahala 50 orang siddik". 
Diriwayatkan, bahwa Isa as pada suatu hari mengalami hujan lebat, petir dan kilat. Lalu ia mencari sesuatu untuk ia datangi ke situ. Maka matanya memandang ke sebuah khemah dari tempat yang jauh. Lalu ia datang ke khemah itu. Tiba‑tiba di dalamnya seorang wanita. Maka pergilah ia dari khemah tersebut. Tiba‑tiba Ia sampai di suatu gua pada suatu bukit. Maka masuklah ia ke gua tersebut. Tiba‑tiba di dalamnya seekor singa. Lalu ia meletakkan tangannya atas singa itu, seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku! Engkau jadikan bagi sesuatu itu mempunyai tempat tinggal dan tiada Engkau jadikan bagiku mempunyai tempat tinggal. Lalu Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepadanya: “Tempat tinggalmu, ialah: dalam ketetapan rahmatKu. Akan Kukawinkan engkau pada hari kiamat dengan 100 bidadari, yang AKU jadikan dengan Tangan Qudrah (kuasa)Ku. Dan akan KU sediakan makanan pada upacara perkawinan engkau untuk masa 4000 tahun. Satu hari dari tahun itu, seperti umur dunia. Dan akan AKU suruh seorang penyeru yang akan menyerukan: "Manakah orang-­orang zahid di dunia! Kunjungillah upacara perkawinan orang zahid dalam dunia ‘Isa Putera Maryam”!.  Isa Putera Maryam as berkata: "Celaka bagi orang yang mempunyai dunia, bagaimana ia mati dan meninggalkan dunia serta apa yang di dalamnya. Dan dunia itu menipunya, sedang ia merasa aman dengan dunia. la mempercayai dunia, sedang dunia menghina­kannya. Celakalah bagi orang‑orang yang tertipu, bagaimana mengka­kukan lidah mereka oleh apa yang tiada disukainya, menceraikan mereka oleh apa yang dicintainya dan datang kepada mereka, apa yang dijanjikan. Dan celakalah bagi orang, yang dunia itu cita‑citanya dan kesalahan itu perbuatannya, bagaimana akan disiarkan besok dosanya".
Ada yang mengatakan, bahwa Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Musa as: “Hai Musa! Apalah bagimu itu kampung orang‑orang zalim! Bahwa kampung itu tidaklah menjadi kampung engkau. Keluarkanlah daripadanya cita‑citamu dan berpisahlah daripa­danya dengan akalmu! Maka rumah yang paling buruk, itulah dia. Kecuali orang yang beramal, yang berbuat baik di dalamnya, maka rumah itulah yang paling baik. Hai Musa! Sesungguhnya AKU teropong bagi orang zalim (yang memperhatikan gerak‑gerik orang zalim), sehingga AKU ambil daripadanya untuk orang mazlum (orang yang teraniaya)".
Diriwayatkan, bahwa: "Rasulu'llah saw mengutus Abu 'Ubai­dah bin AI‑Jarrah. Lalu ia datang dengan banyak membawa pulang harta dari Bahrain. Maka para kaum Anshar mendengar dengan kedatangan Abu Ubaidah. Lalu mereka mengerjakan shalat Shubuh bersama Rasulu'llah saw dengan sebaik‑baiknya. Tatkala Ra­sulu'llah saw telah mengerjakan shalat, lalu beliau pergi. Maka datanglah mereka kepada Nabi saw. Rasulu'llah saw tersenyum ketika melihat mereka. Kemudian bersabda: "Aku menyangka, bahwa kamu telah mendengar, bahwa Abu Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu". Mereka menjawab: "Benar, wahai Rasulu'llah!". Nabi saw lalu menjawab: "Bergembiralah dan berangan‑anganlah apa yang menyenangkan kamu! Demi Allah! Tiadalah kemiskinan yang lebih aku takut kepada kamu. Tetapi yang lebih aku takut kepada kamu ialah, bahwa terhampar kepadamu dunia, sebagaimana telah terhampar kepada orang‑orang yang sebelum kamu. Lalu kamu berlomba‑lomba akan dunia, sebagaimana mereka berlomba‑lomba padanya. Maka dunia itu akan membinasakan kamu, sebagaimana dunia itu telah membinasakan mereka"
Abu Sa'id Al‑Khudri berkata: "Rasulu'llah saw bersabda: "Sesungguhnya yang lebih, banyak aku takut kepadamu, ialah: apa, yang dikeluarkan oleh Allah bagi kamu, dari barakah bumi". Lalu ditanyakan: "Apakah barakah bumi itu?". Rasulu'llah saw menjawab: “Kembang dunia!” Rasulu'llah saw bersabda: "Janganlah kamu menyibukkan hatimu dengan mengingati dunia!” Nabi saw melarang mengingati dunia, lebih-lebih lagi mengenai dunia itu sendiri.
'Ammar bin Said berkata: 'Isa as lalu di suatu desa. Tiba‑tiba kedapatan penduduknya mati di halaman‑halaman rumah dan di ja­lan‑jalan. Lalu Isa as berkata: "Hai para shahabat! Sesungguhnya mereka ini mati! dari kemarahan. Jikalau mereka mati bukan karena yang demikian, niscaya mereka tanam‑menanamkan”. Para shahabat itu lalu menjawab: "Wahai Kekasih Allah! Kami ingin, jikalau dapatlah kami mengetahui berita mereka". Lalu Isa as bertanya kepada Allah Ta’ala. Maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepadanya. "Apabila telah malam, maka panggil­lah mereka, niscaya mereka akan menyahut panggilanmu? Tatkala telah malam, lalu Isa as naik ke tempat yang tinggi. Kemudian memanggil: "Hai penduduk desa!” Lalu disahut oleh yang menyahut: "Kami sambut panggilanmu wahai Kekasih Allah!” Maka Isa as bertanya: "Bagaimana keadaanmu dan apa kisah keadaanmu?" Yang menyahut itu menjawab: “Kami tidur malam dalam kea­daan sehat wal‑afiat dan waktu pagi‑pagi kami berada dalam neraka". Nabi Isa as bertanya: "Bagaimana maka demikian?"  Yang menyahut itu menjawab: "Disebabkan cintanya kami ke­pada dunia dan kepatuhan kami kepada orang‑orang yang berbuat maksiat". Isa as bertanya lagi: “Bagaimana kecintaanmu kepada dunia?" Yang menyahut itu menjawab: "Sebagaimana kecintaan anak kecil kepada ibunya. Apabila dunia itu menghadap kami, niscaya kami gembira dengan dia. Dan apabila ia membelakangi kami, niscaya kami gundah dan menangis". Isa as bertanya pula: "Apa kabar teman‑temamnu, mengapa mereka tidak menyahut panggilanku?" Yang menyahut itu menjawab: "Karena mereka dicambuk de­ngan cambuk api neraka, dengan tangan para malaikat yang kasar, dan keras". Isa as bertanya kembali: "Bagaimana engkau menyahut pang­gilanku, sedang engkau di antara mereka?" Yang menyahut itu menjawab: "Karena aku berada pada mere­ka. Akan tetapi aku tidaklah sebahagian dari mereka. Maka tatkala turun azab kepada mereka, niscaya akupun kena bersama mereka. Maka aku bergantung pada pinggir neraka jahannam. Aku tidak tahu, akan terlepaskah aku daripadanya atau aku akan jatuh ke dalam­nya?" Lalu Isa AI‑Masih berkata kepada shahabat‑shahabatnya: “Se­sungguhnya memakan roti syair (semacam gandum) dengan garam yang tidak ditumbuk halus, memakai kain bulu hitam dan tidur atas tempat sampah, adalah lebih banyak serta sehat wallafiat dunia dan akhirat”.
Anas ra berkata: "Adalah unta Rasulullah saw itu dilobangi telinga, yang tidak didahulukan orang dalam perjalanan. Maka da­tanglah seorang arab desa dengan untanya. Lalu la mendahului unta Rasulullah. Maka beratlah yang demikian bagi kaum muslimin. Lalu Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya itu benar atas Allah, untuk tidak meninggikan sesuatu dari dunia, melainkan direndahkannya".
Isa as berkata: "Siapa yang membangun rumah di atas ombak laut, itulah dunia. Maka janganlah kamu mengambilkannya menjadi tempat ketetapan! " Ada orang yang mengatakan kepada Isa as: "Ajarilah kami suatu ilmu, yang akan disayangi kami oleh Allah atas ilmu itu". Lalu Isa as menjawab: "Marahilah dunia, niscaya kamu akan disayangi oleh Allah Ta'ala".
Abud‑Darda' berkata: "Rasulullah saw bersabda: “Jikalau kamu ketahui, apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan menangis banyak. Dan akan hina kepadamu dunia dan kamu akan memilih akhirat". Kemudian, Abud‑Darda' berkata dari pihak dirinya sendiri: "Ji­kalau kamu ketahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan keluar ke padang‑padang pasir. Kamu akan tunduk bermohon kepada Tuhan dan menangisi dirimu sendiri. Dan akan kamu tinggalkan hartamu dengan tiada yang menjaga. Tiada kamu kembali kepada harta itu, selain yang tak boleh tidak bagimu. Akan tetapi hilang dari hatimu ingatan akhirat dan datanglah angan‑angan kepada hati, maka jadilah dunia yang memiliki amal‑perbuatanmu. Dan jadilah kamu seperti mereka yang tiada mengetahui. Maka sebahagian kamu itu lebih jahat dari binatang, yang tidak meninggalkan hawa‑nafsunya, karena takut kepada akibatnya. Mengapa tidak kamu berkasih ‑ kasihan dan nasehat‑menasehati, padahal kamu itu bersaudara pada agama Allah? Tia­dalah yang mencerai‑beraikan di antara hawa‑nafsumu, selain oleh kekejian hatimu. Dan jikalau kamu berkumpul atas kebajikan, niscaya kamu akan berkasih‑kasihan. Mengapa kamu tidak nasehat‑menase­hati pada urusan dunia dan tidak nasehat‑menasehati pada urusan akhirat? Dan tidak dimiliki oleh seseorang kamu nasehat, bagi orang yang disukainya dan yang akan menolongnya atas urusan akhiratnya. Tidaklah ini, selain dari sedikitnya iman pada hatimu. Jikalau kamu yakin dengan kebajikan akhirat dan kejahatannya, sebagaimana kamu yakin dengan dunia, niscaya kamu akan memilih mencari akhirat. Karena akhirat itu yang memiliki semua urusanmu. Jikalau kamu mengatakan, bahwa mencintai yang segera (dunia), adalah hal keba­nyakan, maka kami sesungguhnya melihat kamu memanggil yang se­gera dari dunia itu, untuk yang lambat (akhirat) daripadanya. Kamu memayahkan dirimu dengan kesukaran dan berusaha pada mencari sesuatu hal, yang kemungkinan besar kamu tiada akan memperoleh­nya. Maka seburuk‑buruk kaum, ialah kamu yang tiada kamu betul­kan keimananmu, dengan apa yang diperkenalkan oleh iman yang sampai padamu. Jikalau kamu berada dalam keraguan dari apa yang dibawa oleh Muhammad saw maka datanglah kepada kami. Supaya kami terangkan kepadamu dan kami perlihatkan kepadamu, nur, yang akan menetapkan hatimu kepadanya. Demi Allah! Tiadalah kamu orang yang kurang akal, Ialu kami ma'afkan kamu. Sesungguhnya kamu mencari penjelasan akan betulnya pendapat mengenai duniamu. Dan kamu mengambil dengan hati‑hati sekali, mengenai urusan mu. Kamu tiada merasa gembira dengan sedikit dari dunia yang kamu peroleh. Dan kamu merasa gundah di atas yang sedikit itu, yang hilang dari kamu. Sehingga nyatalah yang demikian pada wajahmu dan lahir atas lidahmu. Dan kamu me-nama-kannya: mala‑petaka (mushibah). Dan kamu adakan tempat melahirkan duka cita. Dan orang awam dari kamu, sudah meninggalkan kebanyakan dari agama mereka. Kemudian, tiada nyata yang demikian pada wajah dan tiada berobah keadaan kamu. Sesungguhnya aku melihat, bahwa Al­lah telah melepaskan kamu. Sebahagian kamu akan bertemu dengan sebahagian, dalam kegembiraan, Dan semua kamu tidak menyukai, menerima temannya dengan apa yang tiada disukainya. Karena takut akan diterima oleh temannya dengan keadaan yang serupa. Maka jadilah kamu berteman di atas kedengkian. Dan tumbuhlah segala kegemaranmu, di atas bekas sampah. Dan kamu pilih‑memilih me­ninggalkan ajal. Aku ingin kiranya Allah Ta’ala menyenangkan aku daripadamu dan menghubungkan aku dengan orang yang aku sukai melihatnya. Dan jikalau ia masih hidup (maksudnya: Nabi saw), niscaya tidak membuat kamu bersabar (ingin segera menjumpainya). Jikalau ada padamu kebajikan, maka telah aku perdengarkan kepada­mu. Dan jikalau kamu mencari apa yang di sisi Allah, niscaya kamu akan memperolehnya sedikit. Dan kepada Allah aku meminta tolong bagi diriku dan bagi kamu".
 Isa as berkata: "Hai para sahabat! Relalah dengan kehinaan dunia serta selamatnya agama, sebagaimana relanya pencinta dunia (ahlu'ddun‑ya) dengan kehinaan agama serta selamatnya dunia!” Dan sama pengertian dengan perkataan Isa as tadi, madah seorang penyair:
Aku melihat orang‑orang,
merasa senang dengan kehinaan agama.
Dan aku tidak melihat orang‑orang,
rela dalam penghidupan dengan tak punya.
Maka kamu cukupkan dengan agama,
tanpa dunia raja‑raja.
sebagaimana raja‑raja merasa cukup dengan dunia,
tanpa agama ........
Isa as berkata: "Hai orang yang mencari dunia, untuk kamu memperoleh kebajikan dengan dunia! Engkau tinggalkan dunia itu. adalah lebih banyak kebajikannya"
Nabi saw bersabda: "Akan datang kepadamu sesudahku suatu dunia, yang akan memakan imanmu, sebagaimana api yang akan memakan kayu kering.
Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Musa as: "Hai Musa!  Janganlah engkau cenderung kepada mencintai dunia! Maka tiadalah engkau datang kepadaKu dengan dosa besar, yang lebih berat dari dunia. Musa as Ialu dekat seorang laki‑laki, dimana orang itu sedang menangis. Dan waktu ia kembali, orang itu masih juga menangis. Lalu Musa as memanjatkan do'a kepada Tuhan: "Hai Tuhanku! HambaMu menangis dari takutnya kepadaMU". Maka Allah berfirman: "Hai Putera Imran! Jikalau mengalirlah otaknya bersama air‑matanya dan ia mengangkatkan dua tangannya sehingga jatuh, AKU tiada mengampunkan dosanya. Dia itu mencintai dunia". Menurut atsar (kata shahabat‑shahabat dan orang‑orang ter­kemuka), di antara lain, ialah: Ali ra berkata: "Barangsiapa me­ngumpulkan padanya enam perkara, niscaya ia tidak meninggalkan mencari sorga dan lari dari neraka. Yakni:
Pertama:  la mengenal Allah, lalu mentha'atiNya.
Kedua:     la mengenal setan, lalu mendurhakainya.
Ketiga:     Ia mengenal kebenaran, lalu mengikutinya.
Keempat:  la mengenal yang batil/salah, lalu menjaga diri daripadanya.
Kelima:     la mengenal dunia, lalu menolaknya.
Keenam:   la mengenal akhirat, lalu mencarinya.
AI‑Hasan AI‑Bashari ra berkata: "Allah mengasihani kaum‑ka­um (golongan‑golongan), dimana adalah dunia pada mereka itu ba­rang simpanan. Lalu mereka menyerahkannya kepada orang, yang sanggup memegang amanah mereka, terhadap barang simpanan tersebut. Kemudian, mereka merasa senang dengan ringannya beban". Al-Hasan berkata pula: “Barangsiapa berlomba‑lomba dengan engkau pada agama engkau, maka berlomba‑lombalah dengan dia! Dan barangsiapa berlomba‑lomba dengan engkau pada dunia engkau, maka lemparkanlah dunia itu pada lehernya!”
Lukman as berkata kepada puteranya: "Hai anakku! Sesung­guhnya dunia itu laut yang dalam. Telah karam di dalamnya banyak manusia. Maka hendaklah perahu engkau pada dunia itu: taqwa kepa­da Allah 'Azza wa Jalla. Isinya, ialah: iman kepada Allah Ta’ala. Dan layarnya, ialah: tawakkal kepada Allah 'Azza wa Jalla. Mudah-mudahan engkau akan lepas. Dan aku tidak melihat itu yang lepas".
AI‑Fudlail bin 'Iyadl ra berkata "Telah lama pikiranku pada ayat ini: "Sesungguhnya Kami menjadikan apa yang dibumi ialah untuk menjadi perhiasan baginya, karena Kami hendak menguji siapakah di antara mereka yang paling baik pekerjaannya. Dan sesungguhnya Ka­mi menjadikan (pula) di bumi tanah yang kosong". S 18 Al Kahfi ayat 7‑8.
Sebahagian hukama' (ahli hikmat) berkata: "Sesungguhnya eng­kau tidak jadi pada sesuatu dari dunia, melainkan sudah ada sebelum engkau yang mempunyainya. Dan akan ada sesudah engkau yang mempunyainya. Dan tiadalah bagi engkau dari dunia itu, selain ma­kanan malam dan santapan siang. Maka janganlah engkau binasa pada memakannya! Puasalah dari dunia dan berbukalah pada akhirat! Sesungguhnya modal dunia, ialah: hawa nafsu. Dan keuntungannya, ialah: api neraka". Ditanyakan kepada setengah pendeta: “Bagaimana engkau meli­hat masa/zaman?". Pendeta itu menjawab: "la memburukkan badan, membaru­kan angan‑angan, mendekatkan mati dan menjauhkan cita‑cita". Ditanyakan lagi: “Bagaimana keadaan penduduknya?". Pendeta tadi menjawab: "Siapa yang mendapat, niscaya payah dan siapa yang tidak mendapat, niscaya melelahkannya". Mengenai yang demikian itu, orang bermadah:
Orang yang memuji dunia,
karena kehidupan yang menggembirakannya,
maka ia akan mencacikannya,
demi umurku, dari hal yang sedikit saja.
Apabila dunia itu membelakangi,
niscaya adalah pada rnanusia itu penyesalan.
Dan kalau dunia itu menghadapi,
niscaya adalah banyak kedukaan.
Setengah hukuma' berkata: "Adalah dunia dan aku tidak ada di dalamnya. Dan dunia itu pergi dan aku tidak ada di dalamnya. Maka aku tidak bertempat padanya. Sesungguhnya kehidupan dunia itu sukar, kejernihannya penuh kekeruhan dan penduduknya dalam ketakutan. Adakalanya, disebabkan nikmat yang hilang atau bencana yang menimpa atau kematian menurut qodo (hukum) Tuhan".
Setengah mereka berkata. Diantara kekurangan dunia, ialah: ia tidak memberikan kepada seseorang, apa yang berhak diterimanya. Tetapi dunia itu, adakalanya menambahi dan adakalanya mengu­rangi".
Sufyan Ats‑Tsuri berkata: "Tidakkah engkau melihat nikmat, seakan‑akan nikmat itu dimarahi, yang diletakkan tidak pada yang mempunyainya?".
Abu Sulaiman Ad‑Darani berkata: “Barangsiapa mencari dunia, di atas kecintaan kepada dunia, 'niscaya tiada akan diberikan kepadanya sesuatu dari dunia itu, selain ia menghendaki lebih banyak. Dan barangsiapa mencari akhirat, di atas kecintaan kepada akhirat, niscaya tiada akan diberikan kepadanya sesuatu dari akhirat, selain ia menghendaki lebih banyak. Dan tiadalah bagi ini berkesudahan".
Seseorang laki‑laki berkata kepada Abi Hazim (seorang tabi'in) ra: "Aku mengadu kepada engkau akan kecintaan kepada dunia dan tidaklah dunia itu menjadi rumahku". Maka Abi Razim menjawab: "Perhatikanlah, apa yang dianugerahkan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepadamu dari dunia, maka janganlah engkau ambilkan selain dari yang halal. Dan janganlah engkau letakkan, selain pada yang sebenarnya. Dan kecintaan kepada dunia itu, tiada akan mendatangkan melarat kepada engkau". Sesungguhnya Abi Hazim mengatakan ini, karena jikalau orang itu menyusahkan dirinya dengan demikian, niscaya memayahkannya. Sehingga orang itu terkejut dengan dunia dan akan mencari untuk keluar daripadanya.
Yahya bin Ma'az berkata: "Dunia itu gedung setan. Maka janganlah kamu mencuri sesuatu dari gedung itu! Lalu setan itu datang mencari yang dicuri itu, maka diambilnya engkau".
AI‑Fudlail bin 'Iyadl ra berkata: "Jikalau adalah dunia itu dari emas yang akan fana (rusak‑binasa) dan akhirat itu dari tembikar yang akan kekal, niscaya sesungguhnya, sayogialah bagi kita, bahwa memilih tembikar yang akan kekal, daripada emas yang akan rusak binasa. Maka bagaimanakah, sesungguhnya kita telah memilih tembi­kar yang akan fana, dari emas yang akan kekal".
Abu Hazim berkata: "Jagalah dirimu dari dunia! Karena se­sungguhnya sampai kepadaku, bahwa hamba itu dihentikan (persoal­annya terkatung‑katung) pada hari kiamat. Apabila ada ia membe­sarkan dunia. Lalu dikatakan (kepadanya): "Inilah orang yang mem­besarkan, apa yang dihinakan oleh Allah.
Ibnu Mas'ud ra berkata: "Tiada seorang pun dari manusia, melainkan dia itu tamu dan hartanya itu pinjaman. Maka tamu itu akan berangkat dan pinjaman itu dikembalikannya". Syair: Dan mengenai yang demikian itu, dikatakan oleh seorang penyair
Tiada harta dan keluarga itu,
melainkan adalah barang simpanan.
Dan tak boleh tidak pada suatu hari tertentu,
bahwa barang simpanan itu akan dikembalikan .........
Rabiah binti Ismail Al-Adawiyah dikunjungi oleh teman‑temannya. Lalu mereka menyebut tentang dunia dan menghadapkan pembicaraannya kepada mencaci dunia. Maka Rabiah berkata: "Diamlah daripada menyebutkan dunia. Jikalau tidaklah dunia itu men­dapat tempat di hatimu, niscaya kamu tidak membanyakkan menye­butnya. Ketahuilah, bahwa orang yang menyukai sesuatu, niscaya ia membanyakkan menyebutkannya".
Orang bertanya kepada Ibrahim bin Adham: “Bagaimana engkau?" Lalu Ibrahim Adham menjawab:
Kita menampal dunia kita,
dengan mengoyak‑ngoyakkan agama kita.
Maka tidaklah agama kita kekal
dan tidak pula apa yang kita tampal.
Maka amat baiklah hamba,
yang mengutamakan Allah Tuhannya.
la baik dengan dunianya,
untuk apa yang diharapkannya.
Dikatakan pula pada yang demikian:
Aku melihat orang yang mencari dunia,
walaupun umurnya panjang.
la memperoleh dari dunia,
kegembiraan dan kenikmatan.
Adalah seperti pembangun-pembangunan,
yang membangun, lalu mendirikan.
Tatkala telah berdiri lurus apa yang dibangunkan, lalu roboh berantakan ..................
Dikatakan pula pada yang demikian:
Sangkakanlah dunia itu,
dibawa kepadamu dengan begitu saja!
Tidakkah kesudahannya itu
kepada kepindahan belaka?
Tidaklah duniamu itu,
selain seperti bayang‑bayang.
Ia akan menaungi kamu,
kemudian ia menghilang.
Lukman berkata kepada puteranya, "Hai anakku! Juallah duniamu dengan akhiratmu, niscaya engkau akan ber­untung pada keduanya! Dan janganlah engkau jual akhiratmu dengan duniamu, niscaya engkau akan merugi pada keduanya!” 
Mathraf bin Asy‑Syukhair berkata: "Jangan engkau melihat kepada rendahnya kehidupan raja‑raja dan lembutnya pakaian ke­besaran mereka! Akan tetapi lihatlah kepada cepatnya binatang tung­gangan dan buruknya perobahan mereka!”
Ibnu Abbas ra berkata: "Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadi­kan dunia itu, tiga bahagian: sebahagian bagi orang mu'min, sebaha­gian bagi orang munafik dan sebahagian bagi orang kafir. Maka orang mu'min, menyiapkan perbekalan. Orang munafik, mengambil menjadi hiasan Dan orang kafir, mengambil untuk bersenang‑se­nang". Setengah mereka berkata: "Dunia itu bangkai. Maka barang­siapa menghendaki sesuatu dari dunia itu, hendaklah ia bersabar di atas pergaulan anjing‑anjing!”. Mengenai yang demikian itu, dikatakan dengan madah:
Wahai yang meminang dunia
kepada dirinya .....................
Tinggalkanlah dari meminangnya,
niscaya engkau akan selamat ..............
Bahwa yang dipinang itu,
adalah sisa .....................
yang dekat dengan pesta perkawinan,
dari tempat menghiburkan hati orang yang duka ......
Abud‑Darda' berkata: “Di antara kehinaan dunia pada Allah, ialah: bahwa tiada orang berbuat kedurhakaan kepada Allah, selain dalam dunia. Dan tiada akan memperoleh sesuatu pada Allah, selain dengan meninggalkan dunia". Pada yang demikian itu, orang bermadah:
Apabila dunia diuji,
oleh orang yang berakal.
niscaya dunia itu terbuka baginya,
merupakan musuh dalam pakaian teman ..............
Orang bermadah pula, yang searti dengan yang di atas:
Wahai orang yang tidur malam,
yang gembira dengan permulaan tidur itu!
Bahwa peristiwa‑peristiwa, terkadang datang,
pada waktu mendekati pagi ................
Berabad‑abad yang telah lalu,
yang penuh dengan serba kesenangan.
Telah dirusak‑binasakan, oleh datangnya
siang dan malam yang silih berganti.
Berapa banyak, oleh pertukaran waktu,
telah menjauhkan dari harta kepunyaan.
Yang ada dalam waktu itu,
bermanfa'at dan mendatangkan kemelaratan.
Wahai orang yang berpeluk‑pelukan dunia,
yang tiada kekal baginya,
sore dan pagi ia di dunia.
selalu dalam perjalanannya.
Mengapa engkau tidak tinggalkan,
berpeluk‑pelukan dengan dunia itu?
Sehingga engkau akan berpeluk‑pelukan,
dalam sorga firdaus dengan gadis‑gadis ayu?
Jikalau engkau mengingini,
sorga abadi yang akan engkau tempati.
Maka sayogialah engkau menjaga diri,
dari api neraka nanti!
Abu Umamah AI‑Bahili ra berkata: "Tatkala Muhammad saw diutus, lalu iblis mendatangkan tentaranya. Tentara itu lalu berkata: "Sesungguhnya telah diutus, seorang Nabi dan telah muncul suatu ummat". Iblis itu bertanya: Neraka itu mencintai dunia? Tentara itu menjawab: "Ya lalu Iblis menyambung: "Jikalau benar mereka itu mencintai dunia, niscaya aku tidak hiraukan, bahwa mereka tidak menyembah berhala. Sesungguhnya aku akan datang kepada mereka, pagi dan sore, dengan tiga perkara: mengambil harta dari bukan haknya, mem­belanjakan harta pada bukan haknya dan menahan harta dari haknya. Dan semua kejahatan itu, timbul dari yang tiga ini".
Seorang laki‑laki berkata kepada Ali ra: " Wahai amirul‑mu'­minin! Terangkanlah kepada kami sifat dunia!”. Ali ra menjawab: “Dan apa yang aku sifatkan kepada engkau dari hal sebuah rumah: orang yang sehat padanya, niscaya sakit. Orang yang aman padanya, niscaya menyesal. Orang yang memerlukan padanya, niscaya merasa gundah. Orang yang merasa kaya padanya, niscaya mendapat fitnah. Pada yang halalnya itu ada perhitungan. Pada yang haramnya itu, ada penyiksaan. Dan pada yang syubhat (diragukan) itu, ada cercaan". Pada suatu kali ditanyakan lagi yang demikian, kepada Ali ra. Lalu beliau menjawab: "Apakah aku panjangkan atau aku singkat­kan?" Yang bertanya itu menjawab: "Singkatkan!” Lalu Ali ra menjawab: "Yang halaInya itu dihisab (diper­hitungan). Dan yang haramnya itu diazab (mendapat azab)".
Malik bin Dinar ra berkata: "Peliharalah dirimu dari sihir. Karena sihir itu menyihirkan hati para ulama. Ya'ni: “d u n i a”.
Abu Sulaiman Ad‑Darani ra berkata: "Apabila ada akhirat itu dalam hati niscaya datanglah dunia mendesaknya. Apabila ada du­nia itu dalam hati, niscaya akhirat itu tidak mendesaknya. Karena akhirat itu mulia dan dunia itu terkutuk". Dan ini adalah suatu tekanan besar. Kami mengharap, bahwa apa yang disebut oleh Sayyar bin AI‑Hakam itu lebih benar. Karena ia mengatakan, bahwa dunia dan akhirat itu keduanya berkumpul dalam hati. Maka mana yang lebih keras, niscaya yang lain itu meng­ikutinya.
Malik bin Dinar ra berkata: "Sekedar apa yang engkau gun­dahkan bagi dunia, niscaya ia akan mengeluarkan kesusahan akhirat dari hatimu. Dan sekadar apa yang engkau gundahkan bagi akhirat, niscaya ia akan mengeluarkan kesusahan dunia dari hatimu". Ini adalah petikan dari apa yang dikatakan oleh Ali ra, dimana beliau berkata: "Dunia dan akhirat itu dua wanita yang bermadu. Maka sekedar apa yang engkau senang dari salah seorang dari kedua‑nya, akan memarahkan yang lain”.
Al-Hasan Al-Bashari  ra berkata: "Demi Allah! Sesungguhnya aku menjumpai beberapa kaum (golongan), dimana dunia mereka lebih hina dari tanah yang kamu pijak. Mereka tidak memperdulikan, apa­kah dunia itu terbit atau terbenam. Dunia itu berjalan kepada ini atau berjalan kepada itu". Seorang laki‑laki bertanya kepada AI‑Hasan AI‑Bashari ra; "Apa kata anda, tentang orang yang dianugerahkan harta oleh Allah. Lalu ia bersedekah dan menyambung silaturrahmi dari harta itu. Ada­kah baik bagi orang tersebut untuk memperoleh kehidupan pada harta itu?". Yakni: ia memperoleh kenikmatan. AI‑Hasan lalu menjawab: “Tidak! Jikalau ada dunia itu se­luruhnya baginya, niscaya tidak ada baginya dari dunia itu, selain mencegahkan diri. Dan ia mendahulukan yang demikian, untuk hari kemiskinannya".
AI‑Fudlail bin 'IyadI ra berkata: "Kalau sekiranya dunia de­ngan keseluruhannya dibawa kepadaku secara halal dimana aku tidak akan dihisab (diperhitungkan amalan) terhadap dunia itu dihari akhi­rat, niscaya aku sesungguhnya akan memandang jijik kepadanya, se­bagaimana seseorang dari kamu memandang jijik kepada bangkai, apabila ia lalu dekat bangkai itu, akan kena pada kainnya".
Diceritakan orang, bahwa tatkala 'Umar bin Khattab ra datang di negeri Syam (Syria), lalu datang menghadap Abu 'Ubaidah bin AI‑Jarrah, dengan mengendari unta betina dengan tali hidungnya. Umar memberi salam kepadanya dan menanyakannya. Kemudian da­tang di tempatnya. Lalu Umar tidak melihat pada tempat Abu 'Ubaidah itu, selain pedang, perisai dan kendaraannya. Lalu 'Umar berkata kepada Abu 'Ubaidah: "Jikalau kiranya engkau mengambil harta‑benda". Abu 'Ubaidah menjawab: "Wahai A‑mirul‑mukminin! Bahwa ini pun disampaikan kepada kami oleh pemberi minuman unta".
Syufyan Ats‑Tsauri berkata: "Ambillah dari dunia bagi ba­danmu dan ambillah dari akhirat bagi hatimu!.
Al-Hasan AI‑Bashari ra berkata: "Demi Allah! Sesungguhnya kaum Bani Israil itu telah menyembah berhala sesudah mereka me­nyembah Tuhan Yang Maha pengasih, disebabkan kecintaan mereka kepada dunia".
Wahab bin Manbah AI‑Yamani ra berkata: "Aku membaca pada setengah buku‑buku, bahwa dunia itu harta rampasan bagi orang‑orang pintar dan kelengahan bagi orang‑orang bodoh. Mereka tidak mengenal dunia, sebelum mereka keluar dari dunia. Lalu me­minta dikembalikan ke dunia. Maka mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia".
Lukman berkata kepada puteranya: "Hai anakku! Sesungguhnya engkau telah membelakangi dunia sejak dari hari engkau me­nempatinya. Dan engkau menghadapi akhirat. Maka engkau kepada negeri yang engkau dekati itu, lebih dekat dari negeri yang engkau menjauhinya".
Sa’id bin Mas'ud berkata: "Apabila engkau melihat seorang hamba (hamba Allah) bertambah dunianya dan berkurang akhiratnya dan ia senang dengan demikian, maka orang yang demikian itu ter­tipu, yang dipermain‑mainkan mukanya dan ia tidak merasa yang demikian".
'Amr bin Al-'Ash berkata di atas mimbar: "Demi Allah! Aku tiada pernah sekalipun, melihat suatu kaum/golongan dari pada kamu, yang gemar pada apa yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Demi Allah! Tiada datang kepada Rasulullah saw 3 orang, me­lainkan yang menjadi bebannya, adalah lebih banyak daripada yang menjadi haknya".
Al‑Hasan AI‑Bashari ra berkata, sesudah membaca firman Allah Talala: "Maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu. S 31 Lukman ayat 33. Yaitu: "Siapakah yang mengatakan ini? Dikatakan oleh Yang Menja­dikan (Khaliq) dunia ini dan oleh Yang Maha Mengetahui dengan dunia ini. Jagalah dirimu daripada yang menyibukkan dari dunia!. Se­sungguhnya dunia itu banyak menyibukkan. Tiada seorangpun yang membuka kepada dirinya suatu pintu kesibukan, melainkan mende­katilah pintu itu akan membuka kepadanya 10 pintu".
Al‑Hasan ra berkata pula "Kasihan anak Adam (manusia), yang rela/menyukai negeri, dimana yang halaInya itu diperhitungkan/di‑hisab‑kan dan yang haramnya itu diazab. Kalau diambilnya dari yang halal, niscaya ia dihisabkan/diperhitungkannya. Dan kalau diambilnya dari yang haram, niscaya ia dihisabkan. Dan kalau diambilnya dari yang haram, niscaya ia diazabkan. Anak Adam itu berdiri sendiri/bebas dengan hartanya dan tidak bebas dengan amal‑perbuatannya. Ia gem­bira dengan mala‑petaka pada agamanya dan ia berduka‑cita dengan mala‑petaka pada dunianya".
Al-Hasan menulis surat kepada Khalifah 'Umar bin 'Abdul ­'aziz, sebagai berikut: “Salam sejahtera kepadamu! Kemudian, maka engkau seakan‑akan dipenghabisan orang, yang telah dituliskan kepadanya kematian, dimana ia sudah ma­ti. Lalu 'Umar bin Abdul 'aziz menjawab surat Al‑Hasan itu, se­bagai berikut: “Salam sejahtera kepadamu! Engkau seakan‑akan di dunia dan engkau tidak ada di dunia itu. Dan engkau seakan‑akan di akhirat, di mana engkau senantiasa padanya.
AI‑Fudlail bin 'Iyadl ra berkata: "Masuk dalam dunia itu mudah. Akan tetapi keluar daripadanya sukar".
Setengah mereka berkata: "Sangat mengherankan, tentang o­rang yang rnengetahui, bahwa kematian itu benar, bagaimana ia ber­gembira! Sangat mengherankan, tentang orang yang mengetahui, bah­wa neraka itu benar, bagaimana ia tertawa! Sangat mengherankan, tentang orang yang melihat perputarannya dunia dengan penduduk­nya, bagaimana ia merasa tenteram kepada dunia! Sangat mengheran­kan, tentang orang yang tahu bahwa taqdir itu benar, bagaimana ia memayahkan dirinya!”
Datang kepada Muawiyah ra seorang laki‑laki dari Najran, yang berusia 200 tahun. Laki‑laki tersebut bertanya kepada Mu­awiyah tentang dunia, bagaimana ia mendapati dunia itu. Lalu Muawiyah menjawab: "Tahun‑tahun percobaan dan tahun‑tahun yang lapang. Hari demi hari dan malam demi malam. Dilahirkan anak dan binasa orang yang binasa. Maka jikalau tidak ada anak yang dilahir­kan, niscaya makhluk itu punah. Dan jikalau tidak ada yang binasa. niscaya dunia itu sempit dengan orang‑orang di dalamnya". Maka Muawiyah berkata kepada orang itu: "Mintalah apa yang engkau kehendaki!”. Laki‑laki tersebut menjawab: "Umur yang telah Ialu, maka kem­balikanlah atau ajalku yang hampir datang, maka tolakkanlah!”. Mu'awiyah menjawab: "Aku tiada mempunyai kekuasaan yang demikian". Maka laki‑laki itu berkata: "Kalau begitu, aku tidak memerlu­kan kepadamu!.
Dawud Ath‑Tha‑i ra berkata: "Hai anak Adam! Engkau gem­bira dengan tercapainya angan‑anganmu. Sesungguhnya, engkau men­capai angan‑angan itu dengan berlalunya ajalmu. Kemudian, engkau tangguhkan amal‑perbuatan engkau, yang manfa'atnya seakan‑akan untuk orang lain".
Bisyr bin Al-Harts At‑Hafi ra berkata: “Barangsiapa meminta dunia pada Allah maka sesungguhnya ia meminta pada Allah lamanya berdiri dihadapan Allah".
Abu Hazim berkata: “Tiada suatupun dalam dunia yang meng­gembirakan engkau, melainkan telah dilekatkan oleh Allah sesuatu kepadanya, yang memburukkan engkau".
Al-Hasan AI‑Bashari berkata: "Tidaklah keluar diri anak Adam dari dunia, melainkan dengan 3 kerugian: ia tidak kenyang dari apa yang dikumpulkannya, ia tidak memperoleh apa yang diangan‑angan­kannya dan ia tidak mendapat perbekalan yang baik bagi apa yang ditempuhnya". Ditanyakan kepada setengah hamba Allah: "Sudahkah engkau memperoleh kekayaan?". Hamba Allah itu menjawab: "Sesungguhnya diperoleh kekayaan oleh orang yang merdeka dari perbudakan dunia".
Abu Sulaiman Ad‑Darani ra berkata: “Tiada akan bersabar dari nafsu keinginan dunia, selain orang yang ada dalam hatinya, apa yang menyibukkannya dengan akhirat".
Malik bin Dinar ra berkata: “Kami membuat istilah (diflinisi) tentang kecintaan dunia. Lalu sebahagian kami tiada menyuruh se­bahagian yang lain. Tiada melarang sebahagian kami akan sebahagian yang lain. Dan tiada ditinggalkan kami oleh Allah kepada ini. Maka mudah‑mudahan kiranya, azab Allah yang mana yang akan turun atas kami?".
Abu Hazim ra berkata: “Kesedikitan dunia akan menyibukkan diri kebanyakan akhirat". AI‑Hasan Al‑Bashri ra berkata:"Hinakanlah dunia! Maka demi Allah, tiadalah dunia itu bagi seseorang, lebih sedap, selain bagi orang yang menghinakan nya".
Al-Hasan berkata pula: "Apabila dikehendaki oleh Allah ke­bajikan kepada seseorang hambaNya, niscaya dianugerahkanNya ke­pada hamba itu sesuatu anugerah dari dunia. Kemudian, ditahankan­Nya. Maka apabila telah habis, niscaya dikembalikannya. Dan apabila seorang hamba memandang mudah kepada Allah, niscaya Allah me­lapangkan dunia kepada hamba itu". Setengah mereka mengucapkan dalam do'anya: “Wahai yang memegang langit, bahwa langit itu jatuh di atas bumi, selain dengan izin engkau. Tahanlah dunia daripadaku!”.
Muhammad bin AI‑Munkadir berkata: "Adakah engkau melihat, jikalau ada kiranya orang yang berpuasa sepanjang masa, tiada pernah berbuka. Dan ia. bangun malam (untuk shalat), dimana ia tidak tidur. la bersedekah dengan hartanya, berjihad fi sabili'llah dan menjauhkan segala yang diharamkan oleh Allah. Lalu orang itu dibawa pada hari kiamat, maka dikatakan kepadanya, bahwa ini besar pada matanya, apa yang dipandang kecil oleh Allah. Dan kecil pada matanya, apa yang dipandang besar oleh Allah. Bagaimana engkau melihat akan keadaannya? Maka siapapun dari kita, tiadakah demiki­an? Dunia itu besar padanya, seperti apa yang kita kerjakan, dari dosa dan kesalahan".
Abu Hazim r.a berkata: "Bersangatanlah belanja dunia dan akhirat. Adapun belanja akhirat, maka engkau tiada memperoleh padanya pembantu. Dan adapun belanja dunia, maka engkau tiada memukul dengan tangan engkau, kepada sesuatu dari dunia, melainkan engkau dapati orang zalim, yang telah mendahului engkau kepadanya".
Abu 'Hurairah ra berkata: "Dunia itu terhenti antara langit dan bumi, seperti tempat air buruk. Dunia itu memanggil Tuhannya, semenjak Tuhan menjadikannya, sampai kepada hari, ia dihancurkan oleh Tuhan: "Hai Tuhanku! Hai Tuhanku Mengapa Engkau marah kepadaku?". Maka Tuhan berfirman kepadanya: "Diamlah, hai yang tidak apa‑apa!”.
Abdullah bin AI‑Mubarak ra berkata: "Kecintaan kepada dunia & dosa dalam hati yang telah menguasainya, maka kapankah kebajikan itu sampai kepadanya?"
Wahab bin Munabbih ra berkata: "Barangsiapa hatinya gembira dengan sesuatu dari dunia, maka ia telah menyalahkan hikmah. Barangsiapa menjadikan nafsu‑syahwatnya dibawah 2 tapak‑kakinya, niscaya ia telah menceraikan setan dari naungannya. Dan barangsiapa ilmunya dapat mengalahkan hawa‑nafsunya, maka dialah orang yang menang".
Orang berkata kepada Bisyr bin AI‑Harts ra: "Si Anu telah meninggal". Lalu Bisyr menjawab: "Orang tersebut telah mengumpulkan dunia dan ia pergi ke akhirat. la telah menyia‑nyiakan dirinya". Maka orang berkata lagi kepada Basyr: "Bahwa orang itu berbuat anu”. Mereka menyebutkan perbuatannya beberapa pintu kebajikan. Lalu basyr menjawab: “Dan ini tidak bermanfa'at baginya. Dan orang itu mengumpulkan dunia".
Setengah mereka berkata: "Dunia itu sendiri marah kepada kita dan kita mencintainya. Maka bagaimanakah, jikalau dunia itu mencintai kita?". Ditanyakan kepada seorang ahli hikmah/filosuf: "Dunia itu untuk siapa?". Ahli hikmah tersebut menjawab: "Untuk orang yang meninggal­kannya". Lalu ditanyakan pula: "Akhirat itu untuk siapa?". Ahli hikmah tadi menjawab: "Untuk orang yang mencarikannya". Seorang ahli hikmah berkata: "Dunia itu negeri yang runtuh dan yang paling runtuh dari dunia itu, hati orang yang membangunnya. Dan sorga itu negeri pembangunan. Dan yang paling terbangun daripadanya itu, hati orang yang mencarinya".
AI‑Junaid AI‑Baghdadi ra berkata: "Adalah Imam Asy‑Syafi ra termasuk murid yang berkata dengan lidah kebenaran dalam dunia. la memberi pelajaran saudaranya tentang zat Allah. la menakutkan saudaranya kepada Allah. Maka ia berkata: "Hai saudaraku! Sesungguhnya dunia itu tempat tergelincir dan negeri hina. Pembangun­annya itu menjadi keruntuhan. Penghuninya berkunjung kepekuburan. Penghimpunannya terhenti kepada perceraian. Kepayahan nya teralih kepada kemiskinan. Membanyakkan pada dunia itu menyusahkan. Kesusahan pada dunia itu kemudahan. Maka berlindunglah kepada Allah! Dan relalah dengan rezeki Allah! Jangan kamu meminjam dari negeri fanamu (dunia), untuk negeri kekalmu (akhirat)! Maka sesungguhnya hidupmu itu bayang‑bayang yang menghilang dan dinding yang mereng. Banyakkanlah amal‑perbuatanmu dan pendekkanlah angan‑anganmu!".
Ibrahim bin Adham ra bertanya kepada seorang laki‑laki: "Adakah sedirham dalam tidur, lebih engkau sukai atau sedinar dalam jaga?". Laki‑laki itu menjawab: "Se‑dinar dalam jaga". Ibrahim bin Adham ra Ialu menjawab: "Dusta kamu. Karena yang engkau sukai dalam dunia, adalah seakan‑akan engkau menyukai nya dalam tidur. Dan yang tiada engkau menyukainya di akhirat, adalah seakan‑akan engkau tiada menyukainya dalam jaga".
Diriwayatkan dari Ismail bin 'Ayyasy, yang mengatakan: "Adalah sahabat‑sahabat kami menamakan dunia itu: babi betina. Lalu mereka berkata: "Jauhilah dari kami, wahai babi betina!” Maka jikalau mereka mendapat nama lain yang lebih buruk dari itu, niscaya sesungguhnya mereka akan menamakan dunia itu dengan nama tersebut”.
Ka’ab berkata: “Sesungguhnya sangat mencintakan dunia kepada kamu, sehingga kamu menyembahnya dan penduduknya".
Yahya bin Ma'dz A‑Razi ra berkata: "Orang berakal itu 3orang yang meninggalkan dunia, sebelum dunia meninggalkannya, orang yang membuat perkuburan nya, sebelum ia memasukinya dan orang yang mencari kerelaan Khaliq (yang maha pencipta)nya, sebelum ia menjumpaiNya".
Yahya bin Ma’adz ra berkata pula: "Bahwa dunia, sampailah dari terkutuknya, bahwa ia mematikan kamu, karena dipermainkannya kamu dari menta'ati Allah. Maka bagaimanakah bisa jatuh dalam dunia?". 
Bakar bin Abdullah berkata: "Barangsiapa berkehendak untuk tidak memerlukan dunia, dengan dunia, niscaya adalah ia seperti pemadam api dengan rumput kering".
Bindar bin Al-Husain asy‑Syirazi berkata: "Apabila engkau melihat anak‑anak dunia, memperkatakan tentang zuhud, maka ketahuilah, bahwa mereka dalam paksaan setan". Bindar berkata pula: “Barangsiapa menghadap kepada dunia, niscaya ia dibakar oleh api dunia. Ya'ni: “RAKUS”. Sehingga ia menjadi abu. Dan barang siapa, menghadap kepada akhirat, niscaya akhirat itu mernbersihkannya, dengan nurnya. Lalu ia menjadi sepotong emas, yang dapat dimanfaatkan nya. Dan barangsiapa menghadap kepada Allah 'Azza wa Jalla, niscaya ia dibakar oleh nur keesaan. Maka ia menjadi permata, yang tiada batas nilainya".
Ali ra berkata: "Sesungguhnya dunia itu 6 perkara: yang di makan, yang diminum, yang dipakai, yang dikendarai, yang dikawini dan yang diciumi. Maka makanan yang termulia, ialah: madu. Yaitu: yang dikeluarkan lebah dari mulutnya. Minuman yang termulia, ialah: AIR. Sama saja tentang air ini, orang yang berbuat baik dan orang yang berbuat fasiq. Pakaian yang termulia, ialah: sutera. Dan itu: anyaman ulat. Kendaraan yang termulia, ialah: kuda. Dan diatas kuda ini, ia membunuh orang (dalam peperangan). Yang termulia dari yang dikawini, ialah: wanita. Dan itu: tempat kencing dalam tempat kencing. Dan wanita itu sesungguhnya menghiaskan sesuatu yang terbagus daripadanya. Dan dimaksudkan, sesuatu yang terburuk dari padanya. Dan yang termulia dari yang dicium, ialah: kasturi. Dan kasturi itu darah.
PENJELASAN: pengajaran‑pengajaran tentang tercelanya dunia dan sifatnya dunia.
Setengah mereka berkata: "Hai manusia! Bekerjalah perlahan‑lahan! Hendaklah kamu itu takut kepada Allah! Janganlah kamu tertipu dengan angan‑angan lupa akan ajal! Janganlah kamu cenderung kepada dunia! Sesungguhnya dunia itu menyalahi janji dan menipu. Ia menggubah tutur‑katanya dengan dusta kepadamu dengan tipuannya. la berbuat fitnah kepadamu dengan angan‑angannya. la menghiaskan percakapannya, seperti penganten puteri yang datang kepada suami­nya. Semua mata memandang kepada dunia. Hati terpaut kepadanya. Dan masing‑masing orang asyik melihatnya. Maka banyaklah orang yang asyik kepadanya, dibunuhnya. Orang yang tenang kepadanya, dihinakannya. Maka pandanglah kepada dunia itu, dengan mata yang sebenarnya! Sesungguhnya dunia itu negeri yang banyak bahayanya. la dicela oleh Khaliq (yang maha pencipta)-nya. Yang baru daripadanya itu busuk. Yang memilikinya itu binasa. Yang mulia daripadanya itu hina. Yang ba­nyaknya itu sedikit. Yang menyukainya itu mati. Yang kebajikannya itu lenyap. Maka bangunlah‑kiranya Allah mencurahkan rahmat kepa­damu ‑ dari kelalaianmu! Dan sadarlah dari ketiduranmu, sebelum dikatakan: si Anu itu sakit atau sakit setruk yang berat! Maka adakah yang menunjukkan obat? Atau adakah memperoleh jalan kepada dok­ter? Lalu dipanggil dokter‑dokter bagimu. Dan tiada diharapkan sem­buh kamu. Kemudian, dikatakan: si Anu telah membuat wasiat dan telah dihitung hartanya. Kemudian, dikatakan: lidahnya sudah berat. la tidak dapat berkata‑kata dengan saudara ‑ saudaranya. Dan ia tidak mengenal lagi tetangganya. Dan berkeringatlah ketika itu tepi dahimu. Berturut‑turutlah kamu mengerang kesakitan. Tetaplah keyakinanmu. Terangkatlah pelupuk matamu. Benarlah sangkaan‑sangkaanmu. Ga­gaplah lidahmu. Menangislah saudara‑saudaramu. Dan orang menga­takan kepadamu: Ini puteramu si Anu. Ini saudaramu si Anu. Engkau dilarang dari berkata‑kata. Maka engkau tidak menuturkan kata‑kata oleh orang yang tidak mengenalnya. Dan padanya kematiannya. Maka hendaklah engkau pada dunia itu, seperti orang yang mengobati lukanya. la menjaga yang sedikit, karena takut apa yang tiada disukainya pada masa yang panjang. la bersabar atas kerasnya obat, karena takut lamanya penyakit. Maka awaslah akan negeri ini, yang menyalahi janji, yang menipu, yang me­nyesatkan, yang menghiasi dengan tipuannya dan yang membuat fitnah dengan tipu‑dayanya. Dunia itu membuat sekarang dengan angan ‑ angannya dan membuat untuk masa depan dengan perkataannya.
Maka jadilah dunia itu seperti penganten puteri yang datang kepada suaminya. Semua mata memandang kepada­nya. Semua hati tertarik kepadanya. Semua jiwa asyik baginya Dan ia marah bagi suaminya semuanya. Maka tidaklah yang tinggal itu dihitung dengan yang Ialu. Tidaklah yang akhir itu, terhalau dengan yang awal. Dan tidaklah orang yang mengenal Allah 'Azza wa Jalla, ketika ia menceriterakan tentang dunia itu, teringat. Lalu ia asyik bagi dunia, yang telah diperoleh nya dari dunia, dengan keperluannya. Lalu ia tertipu dan durhaka dan lupa akan tempat kembali (hari akhirat). Maka sibuklah hatinya pada dunia, sehingga tergelincirlah tapak‑kakinya. Lalu besarlah penyesalannya dan banyaklah kerugiannya. Berkumpul­lah padanya sakratul‑maut dan yang memedihkannya. Dan keru­gian luputnya waktu yang memarahkannya. Dan orang yang gemar pada dunia itu, tiada akan memperoleh apa yang dicari­nya. Dan tiada akan menyenangkan dirinya dari kepayahan. Lalu ia ke luar, tanpa perbekalan. Dan ia datang, tanpa perse­diaan. Maka awaslah dari dunia itu, wahai Amirul‑mu'minin! Dicapkan atas lidah engkau, Ialu lidah itu tidak lancar. Kemudian, datanglah pada engkau hukum (qodo') Tuhan. Dicabutkan nyawa engkau dari anggota badan. Kemudian dinaikkan ke langit. Maka berkumpullah ketika itu saudara‑saudara engkau. Didatangkan kain kafan engkau. Lalu mereka memandikan engkau dan mengkafankan engkau. Maka terputuslah orang‑orang yang berkunjung kepada eng­kau dan merasa senanglah orang‑orang yang dengki kepada engkau. Dan berpalinglah keluarga engkau kepada harta engkau. Dan tinggal­lah engkau terkurung dengan amal‑perbuatan engkau".
Setengah mereka berkata kepada sebahagian raja‑raja: "Sesung­guhnya manusia yang lebih berhak mencela dunia dan marah kepada dunia, ialah: orang yang dibentangkan jalan kehidupan baginya, da­lam dunia dan diberikan keperluannya dari dunia. Karena ia menanti­kan bahaya yang menimpa hartanya, Ialu membinasakan harta itu. Atau menimpa atas perkumpulannya, lalu menceraikannya. Atau bahaya itu datang kepada kekuasaannya, Ialu meruntuhkan kekuasaan itu dari sendi‑sendinya Atau bahaya itu merangkak pada tubuhnya, lalu mendatangkan penyakit atas dirinya. Atau bahaya itu menyakit­kannya dengan sesuatu, dimana ia kikir dengan sesuatu itu diantara teman‑temannya. Maka dunia itu lebih berhak dicela. Dunialah yang mengambil, apa yang diberikannya. Yang meminta kembali apa yang diserahkannya. Sedang dunia itu menertawakan kawannya, ketika ia menertawakan orang lain. Sedangkan dunia itu menangisi kawannya. ketika ia menangisi orang lain. Sedang dunia itu membentangkan tapak ­tangannya, dengan pemberian, ketika ia membentangkannya dengan mengambil kembali yang diberikan itu. Maka dunia itu mengikatkan mahkota atas kepala kawannya pada hari ini dan ditanamkannya dengan tanah pada hari besok. Sama saja pada dunia itu, pergi yang pergi dan tinggal yang tinggal. Dunia itu mendapati pada yang tinggal dari yang pergi, sebagai gantinya. Dan rela dengan semua, dari semua, sebagai penggantinya".
Al-Hasan AI‑Bashari ra menulis surat kepada Khalifah 'Umar bin Abdul‑'aziz, sebagai berikut: Adapun kemudian, sesungguhnya dunia itu negeri perantauan, tidak negeri ketetapan. Adam as diturunkan dari sorga kedunia, karena siksaan. Maka takutilah dunia itu, wahai Amirul­ mu'minin! Sesungguhnya perbekalan dari dunia itu, ialah: me­ninggalkannya. Kekayaan dari dunia itu, ialah: kemiskinannya pada setiap ketika, dunia itu mempunyai pembunuhan. Dunia itu menghina orang yang memuliakannya. Memiskinkan Orang yang mengumpulkannya. Dunia itu seperti racun, yang dimakan. Hendaklah ada engkau itu gembira akan apa yang ada engkau padanya! Dan awasilah diri, akan apa yang akan ada engkau untuknya! Maka sesungguhnya teman dunia itu, tiap kali ia tenang dari dunia kepada kegembiraan, niscaya dunia itu mener­bitkannya kepada yang tiada disukai. Yang suka pada orang dunia itu tertipu. Yang bermanfa`at pada dunia itu, menipu yang mendatangkan melarat. Sesungguhnya sampailah kelapang­an dari dunia itu dengan bencana. Dan yang kekal pada dunia itu dijadikan kepada kehancuran. Maka kegembiraan dunia itu bercampur dengan kesedihan. Tiada kembali daripadanya, apa yang berpaling dan yang membelakang. Dan tiada diketahuinya apa yang akan datang, lalu ditungguinya. Cita‑cita dunia itu dusta dan angan‑angannya itu batil/salah.  Kejernihannya itu keruh. Dan kehidupan nya itu susah
Anak Adam padanya diatas baha­ya, kalau ia berakal dan memperhatikan. Maka ia dari nikmat itu atas bahaya dan dari bencana itu atas ketakutan. Maka jikalau adalah Khaliq (yang maha pencipta) tiada memberitakan dari hal dunia suatu berita dan tiada membuat suatu contoh perumpamaan bagi du­nia, niscaya adalah dunia itu telah membangunkan orang tidur dan memperingatkan orang yang lalai. Maka bagaimanakah de­mikian? Sesungguhnya telah datang dari Allah 'Azza wa Jalla, yang menggertak. Dan dalam dunia itu, ada yang memberi peng­ajaran. Maka tiadalah bagi dunia itu, nilai pada sisi Allah Yang Maha Agung pujianNya. Dan la tiadalah memandang kepada dunia itu, semenjak dijadikannya. Dan sudah diunjukkan dunia itu kepada Nabi saw dengan kunci‑kunci dan gudang‑gu­dangaya. Tiada mengurangi yang demikian pada sisi Allah, sebagai sehelai sayap lalat. Maka Nabi saw enggan menerima­nya. Karena beliau tidak suka, akan menyalahi terhadap Allah, akan perintahNya. Atau menyukai, apa yang dimarahi oleh Khaliq (yang maha pencipta)nya. Atau meninggikan apa yang direndahkan oleh Pemilik­nya. Maka ALLAH menyingkirkan dunia itu dari orang‑orang shalih, untuk percobaan. Dan Ia membentangkan dunia itu bagi musuh-­musuhNYA untuk tipuan. Lalu disangka oleh orang yang tertipu dengan dunia dan yang menguasai dunia, bahwa ia memperoleh kemuliaan dengan dunia itu. Dan ia lupa apa yang diperbuat oleh Allah 'Azza wa Jalla, dengan Nabi Muhammad saw, keti­ka ia mengikatkan batu atas perutnya. Dan telah datang riwayat dari Nabi saw dari Tuhannya 'Azza wa Jalla, bahwa Tuhan berfirman kepada Musa as: “Apabila engkau melihat kekayaan datang berhadapan, maka katakanlah: "Dosa yang menyegerakan siksaannya". Dan apabila engkau melihat kemis­kinan datang berhadapan, maka katakanlah: "Selamat datang, dengan pertanda orang‑orang shalih".
Dan jikalau engkau mau, maka ikutilah Isa Ibnu Maryam as Shahibi’rruhi wal‑kalimah (Nabi Isa as digelarkan dengan: Ruhu'llah/roh Allah dan Kalimatu'llah / kalimat Allah). Sesungguhnya Nabi Isa a.s berkata: "Santapanku itu lapar dan pertandaku itu takut. Pakaianku itu bulu. Pemanasan tubuhku pada musim dingin itu tempat duduk berpanas‑matahari. Lam­puku itu bulan. Kendaraan itu dua kakiku. Makananku dan buah‑buahanku itu, apa yang ditumbuhkan oleh bumi. Aku ber­malam dan aku tidak mempunyai apa‑apa. Aku berpagi-hari & aku tiada mempunyai apa‑apa. Dan tiada seorangpun diatas bumi, yang lebih kaya daripadaku".
Wahab bin Munabbih berkata: "Tatkala Allah 'Azza wa Jalla mengutus Musa & Harun as kepada Fir'aun, maka Allah Ta’ala berfirman: "Jangan mengejutkan kamu berdua oleh pakaiannya yang dipakaikannya dari dunia. Maka sesungguhnya ubun‑ubunnya adalah di TanganKu. Ia tidak berkata‑kata, tidak menoleh & tidak berna­fas, selain dengan keizinanKu. Dan jangan mengherankan kamu ber­dua oleh apa yang diambilkannya kesenangan dari dunia. Sesungguh­nya itu adalah kembang kehidupan dunia dan perhiasan orang‑orang yang royal. Jikalau AKU berkehendak menghiaskan kamu berdua dengan perhiasan dari dunia, yang akan dikenal oleh Fir'aun ketika dilihatnya, bahwa kekuasaannya itu lemah dari apa yang diberikan kepada kamu berdua, niscaya akan AKU perbuat. A­kan tetapi AKU tiada menyukai yang demikian dengan kamu berdua. Maka AKU singkirkan yang demikian dari kamu berdua. Dan begitu pula AKU perbuat dengan wali‑waliKU. Sesungguhnya AKU menolak mereka dari kenikmatan dunia, sebagaimana penggembala yang penuh kasih‑sayang, menolak kambing ternaknya dari tempat‑tempat yang membinasakan.Dan AKU sesungguhnya menjauhkan mereka dari ke­lazatan dunia,sebagaimana penggembala yang penuh kasih-sayang,  menjauhkan untanya dari tempat‑tempat yang Ialai. Dan tidaklah yang demikian itu karena hinanya mereka kepadaKU. Akan tetapi, untuk mereka menerima dengan sempurna bahagiannya dari kemulia­anKU(kiramah‑Ku), dengan sejahtera lagi sempurna. Sesungguhnya wali‑waliKu itu berhias bagiKu dengan kehinaan, ketakutan, keren­dahan diri & ketaqwaan, yang tumbuh dalam hati mereka & menampak pada tubuh mereka. Maka itu, adalah pakaian mereka yang dipakainya. Kain selimut mereka yang dilahirkannya. Hati nu­rani (dlamir) mereka yang dirasakannya. Kelepasan mereka yang di­perolehnya akan kelepasan itu. Harapan mereka yang diangan‑angan­kannya. Kemegahan mereka yang dibanggakannya. Dan tanda mere­ka, yang dengan tanda tersebut, mereka dapat dikenal. Maka apabila engkau menjumpai mereka, maka rendahkanlah dirimu ke­pada mereka. Dan hinakanlah hatimu & lidahmu kepada mereka! Dan ketahuilah, bahwa barangsiapa mempertakutkan seorang wali kepadaKu, maka ia melawan AKU dengan berperang. Kemudian, AKU penentangnya pada hari kiamat".
Pada suatu hari, Ali ra mengucapkan khutbah (pidato). Ia berkata pada pidato tersebut: "Ketahuilah, bahwa kamu itu mati & dibangkitkan sesudah mati. Kamu itu terhenti atas amal‑perbuatanmu dan kamu dibalas atas amal‑perbuatan tersebut. Maka janganlah ka­mu ditipu oleh kehidupan duniawi. Sesungguhnya kehidupan duniawi itu, diliputi dengan percobaan, dikenal dengan kehancuran dan disifat­kan dengan tipuan. Setiap yang dalam kehidupan duniawi itu, menuju kepada hilang. Maka kehidupan duniawi itu, diantara penduduknya silih berganti dan bertukar. Semua keadannya tiada yang kekal. Dan tiada yang selamat para yang menempatinya, dari kejahatannya. Se­dang penduduknya dari kehidupan duniawi itu, dalam kelapangan dan kegembiraan. Maka tiba‑tiba mereka dari kehidupan duniawi itu, da­lam percobaan dan tipuan. Keadaannya bermacam‑macam dan kali berkali berubah‑ubah. Kehidupan dalam dunia itu tercela. Kelapangan hidup padanya, tiada kekal.
Sesungguhnya, penduduknya dalam kehi­dupan duniawi itu mempunyai maksud‑maksud yang menjadi tujuan, yang melemparkan mereka dengan anak panahnya dan menjauhkan mereka dengan kematian yang segera. Setiap kematiannya dalam kehi­dupan duniawi itu menurut taqdir pada azali ( tida kesudahan / permulaan ). Dan bahagianya pada kehidupan duniawi itu disempurnakan. Ketahuilah, wahai hamba Al­lah! Sesungguhnya kamu dan apa yang ada kamu padanya dari dunia ini, adalah atas jalan orang yang telah lalu, dari orang‑orang yang lebih panjang umurnya dari kamu, yang lebih hebat keperkasaannya dari kamu, lebih makmur negerinya dan lebih jauh bekas‑bekasnya. Lalu jadilah suara mereka tenang & padam, dari sesudah panjang perputarannya. Tubuh mereka busuk. Rumah mereka di atas singga­sananya kosong & bekas‑bekasnya hancur. Mereka menggantikan istana‑istana yang kokoh, tempat tidur & bantal-bantal yang terse­dia, dengan batu‑batu besar & batu‑batu yang disandarkan pada pekuburan, yang menempel & berlobang lihad/liang lahad. Maka tempatnya itu berdekatan & penghuninya itu merasa asing, di antara penduduk bangunan yang kesunyian dan penduduk tempat yang kesibukan. Mereka tiada berjinak‑jinak dengan kemajuan dan tidak sambung‑me­nyambung silaturrahim, sebagai sambungan silaturrahimnya tetangga dan teman‑teman, terhadap apa yang ada di antara mereka, dari dekatnya tempat, tetangga dan hampirnya rumah. Bagaimana adanya sambung‑menyambung silaturrahirn diantara mereka, sedang mereka telah digiling dengan dadanya oleh kehancuran dan dimakan oleh batu besar dan tanah basah? Dan mereka telah menjadi orang mati sesudah hidup, menjadi berhancuran sesudah kecermelangan hidup, yang me­ngejutkan teman‑sejawat. Mereka menetap di bawah tanah dan be­rangkat pergi. Lalu mereka tiada kembali lagi. Jauhlah dia ~ jauhlah dia........ ”Sekali-kali tidak! Sesungguhnya perkataan itu hanya sekedar dapat diucapkan.
Di hadapan mereka ada barzakh (dinding yang memba­tasi), sampai hari mereka dibangkitkan". S 23 Al Mukminuun ayat 100. Maka seolah‑olah kamu telah menjadi, kepada apa yang mereka telah jadi, dari kehancuran dan sendirian dalam negeri tempat kembali. Mereka terkurung pada tempat berbaring itu dan kamu dicampurkan oleh tempat simpanan tersebut. Maka bagaimanakah dengan kamu, jikalau kamu melihat dengan mata urusan‑urusan itu, pekuburan‑pekuburan dibongkar dan dibukakan apa yang di dalam hati ? Dan kamu disuruh berdiri untuk memperolehnya di hadapan Raja Yang Maha Mulia? Maka terbanglah hati karena takutnya dari dosa‑dosa yang lalu. Dan pecahlah dinding (hijab) dan tirai dari kamu. Lahirlah kekurangan‑kekurangan dan raha­sia‑rahasia daripada kamu. Disitulah dibalas tiap‑tiap diri, menurut apa yang diusahakannya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman: “Supaya Dia memberikan pembalasan kepada orang‑orang yang mengerjakan kejahatan menurut pekerjaannya dan memberikan balas­an yang lebih baik kepada orang‑orang yang mengerjakan kebaikkan”. S 53 An Najm ayat 31. Allah Ta’ala berfirman: ”Dan diletakkan kitab (buku amalan), Ialu engkau lihat orang‑orang yang bersalah itu merasa ketakutan kepada apa yang didalamnya”. S 18 AI Kahfi ayat 49. Kiranya Allah menjadikan kami dan anda sekalian, berbuat me­nurut KitabNya, mengikuti wali‑waliNya. Sehingga Ia menempatkan kami dan anda sekalian, pada negeri ketetapan dengan kurniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji, lagi Maha Mulia.
Setengah ahli hikmah berkata: "Hari‑hari itu adalah anak panah dan manusia itu tujuannya. Masa itu melemparkan engkau setiap hari dengan anak‑panahnya. Dan mengurangkan engkau dengan malam dan siangnya, sehingga habiskan semua bahagian‑bahagian eng­kau. Maka bagaimanakah kekal keselamatan engkau serta jatuhnya hari‑hari pada engkau dan cepatnya malam‑malam pada tubuh eng­kau? Jikalau terbuka bagi engkau, dari apa yang didatangkan oleh hari‑hari pada engkau dari kekurangan, niscaya engkau merasa liar dari setiap hari yang datang kepada engkau. Dan engkau merasa berat berIalunya waktu pada engkau. Akan tetapi, pengaturan Allah diatas pengaturan pemikiran. Dan dengan melupakan godaan-godaan dunia, niscaya akan diperoleh rasa keenakannya. Dan sesunngguhnya godaan dunia itu lebih pahit dari buah peria/pare, apabila dianalisa oleh ahli hikmah. Dan sesungguhnya melemahkan orang yang menyifatkan ke­kurangan‑kekurangan dunia, dengan perbuatan‑perbuatan­nya. Dan apa yang didatangkannya dari keganjilan‑ganjilan itu. Lebih banyak dari apa yang diketahui oleh seorang juru pengajaran.
Wahai Allah Tuhanku! Tunjukilah kami kepada yang betul. Setengah ahli hikmah berkata dan ia telah menyifatkan dunia dan mengumpamakan kekalnya dunia itu, Ialu berkata: "Dunia itu waktu­mu, yang kembali kepadamu padanya matamu. Karena apa yang telah berlalu daripadamu, maka telah lenyap bagimu mendapatinya. Dan apa yang tidak datang, maka tiada bagimu pengetahuan dengan yang demikian. Masa itu hari yang mendatang, yang diberitakan oleh malam nya, yang dilalui oleh jam‑jamnya. Dan peristiwa‑peristiwanya berturut‑turut datang kepada manusia, dengan perobahan dan keku­rangan. Dan masa itu mewakilkan dengan pecahnya kumpulan‑kum­pulan, sumbingnya persatuan dan berpindahnya kerajaan‑kerajaan. Dan angan‑angan itu panjang, umur itu pendek dan kepada Allah kembali segala urusan".
'Umar bin 'Abdul‑'aziz ra berkhutbah, seraya berkata: "Wa­hai manusia!  Sesungguhnya kamu dijadikan, untuk sesuatu hal. Jika­lau kamu membenarkannya, maka sesungguhnya kamu itu bodoh. Dan jikalau kamu mendustakannya, maka sesungguhnya kamu itu binasa. Sesungguhnya kamu dijadikan untuk selama‑lamanya. Akan tetapi kamu dari rumah ke rumah kamu berpindah. Wahai hamba Allah! Sesungguhnya kamu dalam rumah. Bagimu dalam rumah itu dari makananmu yang mencekekkan. Dari minumanmu yang me­nyangkut pada leher. Tiada bersih bagimu nikmat yang engkau gem­bira dengan nikmat itu, selain dengan menceraikan yang lain, yang engkau tidak suka menceraikan yang lain, yang engkau tidak suka menceraikannya. Maka berbuatlah untuk apa yang engkau kembali kepadanya dan kekal di dalamnya". Kemudian, 'Umar bin 'Abdul Aziz itu dikerasi oleh tangisan, lalu ia turun (dari mimbar).
Ali ra berkata dalam khutbahnya: "Aku wasiatkan kamu, ber­taqwa kepada Allah dan meninggalkan dunia yang meninggalkan ka­mu, walaupun kamu tiada menyukai meninggalkannya, yang membu­sukkan tubuhmu, sedang kamu menghendaki pembaruannya. Se­sungguhnya kamu dan dunia itu adalah seperti suatu kaum dalam perjalanan yang menjalani suatu jalan. Dan seolah‑olah mereka sudah selesai menempuh jalan tersebut. Mereka membawa diri kepada suatu mercu‑suar, lalu seolah‑olah mereka telah sampai ke tempat tersebut. Banyak yang mengharap supaya berlakulah yang berlaku, sehingga sampailah kepada tujuan. Dan banyak yang mengharap supaya kekal­lah orang yang mempunyai sehari dalam dunia. Orang yang mencari yang segera, akan mencarinya, sehingga ia berpisah dengan dunia itu. Maka janganlah kamu bergundah hati, karena buruknya dan melarat­nya dunia itu! Karena sesungguhnya menuju kepada terputus. Dan janganlah kamu bergembira dengan harta‑benda dan kenikmatan du­nia. Maka sesungguhnya itu menuju kepada hilang. Aku heran kepada orang yang mencari dunia, dan mati mencari dia. Dan orang yang lalai, sedang dia tidak dilalaikan orang (tidak dilupakan orang)".
Muhammad bin Al Husain berkata: "Tatkala diketahui oleh ahli kelebihan (orang yang mempunyai kelebihan), oleh ahli ilmu, ahli ma'rifah dan ahli adab, bahwa Allah 'Azza wa Jalla telah menghina­kan dunia dan bahwa Ia tidak rela dunia itu untuk wali-waliNya dan bahwa dunia itu pada sisiNYA hina  lagi sedikit dan bahwa Rasul Allah saw berlaku zuhud pada dunia dan memperingatkan shahabat‑sha­habatnya dan fitnah dunia, maka mereka itu tadi memakan dari dunia dengan sederhana, mengerjakan keutamaan, mengambil dari dunia apa yang memadai dan meninggalkan apa yang melalaikan. Mereka memakai dari pakaian apa yang menutupkan aurat, memakan dari makanan yang sekurang‑kurangnya, daripada yang menyumbatkan ke­laparan. Dan mereka memandang kepada dunia dengan pandangan, bahwa dunia itu fana dan memandang kepada akhirat, bahwa akhirat itu kekal. Lalu mereka menyiapkan perbekalan dari dunia. seperti perbekalan orang yang berkenderaan. Maka mereka merobohkan du­nia dan membangun akhirat. Mereka memandang kepada akhirat de­ngan hati mereka. Lalu mereka tahu, bahwa mereka akan memandang kepada akhirat itu dengan mata mereka. Lalu mereka berangkat ke akhirat itu dengan hatinya. Karena mereka tahu, bahwa mereka akan berangkat ke akhirat itu dengan tubuh mereka. Mereka payah sedikit dan memperoleh kenikmatan pada waktu panjang. Semua itu dengan taufiq Tuhan mereka Yang Maha mulia. Mereka mencintai apa yang dicintai oleh Tuhan bagi mereka. Dan mereka tiada menyukai apa yang tiada disukai oleh Tuhan bagi mereka.
PENJELASAN. Sifat dunia dengan contoh‑contoh.
Ketahuilah, bahwa dunia itu lekas fana dan dekat akan berlalu. Dunia itu berjanji dengan kekekalan. Kemudian ia menyalahi pada penepatan janji itu. Engkau memandang kepada dunia, Ialu engkau melihatnya tenang dan tetap. Padahal ia berjalan dengan cepat sekali. Dan ia berangkat dengan sangat segera. Akan tetapi orang yang me­mandang kepadanya, kadang‑kadang tidak merasa dengan gerakan­nya. Lalu merasa tenang kepada dunia itu. Sesungguhnya ia merasa, ketika dunia itu sudah berlalu. Dan dunia itu seumpama bayang‑ba­yang. Bayang‑bayang itu bergerak, lagi tetap. Bergerak pada hakikat/makna­nya dan tetap pada zahiriahnya. Gerakannya tidak diketahui dengan penglihatan zahiriah, akan tetapi dengan pandangan batiniah. Tatkala disebutkan dunia pada Al-Hasan AI‑Bashar ii ra, lalu ia bermadah dan berkata:
Mimpi tidur
atau laksana bayang‑bayang yang hilang.
Bahwa orang yang berakal,
tiada akan tertipu dengan seperti itu .......
Adalah AI‑Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra banyak memberi contoh dan berpantun:
Wahai orang yang suka kesenangan dunia,
kesenangan itu tidak kekal ..........
Sesungguhnya tertipu dengan bayang-bayang yang hilang,
adalah suatu kebodohan.
Orang mengatakan, bahwa pantun ini, dari ucapan Al-Hasan bin Ali. Diceriterakan orang, bahwa seorang Arab dusun singgah pada suatu kaum. Lalu kaum itu menyuguhkan kepadanya makanan. Lalu ia makan. Kemudian, ia berdiri pada bayang‑bayang kemah mereka. Lalu ia tidur di situ. Kaum itu Ialu membuka kemah­nya. Maka kenalah matahari pada Arab dusun tadi. Lalu ia terbangun dan berdiri. Ia bermadah:
Ketahuilah, bahwa dunia,
adalah seperti bayang‑bayang yang engkau bina.
Tak dapat tidak pada suatu hari,
bahwa bayang‑bayang itu akan hilang.
Begitu pula dikatakan:
Sesungguhnya manusia,
dunianya itu cita‑citanya terbesar.
Adalah ia pemegang dunia,
dengan tali penipuan.
Contoh lain bagi dunia dari segi penipuan dengan khayalan­-khayalannya, kemudian jatuh daripadanya, sesudah ia terlepas  ialah: penyerupaan khayalan tidur dan igau‑igauan mimpi. Bersabda: Rasulullah saw:  “Dunia itu mimpi Penghuninya di atas dunia itu diberi ganjaran dan disiksakan”.
 Yunus bin 'Ubaid berkata: ”Tiada aku serupakan diriku dalam dunia, selain seperti seorang laki‑laki yang tidur. Lalu ia bermimpi dalam tidurnya, apa yang tiada disukainya dan apa yang disukainya. Maka dimana ia seperti demikian, tiba‑tiba ia tersentak bangun. Maka begitu pulalah manusia itu tidur. Lalu apabila ia telah mati, niscaya ia tersentak bangun. Tiba‑tiba tiada suatupun di tangannya, dari apa yang cenderung hatinya kepadanya dan disenanginya".
Ditanyakan orang kepada setengah ahli hikmah: "Barang apa­kah yang lebih menyerupai dengan dunia?" Ahli hikmah itu menjawab: "Mimpi orang tidur". Contoh lain bagi dunia dalam permusuhannya bagi penghuni dan pembinasaannya bagi putera‑putrinya. Ketahuilah, bahwa sifat dunia itu, pertama‑tama berlemah‑lem­but pada penipuan. Dan pada akhirnya, menyampaikan kepada kebi­nasaan. Dunia itu, laksana seorang wanita, yang berhias untuk berbi­cara. Sehingga, apabila ia kawin dengan mereka, niscaya disembelih­kannya.
Sesungguhnya diriwayatkan, bahwa Isa as tersingkap baginya dunia. Maka ia melihat dunia itu dalam bentuk wanita tua, yang ompong. Padanya bermacam perhiasan. Lalu Isa as bertanya kepa­danya: "Berapa kali engkau sudah kawin?" Wanita tua itu menjawab: "Tidak dapat aku hitung kalinya". Lalu Isa as menjawab: "Semua mereka mati dari engkau atau semua mereka menceraikan engkau?" Wanita itu menjawab: "Malahan, semua mereka aku bunuh". Lalu Isa as berkata: "Celakalah bagi suami‑suami engkau yang masih tinggal. Bagaimana mereka tiada mengambil pengajaran dengan suami‑suami engkau yang lalu? Bagaimana engkau binasakan mereka, satu demi satu dan mereka tidak berjaga‑jaga dari engkau".
Contoh lain bagi dunia, tentang menyalahi zahiriyahnya dari batiniyahnya: Ketahuilah, bahwa dunia itu terhias zahiriyahnya dan keji ba­tiniyahnya. Dunia itu serupa dengan wanita tua yang berhias, yang menipu manusia dengan zahiriyahnya. Maka apabila mereka mengeta­hui batiniyahnya dan menyingkapkan tudung (kain penutup) dari mu­kanya, niscaya tergambarlah bagi mereka keburukan wanita tua itu. Lalu mereka menyesal mengikutinya. Dan mereka malu dari kelemah­an pikirannya, tentang tertipu dengan zahiriyah wanita itu.
Al-‘Ala bin Ziyad berkata: "Aku bermimpi dalam tidur men­jumpai seorang wanita tua, yang sudah lanjut usianya. Kulitnya terba­lut dengan semua perhiasan dunia. Manusia terhenti kepadanya, dengan penuh keheranan, memandang kepadanya. Lalu aku datang, aku pandang dan aku merasa heran, dari pandangan mereka kepada wani­ta itu. Dan kedatangan mereka kepadanya. Lalu aku bertanya kepada wanita itu: "Celaka, siapa engkau?"  Wanita itu menjawab: "Apakah engkau tiada mengenal aku?" Aku menjawab: "Aku tidak tahu, siapa engkau!”  Wanita itu lalu menjawab: "Aku dunia!” Maka aku berkata: "A'udzu bil'llaah! Aku berlindung dengan Allah dari kejahatan engkau". Lalu wanita itu menjawab: "Jikalau engkau menyukai untuk engkau terlindung dari kejahatanku, maka marahilah dirham!”
Abubakar bin 'Ayyasy berkata: "Aku bermimpi dunia dalam tidur, sebagai seorang wanita tua, yang buruk bentuknya, yang sudah beruban. la bertepuk dengan dua tangannya dan di belakangnya orang ramai, yang mengikutinya, bertepuk tangan dan menari. Tatkala wani­ta itu berhadapan dengan aku, Ialu ia datang kepadaku, seraya berka­ta: "Jikalau aku peroleh engkau, niscaya akan aku perbuat dengan engkau, seperti apa yang telah aku perbuat dengan mereka". Kemudian, Abubakar bin ‘Ayyay itu menangis dan berkata: "Aku bermimpi ini, sebelum aku datang ke Bagdat”.
At‑Fudlail bin 'IyadI berkata: "Ibnu 'Abbas berkata: "Dunia itu dibawa pada hari kiamat, dalam bentuk seorang wanita tua, yang sudah beruban, yang pucat. Giginya tampak ke luar, bentuknya bu­ruk. Lalu ia dipersilahkan kepada khalayak ramai”. Maka ditanyakan kepada mereka: "Adakah kamu kenal ini?" Lalu mereka itu menjawab: "Na'uudzu bi'llaah! Kami berlindung dengan Allah, daripada mengenal ini!” Lalu dijawab: "Inilah dunia yang kamu sembelih-Menyem belih diatasnya. Dengan sebab dunia, kamu putus‑memutuskan silaturra­him, kamu dengki‑mendengki, kamu marah‑memarahi dan kamu tertipu". Kemudian, dunia itu dilemparkan dalam neraka jahamam. Ma­ka dunia itu berseru: "Hai Tuhanku! Mana pengikutku dan golongan­ku?" Maka Allah 'azza wa Jalla berfirman: "Hubungkanlah dengan dia pengikutnya dan golongannya!”
AI‑Fudlail ra berkata: “Sampai kepadaku, bahwa seorang laki-­laki dinaikkan ruhnya. Maka tiba‑tiba di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita, yang memakai semua perhiasan, dari pakaian emas dan kain‑kain. Tiada seorangpun yang lalu dekatnya, melainkan dilukainya. Tiba‑tiba wanita itu membelakang, maka dia adalah sesuatu yang tercantik yang pernah dilihat oleh manusia. Dan tiba‑tiba ia menghadap, maka dia adalah sesuatu yang terburuk yang pernah dilihat oleh manusia, seorang wanita tua, yang beruban, yang pucat dan bermata juling". AI‑Fudlail meneruskan ceriteranya: "Lalu aku berkata: "A'udzu bi'llah! aku berlindung dengan Allah dari engkau!” Wanita itu menjawab: "Tidak, demi Allah! Allah tidak akan melindungi engkau daripadaku, sebelum engkau memarahi dirham". AI‑Fudlail meneruskan riwayatnya: "Lalu aku bertanya: "Siapa engkau?" Wanita itu menjawab: "Aku dunia".
Contoh lain bagi dunia dan Ialunya manusia di dunia.  Ketahuilah, bahwa keadaan itu tiga:
1. Keadaan yang tak ada engkau padanya sesuatu. Yaitu: apa yang sebelum ada engkau  pada azal (azali).
2. Keadaan, dimana engkau tiada menyaksikan dunia padanya. Yaitu: Yang sesudah mati engkau, sampai abadi.
3. Keadaan yang di tengah‑tengah, antara abadi  dan azali Yaitu: hari‑hari hidupnya engkau di dunia.
Maka perhatikanlah kepada berapa lamanya hidup itu dan kepada dua tepi tadi: azali ( tida kesudahan / permulaan ) dan abadi!  Sehingga engkau tahu, bahwa lamanya itu lebih pendek dari penem­patan yang singkat dalam perjalanan yang jauh. Dan karena itulah, Nabi saw bersabda: “Apalah bagiku dunia itu! Sesungguhnya contohku dan dunia adalah seperti orang yang berkendaraan yang berjalan pada siang musim panas. Lalu ditinggikan sepohon kayu baginya. Maka ia berteduh di bawah naungannya sesa'at. Kemudian, ia pergi dan meninggalkan pohon tersebut.  Orang yang melihat dunia dengan mata ini, niscaya ia tidak cenderung kepada dunia. Dan ia tidak menghiraukannya, bagaimana berlalu hari‑harinya dalam melarat dan sempit atau dalam lapang dan mewah. Bahkan, ia tidak membangun suatu batu merah, di atas suatu batu merah".
Rasulullah saw wafat dan beliau tidak pernah mele­takkan suatu batu merah diatas suatu batu merah dan tidak pula suatu bambu di atas suatu bambu". Rasulullah saw melihat sebahagian shahabatnya membangun rumah dari bambu Parsi, lalu bersabda: "Aku melihat suatu hal yang lebih cepat dari ini". Dan beliau menentang yang demikian.
Dan kepada inilah, diisyaratkan oleh Isa as ketika ia berkata: "Dunia itu jembatan, maka Ialuilah dan janganlah engkau memba­ngunnya!” Itu adalah suatu contoh jelas. Sesungguhnya hidup dunia itu tempat Ialu jembatan keakhirat. Dan ayunan itu adalah mil pertama (tonggak pertama) pada kepala jembatan. Dan liang lahad/kuburan itu mil penghabisan. Di antara keduanya itu jarak terbatas. Maka di antara manusia, ada orang yang melampaui setengah jembatan. Di antara mereka, ada orang yang melampaui 1/3 jembatan, Diantara mereka, ada orang yang melampaui 2/3 nya. Dan diantara mereka, ada orang yang tidak tinggal lagi, selain satu langkah saja. Dan ia lengah dari yang satu langkah itu. Dan betapapun adanya, maka tak boleh tidak dari melalui dan membangun jembatan itu. Dan menghiasinya dengan bermacam‑ma­cam perhiasan. Dan engkau melalui jembatan itu dengan sangat bo­doh dan kecewa. Contoh lain bagi dunia, tentang lembut tempat keluar dan kasar tempat datang(sumbernya): Ketahuilah bahwa mula‑mula dunia itu lahir, mudah lagi lembut. Orang yang terjun kedalamnya menyangka bahwa manisnya kerendahan nya itu, seperti manisnya terjun ke dalamnya. Amat jauh yang demikian. Maka sesungguhnya terjun masuk dalam dunia itu mudah. Dan ke luar dari dunia dengan selamat itu sukar.   
                   Telah ditulis surat oleh Ali ra yang seperti itu, kepada Salman AI‑Farisi. Ali r.a mengatakan: "Contohnya dunia, ialah seperti ular, lembut menyen­tuhkannya dan racunnya membunuh. Maka berpalinglah dari apa yang menabjubkan engkau dari dunia itu! Karena sedikitlah yang menyertai engkau dari dunia, yang akan menjauhkan kesusahan dunia dari engkau. Disebabkan yang engkau yakini, akan berpisah dengan dunia itu. Hendaklah engkau lebih bergembira dengan apa yang ada engkau padanya! Hati‑hatilah apa yang ada engkau untuk dunia! Sesungguhnya, teman dunia (orang yang mempunyai dunia), kapan saja ia merasa tenteram dari dunia kepada kegembiraan, niscaya da­tang yang mengejutkannya oleh hal yang tiada di ingini"  Wassalam.
Contoh lain bagi dunia tentang sukarnya terlepas dari mengikuti dunia, sesudah terjun masuk dalam dunia. Rasulullah saw bersabda: "Contoh teman dunia (Orang yang mempunyai dunia) itu, adalah seperti orang berjalan kaki dalam air. Adakah sanggup orang yang berjalan kaki dalam air, bahwa tidak basah dua tapak‑kakinya?". Ini memperkenalkan kepadamu, akan kebodohan orang‑orang yang menyangka, bahwa mereka terjun masuk dalam kenikmatan du­nia, dengan badan mereka dan hati mereka suci daripadanya. Dan hubungannya dengan batin mereka terputus. Yang demikian, adalah tipuan setan. Bahkan jikalau mereka mengeluarkan dari apa, yang ada mereka di dalamnya, niscaya mereka adalah termasuk orang‑orang yang merasa sakit dengan berpisah dari dunia. Maka sebagaimana berjalan kaki dalam air sudah pasti menghendaki basah yang melekat pada tapak kaki, maka begitu pulalah berpakaian dengan dunia, menghendaki hubungan dan kegelapan dalam hati. Bahkan. hubungan dunia bersama hati, akan mencegah manisnya ibadah.
Nabi Isa as berkata: "Dengan sebenarnya aku berkata kepada­mu, sebagaimana orang sakit memandang kepada makanan, maka ia tidak merasa lazat, dari sangatnya sakit, begitu pulalah teman dunia. la tiada merasa lezat dengan ibadah. Dan ia tidak memperoleh manis­nya ibadah, bersama apa yang diperolehnya dari kecintaan kepada dunia. Dan dengan sebenarnya aku berkata kepadamu, bahwa bina­tang kendaraan, apabila tidak dikenderai dan dipergunakan untuk bekerja, maka akan payah dan berubah perangainya. Begitu pulalah hati, apabila tidak dihaluskan dengan mengingati mati dan menegak­kan ibadah, maka akan kasar dan tebal. Dengan sebenarnya aku berkata kepadamu, bahwa kulit yang telah dibersihkan dari bulu, sela­ma tidak koyak atau kering, dapatlah menjadi bejana. bagi madu. Begitu pulalah hati, selama tidak dikoyakkan oleh nafsu‑syahwat atau dikotorkan oleh sifat loba atau dikesatkan oleh kenikmatan, maka akan jadilah ia bejana hikmah.
Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya tinggallah dari dunia itu, bencana dan fitnah Contoh‑nya amal‑perbuatan seseorang kamu, ialah: seperti bejana. Apabila baik yang di atasnya, niscaya baik yang di bawahnya. Dan apabila buruk yang di atasnya, niscaya buruk yang di bawahnya". Contoh lain bagi apa yang tinggal dari dunia dan sedikitnya yang tinggal itu, dibandingkan kepada apa yang telah lalu:  Rasulullah saw bersabda: “Contohnya dunia ini, adalah seperti kain, yang koyak dari permu­laannya, sampai penghabisannya. Maka tinggallah kain itu, yang tersangkut dengan benang pada penghabisannya. Maka hampirlah benang itu akan putus”. Contoh lain untuk membawa tersangkutnya dunia, antara setengahnya kepada setengah, sehingga dunia itu binasa.
Isa as berkata: "Contoh orang yang mencari dunia, ialah: seperti orang yang meminum air laut. Tiap kali bertambah ia minum, maka semakin ia bertambah haus, sehingga membunuhnya" Contoh lain, bagi menyalahinya akhir dunia dengan permulaan dunia dan bagi cantik permulaan dunia dan buruk akibat -
akibatnya: Ketahuilah, bahwa nafsu keinginan dunia dalam hati itu lezat, seperti nafsu keinginan makanan dalam perut besar. Hamba itu akan mendapati ketika mati, bagi nafsu keinginan dunia dalam hatinya, dari kebencian, busuk dan keji, akan apa yang didapatinya bagi makanan‑makanan enak, apabila sampai dalam perut besar, penghabisan dari makanan tersebut. Sebagaimana makanan, tiap kali adanya lebih enak rasa, lebih banyak lemak dan lebih tampak manisnya, niscaya yang keluar dari perutnya, adalah lebih kotor dan sangat busuk. Maka begitu pulalah, setiap nafsu keinginan dalam hati, lebih menginginkan, lebih lezat dan lebih kuat, maka kebusukan, kebencian dan kesakitan dengan nafsu keinginan itu ketika mati, adalah lebih berat. Bahkan dalam dunia pun dapat disaksikan.
Sesungguhnya orang yang dirampas rumahnya, diambil keluarganya, hartanya & anaknya, maka mala‑petaka kepedihan & kesakitannya pada tiap-tiap yang hilang itu, adalah menurut lezatnya dengan yang hilang tadi, cintanya dan rakusnya bagi yang tersebut. Maka tiap-tiap apa saja, yang ketika adanya lebih menging ingin kannya & lebih mengenakkan, maka ketika hilang, ia lebih menyusahkan dan memahitkan. Dan tiada arti bagi mati, selain hilangnya apa yang dalam dunia.
Diriwayatkan, bahwa: "Nabi saw bersabda kepada Adl-­Dlahhak bin Sufyan Al-Kilabi: "Apakah tidak dibawa kepada engkau makanan engkau dan sudah dimasukkan garam dan lombok? Kemudian engkau minum susu dan air atas makanan itu?" Adl‑Dlahhak menjawab: "Benar!. Lalu Nabi saw bertanya: "Maka kepada apa jadinya?". Adl‑Dlahhak Ialu menjawab: “kepada apa yang telah engkau ketahui, wahai Rasulullah!”. Lalu Rasulullah saw menjawab: "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah menjadikan contoh dunia itu, dengan apa yang akan jadi makanan anak Adam".
Ubay bin Ka'ab berkata: "Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya dunia ini ibarat makanan yang dimakan oleh anak Adam. Perhatikanlah akhirnya makanan itu waktu dikeluarkan dari duburnya, walaupun sebelumnya diberi aroma atau bumbu yang Sedap Namun akhirnya menjadi kotoran juga".
Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan dunia sebagai contoh bagi makanan anak Adam. la menjadikan ma­kanan anak Adam itu sebagai contoh bagi dunia dan walaupun di­lombokkannya dan digaramkannya".
Al-Hasan ra berkata: “Sesungguhnya aku telah melihat mereka memperbaikkan makanannya dengan lombok dan bau‑bauan. Ke­mudian, dilemparkannya makanan itu, dimana kamu telah meli­hatnya". Allah 'Azza wa Jalla berfirman: ”Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”. S 80 'Abasa ayat24.
Ibnu Abbas berkata: "Kepada apa kembalinya/jadinya ma­kanan manusia itu". Seorang laki‑laki berkata Kepada Ibnu 'Umar ra: "Aku sesungguhnya bermaksud bertanya kepadamu dan aku malu”. Ibnu 'Umar ra menjawab: "Tak usah malu dan tanyalah! Laki‑laki tersebut lalu bertanya: "Apabila seseorang dari kita telah menunaikan hajatnya (membuang air besar), lalu ia bangun berdiri melihat kepada yang demikian itu". Ibnu 'Umar ra menjawab: "Ya, benar! Sesungguhnya ma­laikat berkata kepada orang tersebut: "Lihatlah kepada apa yang engkau kikirkan! lihatlah, kepada apa jadinya yang engkau kikirkan itu!
Adalah Busyair bin Ka'ab berkata: "Berjalanlah, sehingga aku dapat memperlihatkan kepadamu dunia!. Lalu Busyair berjalan de­ngan mereka, ketempat pembuangan sampah. Lalu ia berkata: “Lihatlah kepada buah‑buahan, ayam, madu dan minyak samin mereka". Contoh lain tentang perbandingan dunia kepada akhirat: Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah dunia itu pada akhirat, melainkan seperti apa yang diper­buat oleh seseorang kamu, anak jarinya dalam laut. Maka hendaklah seseorang kamu itu melihat, dengan apa kembalinya anak jari itu kepadanya”. Contoh lain bagi dunia dan penduduknya, tentang kesibukan mereka dengan nikmat dunia dan Ialainya mereka dari akhirat dan kerugian besar mereka disebabkannya.
 Ketahuilah, bahwa penduduk dunia, contoh mereka dalam keIalaiannya, adalah seperti suatu kaum yang menumpang sebuah kapal. Lalu kapal tersebut sampai membawa mereka ke suatu pulau. Maka disuruh mereka oleh kelasi kapal itu, keluar dari kapal untuk melaksanakan keperluan mereka. Dan diperingati mereka su­paya tidak berlama‑lama. Dan ditakutkan akan keberangkatan kapal dan segeranya keberangkatan itu. Maka bercerai‑berailah kaum tadi pada segala sudut pulau. Sebahagian mereka, sesudah menyelesaikan keperluan dan bersegera kembali ke kapal. Lalu kebetulan mendapat tempat yang kosong. Maka diambilnya tempat yang lebih luas, yang lebih empuk dan yang lebih sesuai dengan kehendaknya. Dan sebahagian mereka berhenti dipulau itu, memandang kepada sinar lampu yang terang‑benderang, kembang‑kembangnya yang menakjubkan, pohon‑pohonnya yang rindang, nyanyian burung‑burungnya yang merdu dan bunyi‑bunyian­nya yang berirama, yang luar biasa. Ia memperhatikan dari daratannya batu‑batu, mutiara‑mutiara dan tambang‑tambangnya, yang berbagai macam warna dan bentuk, yang bagus pemandangan­nya, yang ajaib ukiran‑ukirannya, yang menarik mata orang‑orang yang memandangnya, disebabkan bagus hiasannya dan ajaib rupanya. Kemudian, baru ia teringat akan bahaya luputnya kapal. Lalu ia kembali ke kapal. Maka tiada dijumpainya, selain dari tempat yang sempit, yang menyempitkan. Lalu ia tetap pada tempat tersebut.
Setengah mereka bertiarap pada kulit‑kulit mutiara dan batu‑ba­tu yang berharga dan menakjubkan oleh kebagusan barang‑barang tersebut. Dan dirinya tidak membolehkan untuk menyia‑nyiakan barang‑barang tadi. Maka ia mengambil sejumlah daripadanya, di­bawanya serta. Lalu ia tidak mendapat di kapal, selain tempat yang sempit. Dan bertambah lagi sempitnya oleh batu‑batu yang dibawanya tadi. Dan menjadi beban yang berat dan bencana baginya. Maka ia menyesal atas diambilnya itu dan ia tidak sanggup melemparkannya dan tidak mendapat tempat untuk meletakkannya. Lalu dibawanya barang tersebut atas lehernya. Dan ia merasa menyesal atas pengam­bilan itu. Dan penyesalan tersebut tiada berguna baginya.
Setengah mereka masuk kedalam pohon‑pohonan dan lupa kepada yang menantikan kedatangannya. la telah jauh pada tempat keluarnya dan tempat berjalan‑jalannya itu dari kenderaannya. Sehingga tidak sampai kepadanya, panggilan kelasi kapal. Karena sibuknya memakan buah‑buahan, menghirup cahaya sinar‑terang dan bersenang‑senang diantara pohon‑pohonan itu. Dan dalam pada itu, ia takut kepada dirinya dari binatang‑binatang buas dan tidak terlepas dari tergelincir dan bahaya‑bahaya. Dan tidak terlepas dari duri, yang melekat pada kainnya, ranting kayu yang melukai badannya, duri yang masuk pada kakinya, suara hiruk‑pikuk yang menggundahkannya dan kayu berduri yang mengoyakkan kainnya. Dan yang merusakkan auratnya. Dan yang mencegahnya dari pergi, kalau dikehendakinya. Maka tatkala sampai kepadanya panggilan pemilik kapal niscaya ia pergi dalam keadaan yang memberatkan, disebabkan apa yang ada padanya. Ia tidak mendapat lagi tempat dalam kendaraan itu. Lalu ia tinggal di tepi‑pantai, sehingga ia mati kelaparan.
Setengah mereka, tidak sampai kepadanya panggilan dan kapal pun telah berlayar. Lalu, diantara mereka ada yang diterkam oleh binatang buas. Diantara mereka, ada yang sesat di jalan, Ialu berjalan kemana saja menurut arah mukanya. Sehingga ia binasa. Setengah mereka, ada yang mati dalam lumpur‑lumpur. Dan setengah mereka, ada yang digigit ular. Maka bercerai‑berailah mereka, seperti bangkai yang busuk.
Adapun orang yang sampai ke kendaraan (ke kapal), dengan beratnya kembang‑kembang dan batu‑batu berharga yang diambilnya, maka barang‑barang tersebut telah memperbudakkannya. Ia disibuk­kan oleh kegundahan hati menjaga barang‑barang itu. Dan takut akan hilangnya. Dan barang‑barang itu telah menyempitkan tempatnya. Kembang‑kembang tadi Ialu layu. Dan pudarlah warnanya dan warna batu‑batu itu. Lalu tampaklah kebusukan bau kembang‑kembang itu. Maka disamping barang‑barang tadi menyempitkannya, menjadi menyakitinya dengan kebusukan dan ke tidak‑menariknya lagi. Maka ia tidak mendapat helah, selain melemparkannya dalam laut, untuk melepaskan diri dari barang‑barang tersebut. Dan telah membekas padanya, apa yang dimakannya. Maka ia tidak sampai ke tanah air, selain sesudah menampak penyakit‑penyakit padanya, disebabkan bau‑bau itu. la sampai di tanah air, dalam keadaan sakit dan tidak sehat. Dan siapa yang kembali dalam waktu dekat, niscaya ia tidak kehilangan, selain luasnya tempat. Lalu ia merasa sakit dengan sempitnya tempat dalam waktu yang terbatas. Akan tetapi, tatkala ia sampai di tanah air, niscaya ia dapat beristirahat. Dan siapa yang kembali pertama, niscaya akan mendapat tempat yang lebih luas. Dan tiba di tanah air selamat sejahtera. Maka inilah contohnya penduduk dunia dalam kesibukan me­reka dengan keuntungan yang segera! Dan kelupaan mereka, akan tempat datang dan tempat kembali. Kelalaian mereka akan akibat pe­kerjaan mereka. Alangkah kejinya orang yang mendakwakan, bahwa ia melihat, lagi berakal, dapat ditipu oleh batu‑batu bumi. Yaitu: emas dan perak. Dapat ditipu oleh tumbuh‑tumbuhan kering. Dan itu ada­lah perhiasan dunia. Dan suatupun dari yang demikian, tiada akan menemaninya ketika mati. Akan tetapi, menjadi beban dan bencana ke­padanya. Dan ia terus dibimbangkan dengan kesedihan dan ketakutan. Inilah halnya makhluk semuanya, selain orang yang dipelihara oleh Allah 'Azza wa Jalla. Contoh lain bagi tertipunya makhluk dengan dunia dan lemah­nya iman mereka.
Al‑Hasan AI‑Bashari ra berkata: "Sampai kepadaku, bahwa Rasulullah saw bersabda kepada shahabat‑shahabatnya: "Sesungguh­nya contohnya aku, kamu dan dunia, adalah seperti suatu kaum yang menjalani padang pasir yang berwarna debu (tiada tumbuh‑tumbuhan dan air padanya). Sehingga apabila mereka tiada mengetahui, apa yang sudah dijalaninya, sudah lebih banyak atau apa yang masih tinggal, Ialu mereka menghabiskan perbekalan dan yang telah me­menatkan punggungnya. Dan mereka tinggal di tengah‑tengah padang pasir, tiada bekal dan antaran (yang sampai kepada mereka). Lalu mereka yakin dengan kebinasaan. Dalam keadaan mereka seperti yang demikian, tiba‑tiba muncul seorang laki‑laki dalam pakain baru, rambutnya tersisir baik. Lalu kaum itu berkata. "Orang ini baru saja di daerah yang subur. Orang ini tidak datang kepadamu, melainkan dari tempat yang dekat". Tatkala orang tersebut sampai kepada mereka, lalu berkata: "Wahai mereka ini!”. Merekapun menjawab: “Hai orang ini!”. Lalu orang tadi menyambung: "Dalam keadaan apa kamu sekarang?” Mereka menjawab: “Menurut apa yang kamu lihat!” Maka orang tersebut menjawab: "Apakah pendapatmu, jikalau aku tunjukkan kamu, kepada air yang menghilangkan haus dan kebun yang hijau. Apakah yang akan kamu perbuat?". Mereka itu menjawab: "Kami tiada akan durhaka sedikitpun kepadamu". Orang tadi Ialu berkata: "Janjimu dan kepercayaanmu kepada Allah!”. Lalu mereka memberikan janji dan kepercayaan kepada Allah. Tiada akan mendurhakaiNya sedikit pun". Rasulullah saw meneruskan sabdanya: “Lalu orang itu membawa mereka, kepada air yang menghilangkan haus dan kebun‑kebun yang hijau. Maka berdiam pada mereka, menurut yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian ia berkata: "Hai mereka ini!”. Lalu orang‑orang itu menjawab: “Hai orang ini!”. Orang tersebut menyambung: “Berangkatlah!”. Lalu orang‑orang itu menjawab: "Kemana?". Orang tadi menjawab: "Ke air yang tidak seperti air-mu dan ke kebun yang tidak seperti kebunmu". Lalu kebanyakan mereka menjawab: "Demi Allah! Belum pernah kita dapati ini, sehingga kita menyangka, bahwa kita tiada akan mendapati nya. Dan apa yang akan kita perbuat dengan kehidupan yang lebih baik dari ini?". Segolongan bertanya dan mereka itu yang tersedikit dari mereka" Apakah kamu tidak memberikan kepada laki‑laki ini, janjimu dan kepercayaanmu dengan Allah, bahwa kamu tiada akan men­durkaiNYA sedikitpun? Dan ia telah membenarkan kamu pada awal pembicaraannya. Maka demi Allah, sesungguhnya ia akan membe­narkan kamu pada akhirnya". Lalu orang itu pergi bersama orang‑orang yang mengikutinya. Dan tinggallah mereka. Lalu mereka ini diserang oleh musuh. Maka jadilah mereka, diantara tertawan dan terbunuh". Contoh lain, bersenang‑senangnya manusia dengan dunia. Kemudian sedihnya mereka, atas bercerainya dengan dunia”.
Ketahuilah, bahwa contohnya manusia, mengenai apa yang diberikan kepada mereka dari dunia, adalah seperti seorang laki‑laki yang menyediakan sebuah rumah dan menghiasinya. Laki‑laki itu mengundang ke rumahnya suatu kaum dengan tertib, seorang demi seorang. Lalu masuklah seorang ke rumahnya. Maka dihidangkannya kepada orang tersebut, sebuah baki emas, dimana atas baki tersebut, kemenyan dan bau‑bauan. Supaya diciumnya dan ditinggalkannya un­tuk orang yang datang kemudian. Tidak untuk dimilikinya dan diambil­nya. Akan tetapi orang tersebut, tidak mengetahui kebiasaan yang demikian. la menyangka bahwa baki itu telah diberikan, lalu tersangkut hatinya, karena ia menyangka bahwa baki itu menjadi miliknya. Tatkala diminta kembali, ia terkejut dan merasa sakit. Orang yang mengetahui resamnya/kebiasaan, akan mengambil manfa'at dengan baki itu dan mensyukurinya. Dan mengembalikannya dengan baik hati dan dada lapang. Begitu pulalah orang yang mengetahui sunnah Allah (apa yang dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) di dunia. Ia mengetahui, bahwa dunia itu negeri tempat bertamu, yang disediakan kepada orang-orang yang singgah. Tidak kepada orang‑orang yang menetap. Supaya mereka menyiapkan perbekalan dari dunia itu. Dan meng­ambil manfa'at dengan apa yang ada padanya, sebagaimana orang-­orang musafir mengambil manfa’at dengan barang‑barang pinjaman. Mereka tiada akan menyerahkan seluruh hatinya kepada barang‑ba­rang tersebut. Sehingga besarlah bahayanya ketika berpisah dengan barang‑barang itu. Maka inilah contoh‑contoh dunia, bahaya‑bahaya dan tipu‑annya. Kita bermohon kepada Allah Ta’ala Yang Maha lemah‑lembut dan Yang Maha Tahu, akan pertolongan yang baik, dengan kemurah­an dan kesantunanNya.
PENJELASAN: Hakikat/makna dunia dan yang sebenarnya dunia itu pada hak seseorang hamba Allah.
Ketahuilah, bahwa mengenal tercelanya dunia itu, tidak memadai bagimu, selama kamu tidak mengenal dunia yang tercela itu, apakah dia dunia itu? Dan apakah yang sayogianya di‑jauhkan dari dunia itu? Dan apakah yang tidak dijauhkan? Maka tidak boleh tidak, bahwa akan kami terangkan dunia yang tercela, yang disuruh menjauhkannya. Karena dia itu musuh yang memotong jalan Allah. Apakah dunia itu? Maka kami terangkan bahwa duniamu dan akhiratmu itu, adalah ibarat dari dua keadaan dari keadaan‑keadaan hatimu. Maka yang hampir dan yang dekat daripadanya, dinamakan dunia. Yaitu. setiap apa yang sebelum mati. Dan yang terkemudian dan terakhir, dinamakan: akhirat. Yaitu: apa yang sesudah mati. Maka setiap apa saja, yang bagimu ada keuntungan padanya, ada bahagian, maksud, nafsu‑keinginan dan kelazatan, hal yang se­gera, sebelum mati, itulah: dunia padamu . Kecuali, bahwa semua yang bagimu ada kecenderungan kepadanya, ada bahagian dan keun­tungan padanya, maka tidaklah tercela. Bahkan itu, ada 3 baha­gian:
Bahagian Pertama: apa yang menemani engkau di akhirat dan kekal buahnya bersama engkau sesudah mati. Yaitu: 2 perkara: ilmu dan amal saja. Aku maksudkan dengan ilmu, ialah: ilmu mengenai Allah sifat‑sifatNYA, Af’al (perbuatan‑perbuatanNya), malaikat‑malaikatNYA, kitab‑kitabNYA, rasul‑
rasuI NYA, alam malakut bumiNYA dan langit­NYA. Dan ilmu tentang agama NabiNYA. Aku maksudkan dengan amal ialah: ibadah yang ikhlas karena Allah Ta’ala. Kadang‑kadang orang berilmu itu, jinak katanya dengan llmu. Sehingga jadilah yang demikian, sesuatu yang paling lezat kepadanya. Lalu ia meninggal kan tidur, makan dan kawin, lantaran lezatnya ilmu. Karena hal itu lebih merindukan padanya dari semua yang demikian. Maka jadilah itu keuntungan yang segera di dunia.
Akan tetapi kami, apabila menyebutkan dunia tercela, maka tidaklah kami menghitungkan ini sekali‑kali dari dunia. Tetapi kami mengatakan, bahwa itu termasuk akhirat. Begitu juga, seorang 'abid (yang banyak beribadah), kadang‑kadang hatinya jinak dengan ibadahnya. Maka ia merasa lezat dengan ibadah tersebut, dimana kalau ia dilarang dari ibadah itu, niscaya adalah yang demikian, merupakan siksaan yang terbesar kepadanya. Sehingga, setengah mereka berkata: "Aku tidak takut kepada mati, selain dari mati itu menghalangi antara aku dan bangun malam/untuk mengerjakan shalat". Yang lain berkata pula: "Wahai Allah Tuhanku!  Berikanlah aku rezeki kuat mengerjakan shalat, ruku' dan sujud dalam kubur!”. Maka pahamilah ini! Sesungguhnya shalat pada orang 'abid itu, menjadi sebahagian dari keuntungannya yang segera. Dan tiap‑tiap keuntungan yang segera, maka nama dunia dipakai padanya, dari segi diambil dari perkataan: ad‑dunuwwi (dekat). Akan tetapi, kami tiada bermaksud dengan dunia yang tercela, yang demikian itu.
Nabi saw bersabda:"Disukakan kepadaku dari duniamu, tiga: wanita, bau‑bauan dan tetapnya mataku dalam shalat”  Nabi saw menjadikan shalat, termasuk diantara jumlah kelazatan duniawi. Dan begitu pula, semua yang masuk pada perasaan dan yang dipersaksikan. Maka itu, termasuk 'alam asy‑syahadah (alam yang disaksikan dengan pancaindera). Dan itu termasuk dunia. Kelezatan dengan menggerakkan anggota badan, dengan ruku' dan sujud, adalah dalam dunia. Maka karena itulah, Nabi saw me­nyandarkannya kepada dunia. Hanya kami pada Kitab ini, tidak membentangkan, selain: dunia yang tercela. Lalu kami katakan, bahwa yang tersebut tadi tidaklah termasuk dunia.
Bahagian Kedua: yaitu: yang berlawanan bagi yang pertama, diatas tepi yang terjauh, setiap yang ada padanya keuntungan yang segera dan sekali‑kali tiada mempunyai buah diakhirat. Seperti: kelezatan dengan semua perbuatan maksiat, bersenang‑senang dengan perbuatan mubah (perbuatan yang diperbolehkan) yang melebihi kadar keperluan, hal‑hal dlarurat, yang masuk dalam jumlah kemewahan dan kehendak hawa‑nafsu. Seperti: bersenang‑senang dengan kekayaan yang melimpah, dari uang, emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak, sawah ladang, budak laki‑laki, budak perempuan, kuda, binatang peliharaan, istana, rumah, kain yang tinggi mutunya dan makanan yang lezat‑lezat. Maka keuntungan seorang hamba dari ini semua, adalah: dunia yang tercela. Dan pada apa yang terhitung: hal yang berlebih (hal yang tidak perlu) atau pada tempat hajat keperluan, maka menjadi perhatian yang panjang. Karena dirawikan dari 'Umar' ra, bahwa beliau mengangkat Abu‑Darda ‘Uwaimir bin 'Amir ra (menjadi kepala pemerintahan pada kota Homs, suatu kota di negeri Syria). Lalu Abud‑Darda' membuat sebuah tempat yang melindunginya dari panas  matahari (kanif). Dan dikeluarkannya perongkosannya dua dirham. Lalu 'Umar ra menulis surat kepada Abud‑Darda' Uwaimir, sebagai berikut: "Dari Umar bin Al-Khattab amirul‑mu'minin kepada 'Uwaimir! Sesungguhnya sudah ada bagi engkau pada pembinaan Parsi dan Rumawi, apa yang engkau merasa cukup, tanpa pembangunan dunia, ketika dikehendaki oleh Allah keruntuhannya. Maka apabila datang kepadamu suratku ini, maka sesungguhnya aku pindahkan engkau ke Damsyik, engkau dan keluarga engkau". Maka teruslah Abud‑Darda' ‘Uwaimir bin 'Amir ra itu di Damsyik, sampai ia meninggal. Maka inilah yang dipandang oleh' Umar bin Al-Khattab ra sebagai suatu hal yang berlebihan dari dunia. Perhatikanlah pada yang demikian!
Bahagian Ketigayaitu, di tengah‑tengah di antara dua tepi (bahagian pertama dan kedua). Setiap keuntungan pada masa yang segera (dunia) itu, menolong kepada amal‑perbuatan akhirat. Seperti sekedar yang akan dimakan dari makanan, sebuah baju kemeja yang kasar dan setiap apa yang tidak boleh tidak. Supaya manusia mungkin kekal dan sehat, yang dengan kesehatan tadi, manusia itu sampai kepada ilmu dan amal. Dan ini tidak termasuk dunia, seperti bahagian pertama di atas. Karena ia menolong kepada bahagian pertama itu dan jalan kepadanya. Manakala dicapai oleh seorang hamba Allah yang demikian, dengan maksud untuk memperoleh pertolongan kepada ilmu dan amal, niscaya tidaklah ia dengan demikian itu, yang mencapai dunia. Dan ia tidak menjadi dengan yang demikian, termasuk anak-anak dunia. Dan jikalau pengeraknya itu keuntungan yang segera/keuntungan dunia, tidak untuk memperoleh pertolongan kepada ketaqwaan, niscaya ia berhubungan dengan bahagian kedua. Dan jadilah ia dari jumlah dunia. Tiada yang tinggal bersama seorang hamba Allah ketika mati, selain 3 sifat:
1.      Bersih hati. yakni sucinya hati dari kotoran-kotoran.
2.      Jinaknya hati dengan dzikir kepada Allah Ta’ala.
3.      Cintanya hati kepada Allah ‘Azza wa Jalla (Allah Maha Mulia & Maha Besar).
Bersih dan sucinya hati itu, tiada akan berhasil, selain dengan mencegah diri dari nafsu keingginan duniawi. Dan kejinakan hati itu, tiada akan berhasil, selain dengan ma’rifah (mengenal Allah). mengenal Allah itu, tiada akan berhasil, selain dengan berkekalan berfikir (berfikir tentang keagungan dan kebesaran Allah). sifat-sifat yang 3 ini, adalah: sifat-sifat yang melepaskan dari bencana dan yang membahagiakan (bagi hamba Allah) sesudah mati. Adapun kesucian hati dari nafsu syahwat duniawi, maka itu termasuk sifat-sifat yang melepaskan dari bahaya (al-munji-yat). Karena  dia adalah benteng antara hamba dan azab Allah, sebagaimana yang datang pada hadits-hadits diantaranya: “Sesungguhnya amal-amal hamba itu menolak bahaya daripadanya. Maka apabila azab datang dari pihak 2 kakinya, niscaya datanglah bangun malam (sholat malam ketika bangun itu) menolak azab tersebut daripadanya. Dan apabila datang azab dari pihak 2 tangannya, niscaya datanglah sedekah yang menolak azab tersebut daripadanya.........hingga akhir hadits”.
Adapun jinak hati dan cinta kepada Allah, maka 2 ini termasuk yang membahagiakan. Keduanya itu menyampaikan hamba kepada kelezatan bertemu dan menyaksikan Allah. Dan kebahagiaan ini akan segera dibelakang kematian, sampai kepada masuknya waktu melihat (ru’yah) dalam sorga. Masuk kubur itu menjadi suatu kebun dari kebun-kebun sorga. Bagaimana kubur itu tidak menjadi suatu kebun dari kebun-kebun sorga? Ia tidak mempuyai, selain Kekasih Yang Tunggal. Dan rintang-rintangan yang merintanginya dari kekalnya kejinakan hati, dengan ke-kekalannya dzikir kepadaNya dan membaca keelokannya, maka terangkatlah rintangan-rintangan itu. Dan ia terlepas dari penjara. Dan ia dibiarkan, antaranya dan Kekasihnya. Maka didatangkan kepadanya kegembiraan, yang selamat dari halangan-halangan, yang aman dari rintangan-rintangan. Bagaimana tidak orang yang mencintai dunia itu, ketika mati diazabkan?  Ia tiada mempunyai kekasih, selain dunia. Ia sudah dirampas daripadaNya dan sudah terdinding diantaranya dan DIA. Dan tertutuplah jalan-jalan upaya untuk kembali kepadaNya. Dan karena itulah, orang bermadah:
Apakah halnya orang,
Yang mempunyai Yang Esa
Maka daripadanya menghilang
Itu Yang Maha Esa?
Tidaklah mati itu ‘adam (yang menghabiskan segala hal). Sesungguhnya mati itu: Perceraiaan bagi kecintaan dunia dan datang kepada Allah Ta’ala. Jadi, orang yang menempuh jalan akhirat itu, ialah: orang yang rajin kepada sebab-sebab sifat 3 ini. Yaitu: Dzikir, fikri dan amal, yang menceraikannya dari susu-annya dengan nafsu syahwat dunia. Dan memarahkan kepadanya kelezatan dunia. Dan yang memutuskannya dari dunia. Semua itu tidak mungkin, selain dengan sehat badan. Dan kesehatan badan itu, tiada akan tercapai, selain dengan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Dan tiap-tiap yang satu ini, memerlukan kepada sebab-sebab. Maka kadar yang tidak boleh tidak, dari yang 3 tadi, apabila diambil oleh hamba Allah dari dunia untuk akhirat, niscaya tidaklah dia dari anak-anak dunia.
Dan dunia itu pada haknya adalah tempat menanam untuk akhirat. Kalau diambilnya yang demikian, untuk keuntungan diri dan dengan maksud bersenang-senang, niscaya jadilah dia termasuk anak-anak dunia dan yang gemar pada keuntunngan dunia. Hanya kegemaran pada keuntungan dunia itu, terbagi kepada: Yang membawa orangnya kepada azab akhirat. Dan yang demikian itu. Dinamakan haram. Dan kepada yang mendindingkan antara dia dan derajat-derajat tinggi dan membawanya panjang hisab/panjang hitungan amal diakhirat. Dan yang demikian itu dinamakan halal. Orang yang bermata hati/mempunyai bashirah tahu, bahwa lamanya berhenti dilapangan kiamat, karena urusan hisab amal, adalah azab. Barang siapa diperdebatkan hisabnya/hitungan amalannya, niscaya ia diazabkan. Karena Rasulullah saw bersabda: “Halalnya itu hisab dan haramnya itu azab” Nabi saw bersabda pula: “Halalnya itu azab”. Hanya azab itu, lebih ringan daripada azab haram. Bahkan, jikalau hisab itu tidak ada, niscaya apa yang luput/tidak diperoleh dari derajat-derajat tinggi dalam sorga dan apa yang datang pada hati, dari penyesalan diatas luputnya itu, adalah keuntungan-keuntungan yang tidak berarti dan keji, yang tidak kekal. Itu juga azab.
Kiaskanlah dengan yang demikian, akan keadaan engkau dalam dunia, apabila engkau memandang kepada teman-teman engkau. Dan mereka sudah mendahului engkau dengan kebahagiaan duniawi. Bagaimana terpotong-potongnya hati engkau, padanya itu penyesalan-penyesalan, serta engkau tahu bahwa itu adalah kebahagiaan yang putus-putus, yang tidak kekal. Dan yang keruh dengan kekeruhan-kekeruhan, yang tidak mempunyai kejernihan. Maka apa halmu pada luputnya kebahagiaan, yang tidak sanggup disifatkan kebesaran-nya? Dan putuslah masa, tanpa ada kesudahannya. Maka setiap orang yang bersenang-senang/bernikmat-nikmat dalam dunia, walaupun dengan mendegar suara burung atau dengan  memandang kepada hijau tumbuh-tumbuhan atau meminum air dingin, maka sesungguhnya, itu akan mengurangkan keuntungan-nya diakhirat, berlipat ganda. Dan itulah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi saw kepada Umar ra: “Ini adalah sebahagian dari nikmat yang akan ditanyakan engkau daripadanya”. Nabi saw mengisyaratkan dengan sabdanya itu, kepada air dingin. Dan datang untuk menjawab pertanyaan padanya itu, adalah hina, takut, bahaya, sulit dan tunggu. Masing-masing yang demikian itu, adalah sebahagian dari kurangnya keuntungan. Dan karena itulah, Umar ra berkata: “Jauhkanlah daripadaku hisabnya/perhitungan amalnya!” ketika Umar ra itu haus, lalu dibawa kepadanya air dingin dan madu. Maka diputar-putarkannya dalam tapak tanganya. Kemudian, ia menolak untuk meminumnya. Maka dunia itu, sedikitnya dan banyaknya, haramnya dan halalnya itu terkutuk. Kecuali apa yang menolong kepada taqwa’llah/taqwa kepada Allah. Maka sekedar itu, tidaklah termasuk sebahagian dari dunia.
Dan setiap orang, yang marifahnya lebih kuat dan lebih kokoh, niscaya penjagaannya dari kenikmatan dunia itu, lebih keras. Sampai Nabi Isa as meletakkan kepalanya atas batu, tatkala ia tidur. Kemudian, batu itu dilemparkannya, ketika Iblis tampil didepannya dan berkata: “Engkau ingini dunia”. Sampai Nabi Sulaiman as dalam kerajaannya, memberi makan manusia, dengan makanan-makanan yang lezat, sedang ia sendiri maka roti tepung syair/semacam tepung gandum. Ia buat kerajaan itu terhadap dirinya dengan jalan tersebut, suatu kehinaan dan kesukaran. Maka sesungguhnya sabar/menahan diri dari makanan-makanan yang lezat, serta sanggup dan adanya makanan-makanan itu, adalah sangat sukar. Dan karena inilah, diriwayatkan, bahwa Allah Ta’ala: “Memalingkan dunia dari Nabi kita saw maka adalah beliau itu lapar berhari-hari dan Nabi saw itu mengikatkan batu pada perutnya dari kelaparan”. Dan karena inilah, Allah Ta’ala mengeraskan percobaan dan ujian kepada nabi-nabi dan wali-wali. Kemudian kepada orang yang seperti wali, lalu kepada orang yang seperti dibawahnya wali. Semua itu adalah, karena memandang mereka dan nikmat kepada mereka. Supaya sempurna keuntungan mereka dari akhirat, sebagaimana ayah yang penuh kasih sayang. Melarang anaknya dari keenakan buah-buahan. Dan mengharuskan kepedihan mengambil dan bicara, karena kasih sayang dan cinta kepada anak itu, bukan karena kikir kepadanya. Dengan ini, anda mengetahui, bahwa tiap-tiap apa saja yang tidak karena Allah, maka itu adalah sebahagian dari dunia. Dan apa yang karena Allah, maka yang demikian itu, tidak termasuk sebahagian dari dunia. Kalau anda bertanya: “Maka apakah yang karena Allah?”. Aku akan menjawab, bahwa segala sesuatu itu 3 bahagian:
      Sebahagian ialah sesuatu yang tidak tergambar, bahwa ia karena Allah, yaitu yang dikatakan perbuatan-perbuatan maksiat, perbuatan-perbuatan yang terlarang dan segala macam kenikmatan pada hal-hal yang mubah/yang diperbolehkan. Maka itu, adalah dunia semata-mata, yang tercela. Maka itulah dunia dalam bentuk  dan arti.
       Sebahagian ialah apa yang engkau gambarkan karena Allah, dan mungkin dapat dijadikan tidak karena Allah, yaitu 3:  fikir, dzikir dan mencegah diri dari nafsu syahwat. Sesunggguhnya yang 3 ini apabila berlaku secara rahasia dan tidak ada pengerakkannya selain perintah Allah dan hari akhirat, maka itu adalah karena Allah dan tidak termasuk dunia. Jikalau adalah maksud dari fikir itu mencari ilmu, untuk memperoleh kemuliaan dan mencari penerimaan (untuk diterima) diantaran orang banyak, dengan melahirkan pengetahuan atau adalah maksud dari meninggalkan nafsu syahwat itu, menjaga harta atau memelihara diri untuk kesehatan badan atau kemasyuran terkenal dengan zuhud, maka ini menjadi sebahagian dari dunia, menurut arti. Walaupun, disangka dengan bentuknya itu, bahwa itu karena Allah Ta’ala.
       Sebahagian lagi ialah apa yang engkau gambarkan untuk keuntungan diri. Dan mungkin ada artinya karena Allah, seperti makan, kawin dan tiap-tiap apa saja yang terikat ada hubungan dengan kekal/kelangsungan hidupnya dan kelangsungan hidup anaknya/keturunannya. Maka jikalau maksudnya itu keuntungan diri maka itu termasuk sebahagian dari dunia, dan jikalau maksudnya itu, untuk memperoleh pertolongan kepada taqwa, maka itu adalah karena Allah menurut artinya. Walaupun bentuknya itu adalah bentuk dunia.
        Nabi saw bersabda: “Barang siapa mencari dunia yang halal, yang banyak dan menyombongkan diri, niscaya ia bertemu dengan Allah dan Allah itu marah kepadanya, dan barang siapa mencari dunia untuk menjaga diri dari meminta-minta dan untuk memelihara dirinya, niscaya ia datang pada hari kiamat dan mukanya seperti bulan pada malam purnama”. Maka perhatikanlah, bagaimana berbeda yang demikian itu menurut maksud hati! Jadi, dunia itu keuntungan dirimu yang segera, yang tak perlu kepadanya untuk urusan akhirat. Dan dikatakan yang demikian itu hawa nafsu. Dan kepadanyalah diisyaratkan dengan firman Allah Ta’ala: “Ia menahan dirinya dari keinginan yang rendah/hawa nafsu. Sesungguhnya sorga tempat diamnya” S 79 An Naazi’aat ayat 40-41. Tempat berkumpulnya hawa nafsu itu 5 perkara yaitu apa yang dikumpulkan oleh Allah Ta’ala pada  firmannya: “Ketahuilah olehmu bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megah antara sesama kamu berlomba banyak kekayaan dan anak-anak” S 57 Al Hadiid ayat 20. Dan benda-benda yang dihasilkan oleh yang 5 tadi ialah 7 perkara yang dikumpulkan oleh firman Allah Ta’ala: “Manusia itu diberi perasan berhasrat (bernafsu syahwat), kepada wanita, anak-anak, kekayaan yang melimpah-limpah, dari emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup dunia” S 3 Ali ‘Imran ayat 14.  Maka anda sudah mengetahui, bahwa setiap apa yang karena Allah, maka tidaklah termasuk sebahagian dari dunia. Dan kadar yang perlu untuk makanan sehari-hari (al/qaut) dan apa yang tidak boleh tidak, dari tempat tinggal dan pakaian, itu adalah karena Allah, kalau dimaksudkan untuk karena Allah. Membanyak-banyakkan dari yang demikian itu adalah bersenang-senang, (bernikmat-nikmat). Dan itu adalah tidak karena Allah. Diantara bernikmat-nikmat dan perlu, ada suatu tingkat yang dikatakan: hajat (keperluan). Hajat itu mempunyai 2 tepi (pinggir) dan tengah. Tepi yang mendekati kepada batas: darurat, maka tidak mendatangkan melarat. Sesungguhnya menyingkapkan kepada batas darurat saja, tidak mungkin. Dan tepi yang desak mendesak akan sudut bernikmat-nikmat dan mendekati kepada sudut itu. Dan seyogyalah menjaga diri dari tepi tersebut. Diantara 2 tepi tadi terdapat hal-hal yang ditengah, yang serupa diantara satu dengan lainnya. Barang siapa yang berkeliling disekeliling barang yang terlarang, maka besar kemungkinan ia akan terjatuh kedalamnya. Dan hati-hati menjaga diri, bertaqwa dan mendekati kepada batas darurat itu, apa yang memungkinkan karena mengikuti nabi-nabi dan wali-wali. Kepada mereka rahmat dan sejahtera. Karena adalah mereka membawa dirinya kepada batas darurat. Sehingga Uwais al qarani, disangka oleh keluarganya bahwa ia orang gila. Karena terlalu dipersempitkannya atas dirinya. Lalu mereka membangun baginya, sebuah rumah dipintu perkampungan mereka. Maka berlalulah kepada mereka masa setahun, dua tahun dan 3 tahun dimana mereka tidak pernah melihat wajah Uwais al qarani. Adalah Uwais al qarani keluar rumah pada awal azan dan datang kembali kerumahnya sesudah isya terakhir. Makanannya ialah memungut biji tamar jatuh. Manakala diperolehnya tamar buruk, lalu disembunyikannya untuk berbuka puasa dan kalau tidak diperolehnya tamar buruk yang akan menjadi makanannya. Maka dijuaInya biji tamar itu. Dan dibelinya dengan harga tamar tersebut, apa yang akan menjadi makanannya. Pakaiannya adalah apa yang dipungutnya dari tempat kotoran, dari potong‑potongan pakaian. Lalu dicucikannya pada sungai EI‑Furat dan dijahitnya sebahagian potong‑potongan pakaian itu kepada sebaha­gian yang lain. Kemudian, dipakainya. Maka yang demikian itulah pakaiannya. Kadang‑kadang lalu anak‑anak kecil. Lalu mereka melemparinya dengan batu. Anak-anak itu menyangka, bahwa dia itu orang gila. Maka Uwais AI‑Qarani berkata kepada mereka: "Hai saudara‑sauda­ra! Jikalau Kamu ‑ tak boleh tidak ‑ harus melempari aku, maka lemparilah aku dengan batu‑batu kecil! Sesungguhnya aku takut kamu akan mendarahkan (melukakan) tumitku. Lalu datanglah waktu shalat, dan aku tidak memperoleh air". Maka begitulah perjalanan hidup Uwais AI‑Qarani!
Rasulullah saw mengagungkan keadaan Uwais tersebut. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya aku mendapati diri Yang Maha Pengasih dari tepi negeri Yaman". Itu adalah isyarat kepada Uwais AI‑Qarani ra tersebut. Tatkala Umar bin Al Khattab ra memegang jabatan khalifah: “ia berkata: "Hai manusia! Siapakah di antara Kamu yang dari Irak maka hendaklah berdiri Kata yang punya riwayat. "Lalu mereka berdiri". Lalu Umar berkata:  Duduklah, selain siapa yang dari penduduk Kufah' Maka mereka semuanya duduk. Lalu Umar menyambung: "Du­duklah semua, kecuali siapa yang dari Marad!” . Semua mereka itu duduk. Lalu Umar berkata: "Duduklah, ke­cuali siapa yang dari Qaran !”. Lalu mereka duduk semua selain seorang laki-laki maka Umar ra berkata kepadanya: "Apakah engkau orang Qaran?”. Laki‑laki itu menjawab: "Ya, benar!” lalu Umar ra bertanya: "Adakah engkau kenal Uwais bin Amir AI‑Qarani?" Maka Umar ra menerangkan sifat dan tingkah‑laku Uwais ke­pada laki‑taki tersebut. Laki‑laki lalu menjawab: "Ya, saya kenal. Apakah yang akan engkau tanyakan dari hal Uwais itu, wahai amirul‑mukminin? Demi Allah, tak ada pada kami orang yang lebih dungu daripadanya, yang lebih gila, yang lebih liar dan yang lebih hina daripadanya?" Maka Umar ra menangis. Kemudian berkata: "Tidaklah aku katakan apa yang telah aku katakan, melainkan karena aku telah mendengar Rasulu'llah saw bersabda bahwa Uwais akan masuk dalam syafa'atnya seperti Rabi'ah dan Mudlar". Lalu Haram bin Haiban berkata: "Tatkala aku mendengar perkataan tersebut dari Umar bin Al Khattab, lalu aku datang di Kufah.Tak ada cita‑citaku, selain mencari Uwais Al Qarani dan aku mena­nyakan tentang dia. Sehingga aku jumpai dia sedang duduk di tepi sungai EI‑Furat pada waktu tengah hari. la mengambil wudlu' dan mencuci kainnya", Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: “Lalu aku kenal dia dengan sifat yang diterangkan orang sifatnya kepadaku. Rupanya, ia seorang laki‑laki gemuk, sangat tebal kulitnya, kepalanya terpangkas, janggutnya tebal, sangat berobah sekali, mukanya tidak menyenang­kan dan pandangannya menakutkan". Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: “Lalu aku memberi salam kepadanya. Maka dijawabnya salamku dan ia memandang kepadaku. Lalu aku berkata: "Disampaikan kiranya oleh Allah kehormatan (tahiyyah) kepada engkau dari seorang laki‑laki". Dan aku mengulurkan tanganku untuk berjabatan tangan dengan dia. Lalu ia enggan untuk berjabatan tangan dengan aku. Maka aku berkata: "Kiranya Allah dan mencurahkan rahmat kepada engkau hai Uwais dan mengampunkan engkau! Bagaimana engkau sekarang? Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepada engkau". Kemudian, mencekeklah leherku oleh air mata, dari cintaku dan kasih hatiku, kepadanya, tatkala aku melihat dari keadaannya, apa yang aku lihat. Sehingga aku menangis dan iapun menangis". Lalu ia berkata: "Dan engkau, hai Haram bin Haiban! Kiranya Allah menyampaikan penghormatan (tahiyyah) kepada engkau! Bagai­mana engkau sekarang, hai saudaraku? Siapakah yang menunjukkan jalan kepada engkau untuk datang ketempatku?" Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: "Aku menjawab: "Allah". Lalu Uwais Al Qarani mengucapkan: (Laa ilaaha  I‑lailaah, subhaana'llaahi in kaana wa'du rabbinaa la­maf'uulaa)."Tiada yang disembah, selain Allah ‑ Maha suci Allah ‑ Sesung­guhnya, jikalau adalah janji Tuhan kita maka akan dilaksanakan". Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: "Maka aku heran, ketika ia mengenal aku. Demi Allah, aku belum pernah melihatnya sebelum itu dan iapun tidak pernah melihat aku. Lalu aku bertanya: "Dari mana engkau mengenal namaku dan nama ayahku? Dan aku belum pernah melihat engkau sebelum hari ini". la menjawab: "Diberi‑tahukan kepadaku oleh Yang Maha tahu dan Maha mengerti ‑ Rohku mengenal rohmu, ketika jiwaku berkata kepada jiwamu. Sesungguhnya roh‑roh itu mempunyai jiwa, seperti jiwanya tubuh. Dan sesungguhnya orang‑orang mukmin itu, mengenal oleh sebahagian akan sebahagian. Dan mereka berkasih‑kasihan dengan kecintaan Allah (ruhilllah), walaupun mereka tidak pernah berte­mu. Mereka kenal mengenal dan bercakap‑cakap, walaupun kampung mereka berjauhan dan tempat tinggal mereka berpisah". Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: “Lalu aku menjawab: "Terangkanlah kepadaku hadits dari Rasulu'llah saw kira­nya engkau dicurahkan rahmat oleh Allah ‑ suatu hadits yang akan aku dengar daripada engkau!” Uwais Al Qarani menjawab: "Sesungguhnya aku tiada menjum­pai Rasulu'llah saw.  Dan demi bapak dan ibuku, aku tiada mempu­nyai teman, yang bersama Rasulullah saw. Akan tetapi, aku melihat orang‑orang yang telah menemani Rasulullah saw. Dan ia menyampai­kan kepadaku dari haditsnya, sebagaimana ia menyampaikan kepada­mu. Aku tidak suka, bahwa aku membuka kepada diriku pintu ini, bahwa aku menjadi muhaddits (perawi hadits) atau mufti atau qadli (hakim). Pada diriku ada kesibukan, jauh dari manusia, hai Haram bin Hayyan!”. Lalu aku menjawab: "Hai saudaraku! Bacalah kepadaku suatu ayat dari AI‑Qur'an, yang akan aku dengar dari engkau! Dan berdo'a­lah bagiku dengan bermacam do'a dan berilah aku wasiat (nasihat) dengan wasiat, yang akan aku hapal dari engkau! Sesungguhnya aku sangat mencintai engkau pada jalan Allah (fi'llah)"  Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: “Lalu Uwais Al Qarani bangun berdiri dan mengambil tanganku pergi ke tepi sungai EI‑Furat. Kemudian, ia membaca: "Aku berlindung dengan Allah yang maha‑mendengar, yang maha mengetahui dari setan yang terkutuk". Kemudian ia menangis. Kemudian, ia berkata: "Tuhanku ber­firman Yang benar itulah firman Tuhanku. Perkataan yang terbenar, ialah perkataanNya dan kalam (berkata-kata) yang terbenar, ialah kalamNya". Ke­mudian, ia membaca: “Dan tidaklah Kami jadikan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya, sekedar untuk main‑main saja. Dan keduanya tidaklah Kami jadikan, melainkan dengan tujuan yang benar. Tetapi keba­nyakan mereka, tiada mengetahui. Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan untuk mereka semuanya. Pada hari itu, seorang sahabat tiada dapat menolong sahabatnya sedikitpun dan me­reka tiada akan mendapat bantuan. Kecuali orang yang mendapat rahmat dari Tuhan. Sesungguhnya Dia Maha‑kuasa dan Maha‑penya­yang". S 44 Ad Dukhaan ayat 38 s/d 42. Lalu Uwais itu memekik dengan keras. Aku menyangka, bahwa ia jatuh pingsan. Kemudian, ia berkata: "Hai anak Haiban! Bapakmu Haiban sudah meninggal. Dan engkaupun dekat akan meninggal. Ma­ka adakalanya ke sorga dan adakalanya ke neraka. Bapakmu Adam telah meninggal dan ibumu Hawa telah, meninggal. Nuh sudah me­ninggal. lbrahirn Khalilu'rrahman sudah meninggal. Musa Najiyyu'r­rahman sudah meninggal. Daud Khalifatu'r‑rahman sudah meninggal. Dan Muhammad saw Rasul Tuhan Rabbul alamin sudah mening­gal. Abubakar Khalifatul‑muslimin sudah meninggal. Dan Umar bin Al Khattab, saudaraku dan pilihanku sudah meninggal". Kemudian, Uwais berkata: "Wahai Umar! Wahai Umar!” Haram bin Haiban meneruskan ceriteranya: “Lalu aku berkata: "Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepadamu! Sesungguhnya 'U­mar itu tidak meninggal'. Lalu Uwais AI‑Qarani menjawab: "Sesungguhnya, ia telah di­panggil oleh Tuhanku kepadaku dan telah dipanggil kepadaku diri­ku. Kemudian, Uwais AI‑Qarani menyambung: "Aku dan engkau dalam golongan orang‑orang yang sudah meninggal, seakan‑akan me­ninggal itu sudah terjadi". Kemudian, ia bersalawat kepada Nabi saw. Kemudian, ia ber­doa dengan do'a‑doa yang tersembunyi (tidak begitu terdengar). Kemudian, ia berkata: "Inilah wasiatku! Jagalah, wahai Haram bin Haiban, akan Kitab Allah dan perjalanan orang‑orang salih yang mukmin! Sesungguhnya aku telah dipanggil kepada diriku dan dirimu. Haruslah kamu mengingati mati! Janganlah mati itu berpisah dari hatimu, sekejap matapun, selama masih ada! Dan peringatilah kaum­mu, apabila engkau kembali kepada mereka! Nasihatilah ummat seka­lian! Jagalah, bahwa engkau bercerai dengan jama'ah (orang ba­nyak), walaupun sejengkal! Nanti jama'ah itu bercerai dari agama engkau dan engkau tiada mengetahuinya. Lalu engkau masuk neraka pada hari kiamat. Berdo'alah bagiku dan bagi dirimu!” Kemudian, ia berdo'a: "Wahai Allah, Tuhanku! Bahwa orang ini mendakwakan, bahwa ia mencintai aku pada jalanMu (AgamaMu). Ia berkunjung kepadaku dari karenaMu. Maka perkenalkanlah kepa­daku wajahnya dalam sorga! Dan masukkanlah dia atas tanggunganku, dalam negri Engkau, negeri sejahtera (darussalam)! Peliharakanlah dia, selama ia dalam dunia, dimana saja ia berada! Dan gabungkanlah kepadanya, harta bendanya! Dan relailah dia dari dunia, dengan sedi­kit! Dan apa yang Engkau berikan kepadanya dari dunia, maka mudahkanlah dengan semudah‑mudahnya baginya! Dan jadikanlah dia, bagi apa yang Engkau berikan kepadanya, dari nikmat‑nikmat Engkau, menjadi sebahagian dari orang‑orang yang bersyukur! Balasi­lah dia daripadaku, dengan balasan‑balasan yang sebaik‑baiknya. Kemudian, Uwais AI‑Qarani meneruskan perkataannya: "Aku mengucapkan selamat tinggal bagimu, wahai Haram bin Haiban! Sela­mat dan rahmat Allah kepadamu dan barakahNya!. Aku tiada akan melihat engkau lagi sesudah hari ini. Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepadamu. Engkau mencari aku. Maka sesungguhnya, aku tidak suka terkenal. Aku lebih suka sendirian. Sesungguhnya, aku banyak dukacita, sangat bersedih hati bersama manusia itu, selama aku masih hidup. Maka janganlah engkau tanyakan aku dan janganlah engkau mencari aku! Ketahuilah, bahwa engkau daripadaku itu, di atas satu hati, walaupun aku tiada melihat engkau dan engkau tiada melihat aku. Maka ingatlah aku dan berdolalah kepadaku! Maka sesungguhnya, aku akan mengingati engkau dan akan berdo'a kepada engkau, insya Allah. Berjalanlah engkau dari sini, sehingga akupun berjalan dari sini". Aku ingin berjalan bersama dia sesa'at. Maka ia enggan bersama aku. Dan aku berpisah dengan dia. Lalu ia menangis dan membawa aku menangis. Aku memandang kepada kuduknya, sehingga ia masuk ke sebahagian jalan. Kemudian, sesudah itu, aku menanyakan tentang dirinya. Maka tiadalah aku menjumpai seorangpun, yang menceritera­kan kepadaku, sesuatu tentang dia. Kiranya Allah mencurahkan rahmat dan mengampunkan dosanya!” Maka demikianlah adanya perjalanan hidup putera‑putri akhirat, yang berpaling dari dunia. Dan anda sudah mengetahui dari yang lalu, tentang penjelasan dunia dan dari hal perjalanan hidup nabi‑nabi dan wali‑wali, bahwa batas dunia itu, setiap apa yang dinaungi oleh yang hijau (langit) dan yang dibawa oleh yang berdebu (bumi), kecuali apa yang ada karena Allah 'Azza wa Jalla dari yang demikian.
Lawan dunia itu akhirat. Yaitu: setiap; apa yang dikehendaki karena Allah Ta’ala, dari sesuatu yang diambil sekedar per­lu dari dunia, untuk memperoleh kekuatan menta'ati Allah. Yang demikian itu, tidaklah termasuk sebahagian dari dunia. Ini akan bertambah jelas dengan contoh. Yaitu: bahwa seorang yang akan menunaikan ibadah haji, apabila ia bersumpah, bahwa dalam perjalanan haji, ia tiada akan menyibukkan diri, dengan perbu­atan yang tidak menyangkut dengan haji tetapi ia semata‑mata untuk haji. Kemudian, ia sibuk (berbuat) menjaga perbekalan, umpan unta, menjahit tempat air minum dan tiap‑tiap sesuatu yang tak boleh tidak bagi haji, niscaya ia tidak terkena sumpah. Dan tidaklah ia disibukkan oleh perbuatan yang bukan haji. Maka begitu pulalah, badan itu kenderaan jiwa, yang akan menjalani perjalanan umur. Maka menjaga badan dengan yang mengekal­kan kekuatannya, pada menjalani jalan, dengan ilmu  dan amal  itu termasuk akhirat. Tidak termasuk dunia. Benar, apabila dimaksudkan untuk kesenangan dan kenikmatan badan, dengan sesuatu dari sebab‑sebab tersebut, niscaya adalah yang demikian, berpaling dari akhirat. Dan ditakuti hatinya akan kesat (kasar). Ath‑Thanafisi berkata: "Aku berada pada pintu Bani Syaibah di Masjidil‑haram, 7 hari dalam keadaan lapar. Maka pada ma­lam ke 8, aku mendengar orang memanggil dan aku di antara jaga dan tidur, yang isinya: "Ketahuilah, barangsiapa mengambil dari dunia, lebih, banyak daripada yang diperlukannya, niscaya dibutakan oleh Allah mata hatinya". Maka inilah penjelasan hakikat/makna dunia pada hakmu! Maka ketahuilah yang demikian niscaya engkau akan mendapat petunjuk, insya Allah!
PENJELASAN. hakikat/makna dunia, mengenai diri dunia itu & kesibuk­an‑kesibukannya yang menghabiskan cita‑cita Mahkluk.
Sehing­ga dunia itu melupakan mereka kepada diri mereka, kepada Khaliq (yang maha pencipta) mereka, tempat datang & tempat perginya mereka. Ketabuilah, bahwa dunia itu adalah ibarat dari benda‑benda yang ada. Manusia mempunyai keuntungan padanya dan mempunyai kesibukan pada memperbaikinya. Maka inilah 3 perkara. Kadang­-kadang orang menyangka, bahwa dunia itu adalah ibarat dari kesatu­an‑kesatuannya. Dan tidaklah seperti demikian!
Adapun benda‑benda yang ada, dimana dunia dikatakan dari benda‑benda tersebut, ialah: bumi dan apa yang diatas bumi. Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Kami menjadikan apa yang dibumi ialah untuk menjadi perhiasan baginya, karena Kami hendak menguji siapa­kah diantara mereka yang paling baik pekerjaannya". S 18 AI Kahfi ayat 7. Bumi itu tikar bagi anak Adam, tempat tidur, tempat tinggal dan tempat ketetapan. Dan apa yang diatas bumi itu, menjadi alat pakaian, alat makanan, alat minuman dan alat perkawinan. Dan apa yang diatas bumi itu, mengumpulkan 3 bahagian: barang tambang, tumbuh‑tumbuhan dan hewan.
Adapun tumbuh‑tumbuhan maka dicari oleh anak Adam untuk menjadi makanan dan pengobatan. Barang‑barang tambang, dicari oleh manusia untuk perkakas dan bejana (tempat air dan makanan). Seperti: tembaga & timah. Dan untuk uang, seperti emas & perak. ­Dan untuk maksud‑maksud yang lain. 
Adapun hewan, maka terbagi kepada: manusia dan binatang ternak. Adapun binatang ternak, maka yang dicari adalah dagingnya untuk makanan dan punggungnya untuk kenderaan dan perhiasan.
Adapun manusia, maka kadang‑kadang anak Adam. itu mencari, untuk memiliki tubuh, manusia, untuk dipergunakannya menjadi pela­yan dan dipergunakan nya tenaga mereka. Seperti: budak‑budak. Atau untuk memperoleh kesenangan dengan mereka. Seperti: budak‑budak wanita dan kaum wanita. Maka inilah benda‑benda dunia itu! Hanya benda‑benda tersebut dengan hamba Allah, mempunyai 2 hubungan: hubungan bersama hati. Yaitu: kecintaannya kepada benda‑benda tadi merasa beruntung dan teralih cita‑citanya kepada benda‑benda itu. Sehingga hatinya menjadi seperti: budak atau pencinta yang membuta‑tuli kepada du­nia. Dan masuk dalam hubungan ini, semua sifat hati, yang berhu­bungan dengan dunia. Seperti: “takabur, iri hati, dengki, ria, megah, jahat sangka, berminyak‑minyak air, suka dipuji, suka banyak harta dan berbangga diri”. Itu adalah dunia batiniyah!
Adapun yang zahiriyah ialah benda‑benda yang telah kami sebutkan itu. Hubungan yang ke 2, ialah, bersama badan. Yaitu: Kesibukan badan dengan memperbaiki benda‑benda itu. Supaya pantas, bagi ke­untungan‑keuntungannya dan keuntungan‑keuntungan orang lain. Yai­tu: Kumpulan perusahaan dan kepandaian, dimana manusia itu sibuk dengan perusahaan dan kepandaian tersebut. Sesungguhnya manusia itu lupa akan dirinya, tempat kembalinya dan bulak‑baliknya di dunia, karena dua hubungan ini: hubungan hati dengan kecintaan dan hubungan badan dengan kesibukan. Jikalau ia mengenal akan dirinya, ia mengenal akan Tuhannya dan ia mengenal hikmah dunia dan rahasianya, niscaya ia tahu, bahwa benda‑benda tersebut, yang kita namakan: dunia, tidaklah dijadikan, selain: untuk umpan binatang kenderaan, dimana ia akan berjalan dengan binatang kenderaan tersebut, kepada Allah Ta’ala. Yang saya maksudkan dengan: binatang kendaraan tadi, ialah: badan.
Sesungguhnya badan itu tiada akan tahan selain dengan ma­kanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Sebagaimana unta, tiada akan tahan dalam perjalanan haji, selain dengan umpan, air dan pakaian yang memelihara punggungnya. Contohnya hamba Allah di dunia, tentang lupanya akan dirinya dan tujuannya itu, seperti orang yang mengerjakan ibadah haji, yang berhenti pada tempat‑tempat di jalanan. la senantiasa memberi umpan untanya, memelihara, membersihkan dan memberinya pakaian dengan berbagai macam warna kain. Dibawanya kepada unta itu bermacam-­macam rumput. Disejukkannya dengan air bercampur air beku. Se­hingga ia ditinggalkan oleh kafilah. la lengah dari hal haji, dari lalunya kafilah dan dari tinggal nya di desa, menjadi mangsa binatang buas. Yaitu: dia sendiri dan untanya. Orang yang sedang mengerjakan haji, yang bermata hati itu, tidak penting baginya urusan unta, selain sekedar yang menguatkan unta itu berjalan. Maka dipeliharanya unta tersebut dan hatinya ke Ka'bah dan ibadah haji. Dan ia berpaling (memperhatikan) kepada unta, sekedar perlu. Maka seperti demikianlah, orang yang bermata hati, dalam per­jalanan ke akhirat. la tidak sibuk dengan menjaga badan, selain yang perlu. Sebagaimana ia tidak masuk ke kakus, selain karena perlu. Dan tak ada bedanya, antara memasukkan makanan dalam perut dan mengeluarkannya dari perut, tentang masing‑masing dari keduanya itu, perlu bagi badan. Dan barangsiapa yang cita‑citanya, apa yang akan masuk ke dalam perutnya, maka nilainya, ialah: apa yang akan ke luar dari perut itu. Dan kebanyakan yang menyibukkan manusia daripada mengingati Allah Ta’ala, ialah: perut. Sesungguhnya makanan itu penting. Urusan tempat tinggal dan pakaian itu lebih mudah. Jikalau manusia itu tahu sebabnya perlu kepada urusan‑urusan tersebut dan mereka menyingkatkan (memba­taskan) kepadanya, niscaya mereka tidak akan ditenggelamkan oleh kesibukan duniawi. Dan sesungguhnya kesibukan duniawi itu meneng­gelamkan mereka, karena bodohnya mereka dengan dunia dan hik­mahnya dan keuntungan mereka dari dunia. Akan tetapi mereka itu bodoh dan lalai. Dan berturut‑turut kesibukan duniawi atas mereka. Sebahagiannya bersambung dengan sebahagian. Dan panggil‑memang­gil kepada tidak berkesudahan yang terbatas. Maka mereka itu terce­ngang pada banyaknya kesibukan dan lupa akan maksud‑maksudnya. Kami akan menyebutkan uraian‑uraian kesibukan duniawi, cara datangnya keperluan kepadanya dan cara salahnya manusia mengenai maksud‑maksudnya. Sehingga jelaslah bagi anda, kesibukan duniawi itu, bagaimana ia memalingkan manusia dari Allah. Dan bagai­mana ia melupakan mereka, akan akibat urusan‑urusannya. Maka kami katakan, bahwa kesibukan duniawi itu, ialah: peker­jaan, perusahaan dan perbuatan‑perbuatan, yang anda Iihat, bahwa manusia bertekun padanya. Dan sebab banyaknya kesibukan itu, ia­lah: bahwa manusia berhajat kepada tiga: makanan sehari‑hari, tempat tinggal dan pakaian. Makanan itu, untuk dimakan dan untuk tahan hidup. Pakaian itu menolak panas dan dingin. Dan tempat tinggal itu, untuk menolak panas dan dingin dan untuk menolak sebab‑sebab kebinasaan dari keluarga dan harta. Dan Allah Ta’ala tidak menjadikan makanan, tempat tinggal dan pakaian, sebagai suatu kemuslihatan, dimana tidak memerlukan usaha manusia padanya. Ya, dijadikan yang demikian bagi binatang. Maka sesungguhnya tumbuh‑tumbuhan itu menjadi makanan hewan, tanpa dimasak. Pa­nas dan dingin tidak membekas pada tubuh hewan. Maka ia tidak memerlukan kepada rumah. la cukup di padang sahara. Pakaiannya itu bulunya dan kulitnya. la tidak memerlukan kepada pakaian. Dan manusia tidaklah seperti demikian. Maka datanglah keperluan bagi yang demikian, kepada: 5 usaha. Yaitu: pokok segala usaha dan permulaan kesibukan duniawi. Yaitu: pertanian, penggembalaan ,al­iqtinash (mengambil hasil) perajutan dan pembangunan rumah. Adapun pembangunan rumah, maka adalah untuk tempat ting­gal. Perajutan dan yang meliputinya dari urusan benang dan menjahit, maka adalah untuk pakaian. Pertanian, ialah untuk makanan.
Peng­gembalaan, ialah untuk binatang‑binatang ternak. Dan kuda juga untuk makanan dan kenderaan. Dan al‑iqtinash  itu, yang kami maksudkan, ialah: mengambil hasil apa yang dijadikan oleh Allah: dari binatang buruan atau barang‑barang atau rumput atau kayu api. Maka petani itu menghasilkan tumbuh‑tumbuhan. Penggembala itu menjaga hewan‑hewan dan mengambil hasilnya. Dan orang yang ber-iqtinash itu, mengambil hasil apa yang tumbuh dan yang menghasilkan sendiri, tanpa usaha anak Adam (manusia). Begitu pula, ia mengambil dari barang‑barang tambang bumi, apa yang dijadikan di dalamnya, tanpa usaha anak Adam. Dan yang kami maksudkan dengan al‑iqtinash itu, ialah yang demikian. Dan masuk didalamnya usaha‑usaha dan kesibukan‑kesibukan manusia yang bermacam‑macam. Kemudian, perusahaan‑perusahaan ini memerlukan kepada sa­rana, dan alat‑alat, seperti: perajutan, pertanian, pembangunan dan al‑iqtinash. Dan alat‑alat itu, diambil, adakalanya dari tumbuh‑tumbuhan, yaitu: kayu. Atau dari barang‑barang tambang seperti: besi, timah dll. Atau dari kulit hewan. Maka timbullah keperluan kepada 3 macam yang lain dari perusahaan, yaitu: pertukangan kayu, pertukangan besi dan perbantaian (penyembelihan hewan). Dan mereka itu, adalah orang‑orang yang menjadi pekerja pada alat‑alat. Dan kami maksudkan dengan tukang kayu, Ialah: tiap‑tiap pekerja pada kayu, bagaimanapun adanya. Dan dengan tukang besi, ialah: tiap‑tiap pekerja pada besi dan benda‑benda tambang lainnya, sampai tukang tembaga, pembuat jarum penjahit dll. Maksud kami ialah: menyebutkan jenis‑jenisnya. Adapun kesa­tuan‑kesatuan pekerjaan itu, maka banyak sekali. Adapun tukang bantai (pekerja pada penyembelihan), kami maksudkan, ialah: tiap‑tiap pekerja pada kulit‑kulit hewan dan bahagian‑bahagian hewan. ltulah induk perusahaan‑perusahaan! Kemudian, manusia itu dijadikan, dimana ia tidak bisa hidup sendirian. Akan tetapi, ia memerlukan kepada berkumpul dengan orang lain, dari jenisnya. Yang demikian itu, karena 2 sebab:
1.      Keperluannya kepada keturunan, untuk kekalnya (terus adanya) jenis manusia. Dan tidak ada yang demikian itu, selain dengan berkumpul laki‑laki & perempuan &  pergaulan keduanya
2.      Bertolong‑tolongan kepada menyiapkan sebab‑sebab ada‑nya makanan, pakaian dan untuk pendidikan anak.
Sesungguhnya tidak mustahil berkumpulnya itu membawa kepada adanya anak. Dan yang seorang, ia tidak sibuk dengan menjaga anak dan menyiapkan sebab‑sebab adanya makanan. Kemudian, ia tidak mencukupi hanya berkumpul bersama keluarga dan anak saja di rumah. Bahkan ia tidak mungkin hidup seperti yang demikian, selama tidak berkumpul suatu golongan yang banyak. Supaya masing‑masing menjamin dengan suatu perusahaan. Sesung­guhnya orang seorang, bagaimana ia dapat mengurus pertanian sendi­rian? Ia memerlukan kepada alat‑alatnya. Dan alat itu memerlukan kepada tukang besi dan tukang kayu. Dan makanan memerlukan kepada tukang penumbuk tepung dan tukang roti. Dan begitu juga, bagaimana ia bekerja sendirian menghasilkan pakaian. Ia memerlukan kepada penjagaan kapas, alat‑alat perajutan, penjahitan dan alat‑alat yang banyak. Maka karena demikianlah, kehidupan manusia terlarang sendirian.
Keperluan menonjol kepada berhimpun. Kemudian, jikalau mereka berkumpul pada suatu padang sahara yang terbuka, niscaya mereka akan menderita dengan panas dan di­ngin, hujan dan pencuri. Maka mereka memerlukan kepada bangun­an‑bangunan yang kokoh dan tempat‑tempat tinggal. Masing‑masing keluarga rumah itu, sendirian dengan rumahnya, dengan perkakas‑per­kakas yang ada padanya dan perabot. Tempat‑tempat tinggal itu menolak panas, dingin dan hujan. Dan menolak bahaya tetangga dari kecurian dan lainnya. Bahkan tempat‑tempat tinggal itu, kadang‑kadang dimaksudkan oleh segolong­an pencuri dari luar tempat‑tempat tinggal itu. Lalu keluarga tempat-­tempat tinggal itu, memerlukan kepada bantu‑membantu, dan tolong‑menolong. Dan membentengi diri dengan dinding‑dinding tembok, yang mengelilingi semua tempat‑tempat tinggal itu. Lalu lantaran ke­pentingan ini, maka muncullah negeri‑negeri.
Kemudian, tatkala manusia telah berkumpul di tempat‑tempat tinggal dan di negeri‑negeri dan mereka bergaul, Ialu terjadilah permu­suhan di antara sesama mereka. Karena muncul kekepalaan dan keku­asaan, bagi suami atas isteri. Dan kekuasaan bagi ibu‑bapak atas anak. Karena dia lemah, maka memerlukan kepada bantuan. Dan manakala kekuasaan itu diperoleh atas orang yang berakal, niscaya membawa kepada permusuhan. Lain haInya, kekuasaan atas binatang ternak. Karena dia tidak mempunyai kekuatan permusuhan, walaupun ia dianiaya. Adapun wanita, maka ia akan bermusuhan dengan suami. Dan anak akan bermusuhan dengan ibu‑bapak. Ini adalah di tempat tinggal (di rumah tangga).
Adapun penduduk negeri juga, maka mereka bergaul dalam segala keperluan. Dan mereka tengkar‑bertengkar padanya. Jikalau mereka dibiarkan seperti yang demikian, niscaya mereka berbunuh‑bu­nuhan dan binasa. Dan begitu juga, penggembala‑penggembala dan pemilik‑pemilik pertanian, mereka datang ke tempat‑tempat penggem­balaan, tanah‑tanah ladang dan air. Dan semua itu, tidak mencukupi dengan maksud mereka. Lalu tidak mustahil mereka akan berteng­kar (berbantah‑bantahan). Kemudian, sebahagian mereka kadang‑kadang lemah, dari berta­ni dan berusaha, disebabkan buta atau sakit atau tua. Dan datanglah penghalang‑penghalang yang bermacam‑macam. Jikalau ditinggalkan tersia‑sia, niscaya ia binasa. Dan jikalau diserahkan pencahariannya kepada semua, niscaya mereka akan hina‑menghinakan. Dan jikalau ditentukan seseorang, tanpa sebab yang menentukannya, niscaya ia tiada akan dipatuhi. Lalu muncullah, disebabkan dlarurat/perlu, dari penghalang-­penghalang yang terjadi dengan berkumpul itu, usaha‑usaha lain. Diantaranya: usaha pengukuran, yang akan diketahui dengan peng­ukuran tersebut, banyaknya tanah, untuk memungkinkan dibagi diantara sesama mereka dengan adil. Diantaranya, ialah: usaha ketentraman, untuk mengawal negeri dengan pedang dan menolak pencuri‑pencuri dari mereka.
Diantaranya, usaha hukum dan penyambungan untuk melerai­kan permusuhan. Diantaranya, keperluan kepada ilmu‑fiqh (ilmu hukum). Yaitu: mengetahui undang‑undang, yang sayogianya untuk mengendalikan manusia dan mengharuskan mereka berhenti pada batas‑batasnya. Se­hingga tidak banyaklah pertengkaran. Yaitu: mengetahui batas‑batas yang ditentukan oleh Allah Ta'ala dalam pergaulan dan syarat‑syarat­nya. Maka inilah urusan siasat (urusan politik) yang tidak boleh tidak daripadanya. Dan tidak berkecimpung dengan urusan ini, selain o­rang‑orang tertentu, dengan sifat‑sifat tertentu, dari segi ilmu, ke istimewaan dan petunjuk. Apabila mereka berkecimpung dengan urusan tersebut, niscaya mereka tidak memperoleh peluang untuk usaha yang lain. Dan mereka memerlukan kepada penghidupan. Dan penduduk negeri memerlukan kepada mereka. Karena jikalau penduduk negeri sibuk dengan pepe­rangan dengan musuh umpamanya, niscaya terhentilah semua perusa­haan. Dan jikalau ahli perang dan senjata sibuk dengan perusahaan-­perusahaan untuk mencari makan, niscaya kosonglah negeri dari pe­ngawal. Dan manusia akan menderita kemelaratan. Maka dipandang perlu untuk diserahkan bagi penghidupan dan rezeki mereka, harta-­harta yang hilang dari pemiliknya, yang tak ada pemiliknya lagi, jikalau ada. Atau diserahkan harta rampasan perang kepada mereka, jikalau ada permusuhan dengan orang‑orang kafir. Jikalau mereka itu orang beragama dan wara', niscaya mereka mencukupkan dengan sedikit dari harta‑harta kepentingan umum itu. Dan kalau mereka menghendaki keluasan hidup, maka ‑ tidak mus­tahil ‑ dipandang perlu, supaya mereka dibantu oleh penduduk nege­ri dengan harta. Supaya mereka membantu penduduk dengan penga­walan. Maka datanglah keperluan kepada pajak. Kemudian, disebab­kan keperluan kepada pajak, maka timbullah keperluan kepada usaha-­usaha lain. Karena diperlukan kepada orang yang bertugas pada urus­an pajak dengan adil, terhadap petani‑petani dan orang‑orang yang mempunyai harta. Dan mereka itu, adalah pekerja‑pekerja. Dan diperlukan pula, kepada orang‑orang yang mengambil pajak dari mereka tadi, dengan lemah‑lembut. Orang‑orang itu, ialah: pengumpul‑pengumpul pajak dan penagih‑penagih pajak. Dan diperlukan pula, kepada orang‑orang yang dikumpulkan pajak padanya, untuk dipeliharanya, sampai kepada waktu membagi-­bagikan pajak itu. Mereka ini, ialah: penyimpan‑penyimpan pajak (benda harawan). Dan diperlukan pula, kepada orang yang membagi‑bagikan pa­jak kepada mereka yang akan menerimanya, dengan adil. Yaitu: 0­rang tua bagi laskar (perajurit‑perajurit).
Perbuatan‑perbuatan tersebut diatas, jikalau diurus oleh ba­nyak orang, yang tidak dikumpulkan mereka oleh suatu ikatan, nisca­ya akan kacaulah organisasinya. Maka dari itu, datanglah keperluan kepada adanya raja, yang akan mengatur mereka. Dan seorang amir yang dipatuhi, yang akan menentukan orang (petugas) bagi tiap‑tiap pekerjaan. Dan bagi tiap‑tiap orang, dipilih pekerjaan yang layak dengan dia. Dan dijaga keinsafan pada pengambilan pajak dan pada memberikannya pada pemakaian tentara pada peperangan, pada pem­bahagian senjata mereka, pada penentuan arah‑arah peperangan, pada pengangkatan amir dan panglima perang atas tiap‑tiap rombongan dari mereka, sampai kepada yang lain‑lain, dari usaha‑usaha kerajaan. Maka dari yang demikian itu, sesudah tentara, dimana mereka ahli pemegang senjata dan sesudah raja yang mengamat‑amati mereka dengan mata yang tidak tidur dan yang mengatur mereka, maka datanglah keperluan kepada juru tulis-juru tulis, pemegang‑pemegang kas (peti uang), penghitung‑penghitung uang, pemungut‑pemungut pa­jak dan pekerja‑
pekerja (karyawan‑karyawan). Kemudian, mereka ini memerlukan pula kepada penghidupan. Dan mereka tidak mungkin bekerja dengan pekerjaan‑pekerjaan itu. Lalu datanglah keperluan kepada harta cabang bersama harta pokok. Yaitu: yang dinamakan: cabang pajak. Ketika itu. adalah manusia dalam usaha itu, 3 golongan.
Pertama : petani‑petani, penggembala‑penggembala dan yang be­kerja pada perusahaan‑perusahaan.
Kedua.   : tentara yang menjaga negeri dengan pedang.
Ketiga.   : orang‑orang yang pulang‑pergi di antara 2 golongan tadi, pada mengambil dan memberi uang pajak. Mereka itu, ialah: pegawai‑pegawai para pengumpul pajak dsbnya. Maka perhatikanlah, bagaimana mulainya urusan dari keperluan makanan, pakaian dan tempat tinggal dan kepada apa penghabisan­nya. Dan begitulah urusan dunia! Tidak terbuka suatu pintupun dari­padanya, melainkan dengan sebab itu, lalu terbuka pintu‑pintu yang lain.
Dan begitulah berkesudahan, kepada tiada batas yang dihingga­kan. Dan seakan‑akan itu rawa, yang tak berkesudahan dalamnya. Siapa yang jatuh dalam suatu lobang daripadanya, niscaya ia jatuh dari lobang itu, ke lobang yang lain. Dan begitulah berturut‑turut. Maka inilah, yang dinamakan. usaha‑usaha dan perusahaan‑per­usahaan!  Hanya itu tiada akan sempurna, selain dengan harta dan alat‑alat. Dan harta itu adalah ibarat dari benda‑benda bumi dan apa yang di atas bumi, dari yang dapat dimanfaatkan. Dan yang paling atas daripadanya, ialah: makanan. Kemudian, tempat‑tempat di mana manusia bertempat tinggal padanya. Yaitu: rumah‑rumah. Kemudian, tempat‑tempat, di mana manusia berusaha padanya untuk penghidup­an, seperti: toko‑toko, pasar‑pasar dan sawah‑ladang. Kemudian, pa­kaian. Kemudian, perabot rumah dan alat‑alatnya. Kemudian, alat bagi alat‑alat itu. Dan kadang‑kadang pada alat‑alat itu, apa yang bernama: hewan, seperti anjing alat berburu, sapi alat membajak dan kuda alat kendaraan pada peperangan. Kemudian, datang dari yang demikian itu, keperluan berjual‑be­li. Sesungguhnya petani, kadang‑kadang ia bertempat tinggal pada suatu desa, yang tak ada padanya alat pertanian. Tukang besi dan tukang kayu bertempat tinggal pada suatu desa, yang tak mungkin padanya pertanian. Maka dengan terpaksa, (bi'dl‑dlarurah), petani itu memerlukan kepada tukang besi dan tukang kayu. Dan orang yang dua itupun memerlukan kepada petani. Maka salah seorang dari ke­duanya, memerlukan untuk memberi apa yang ada padanya, untuk yang lain. Sehingga ia mengambil dari orang tersebut maksudnya. Dan yang demikian, dengan jalan: tukar‑menukar.
Hanya, tukang kayu umpamanya, apabila ia mencari makanan dari petani dengan alatnya, maka kadang‑kadang petani itu, tidak memerlukan pada waktu itu, kepada alatnya. Maka tidak dijualnya makanan itu. Dan petani, apa­bila mencari alat dari tukang kayu, dengan menyerahkan makanan, kadang‑kadang masih ada makanan pada tukang kayu tersebut pada waktu itu. Maka ia tidak memerlukan kepada makanan. Lalu terha­langlah segala maksud. Maka mereka memerlukan kepada toko, yang mengumpulkan alat tiap‑tiap perusahaan, untuk diperhatikan oleh yang punya alat‑alat tersebut, akan orang‑orang yang memerlukan. Dan memerlukan pula, kepada gudang‑gudang, yang akan dikumpul­kan dalam gudang‑gudang itu, apa yang dibawa oleh petani‑petani. lalu dibelikan oleh yang empunya gudang‑gudang itu dari petani-­petani tadi. Untuk diperhatikan oleh orang‑orang yang memerlukan­nya. Dari karena yang demikian, maka lahirlah pasar‑pasar dan gudang‑gudang. Lalu petani membawa biji‑bijian. Apabila tidak ditemuinya orang yang memerlukan, maka dijualnya dengan harga murah kepada saudagar‑saudagar. Lalu saudagar‑saudagar tersebut menyimpankannya, dalam menunggu orang‑orang yang memerlukan, karena mengharap keuntungan. Dan seperti yang demikian juga, pada semua benda dan harta!
Kemudian ‑ tidak mustahil ‑ akan datang diantara negeri‑ne­geri dan desa‑desa itu, kepulang-pergian manusia. Maka pulang‑pergi­lah manusia, datang membeli makanan‑makanan dari desa‑desa dan alat‑alat dari negeri‑negeri (kota‑kota). Mereka pindahkan yang terse­but itu dan mereka mencari penghidupan dengan yang demikian. Supaya teratur urusan manusia dalam negeri, disebabkan mereka. Karena kadang‑kadang, setiap negeri itu, tidak terdapat padanya semua alat. Dan setiap desa itu, tidak terdapat padanya semua makanan. Lalu sebahagian memerlukan kepada sebahagian yang lain. Maka diperlukan kepada pemindahan barang‑barang. Lalu datanglah saudagar‑saudagar yang membebani diri, dengan memindahkan barang‑barang tersebut. Dan tidak mustahil, bahwa penggerak mereka kepada yang demikian itu, ialah: kelobaan mengumpulkan harta. Maka mereka bersusah‑payah sepanjang malam dan siang, dalam perjalanan untuk memenuhi maksud orang lain. Dan bahagian mereka dari perjalanan tersebut, ialah mengumpulkan harta ‑ yang tidak mustahil ‑ akan dimakan oleh orang lain. Adakalanya, oleh perampok di jalanan dan adakalanya, oleh sultan (raja) yang zalim.
Akan tetapi Allah Ta’ala menjadikan dalam kelalaian dan kebodohan mereka, peraturan (organisasi) bagi negeri (negara) dan kepentingan bagi hamba‑hamba Allah. Bahkan, semua urusan duniawi itu, tersusun dengan kelalaian dan keburukan cita‑cita. Jikalau manusia itu berakal dan cita‑cita mereka tinggi, niscaya mereka berlaku zuhud di dunia. Dan jikalau mereka berbuat demikian, niscaya batallah (sia‑sialah) semua penghidupan. Dan kalau batallah penghidupan itu, niscaya mereka binasa dan orang‑orang zuhud binasa pula.
Kemudian, harta‑harta tersebut yang akan dipindahkan itu, ma­nusia tiada akan sanggup membawanya. Maka diperlukan kepada bi­natang‑binatang yang akan membawanya. Dan yang empunya harta itu, kadang‑kadang tiada mempunyai binatang. Lalu datanglah mua­malah (pengurusan) di antara dia dan pemilik binatang, yang dinama­kan: ijarah (sewa‑menyewa). Dan jadilah sewa‑menyewa itu, semacam usaha pula. Kemudian, datanglah disebabkan berjual‑beli itu, keperluan ke­pada: emas dan perak. Orang yang bermaksud membeli makanan dengan kain, maka dari mana ia tahu kadar yang akan menyamainya dengan makanan? Berapa banyaknya? Dan muamalah/pengurusan itu, berlaku pada jenis‑ienis yang berlainan. Seperti: dijual kain de­ngan makanan dan hewan dengan kain. Dan ini adalah urusan‑urusan yang tidak bersesuaian. Maka tidak boleh tidak dari seorang penguasa(hakim) yang adil, yang mengetengahi di antara orang‑orang yang ber­jual‑beli itu, yang bersikap adil diantara yang seorang dengan lainnya. Maka yang demikian itu meminta keadilan dari benda‑benda harta tadi. Kemudian, diperlukan kepada harta yang lama tahannya. Karena keperluan kepadanya akan terus‑menerus. Dan harta yang paling ta­han lama, ialah: barang-barang tambang. Maka dibuatlah uang‑uang itu: dari emas, perak dan tembaga. Kemudian, keperluan meminta kepada penuangan, pengukiran dan penentuan nilainya. Maka keper­luan meminta kepada rumah penuangan uang dan penukaran uang.
Begitulah, kesibukan‑kesibukan dan pekerjaan‑pekerjaan itu panggil‑memanggil, oleh sebahagian kepada sebahagian yang lain. Se­hingga berkesudahan kepada apa yang anda Iihat sekarang. Inilah kesibukan‑kesibukan makhluk itu! Yaitu: penghidupan mereka. Dan sesuatu dari usaha‑usaha itu, tidak mungkin dilaksana­kan, selain dengan semacam hal yang dipelajari dan yang payah pada permulaan. Dan pada manusia, ada orang yang melalaikan yang demi­kian pada masa kecil. Lalu ia tidak berbuat dengan itu. Atau ia dihalangi daripadanya oleh sesuatu penghalang. Maka tetaplah ia le­mah dari berusaha, karena kelemahannya dari pekerjaan‑pekerjaan itu. Maka ia memerlukan kepada makan, dari apa yang diusahakan oleh orang lain. Maka datanglah daripadanya dua macam pekerjaan yang hina: mencuri dan meminta‑minta. Karena keduanya dikumpul­kan, bahwa keduanya memakan dari usaha orang lain. Kemudian, manusia itu memelihara dirinya dari pencuri‑pencuri dan peminta‑peminta (pengemis‑pengemis). Menjaga hartanya dari me­reka. Lalu memerlukan kepada pengarahan pikiran pada merekakan helah (mencari daya upaya) dan pengaturan‑pengaturan.
Adapun pencuri, maka di antara mereka, ada yang mencari pem­bantu. Dan ditangannya ada keperkasaan dan kekuatan. Lalu mereka itu berkumpul, berbanyak‑banyak dan merampok di jalanan, seperti: orang‑orang Badui dan orang‑orang Kurdi. Adapun yang lemah dari pencuri‑pencuri itu, maka mereka ber­lindung kepada helah (mencari jalan). Adakalanya dengan mengorek dinding atau dengan memanjat dinding, ketika ia memperoleh kesem­patan lalainya yang empunya harta. Dan adakalanya, ia menyambar atau mencuri secara diam‑diam atau dengan cara‑cara yang lain, dari bermacam‑macam pencurian yang timbul, menurut hasil pemikiran yang diserahkan untuk memahami jalannya pencurian itu.
Adapun pengemis maka apabila ia menuntut apa yang diusaha­kan oleh orang lain dan dikatakan kepadanya: "Berpayahlah dan bekerjalah, sebagaimana orang lain bekerja, maka bagaimana engkau ini berbuat yang sia‑sia", lalu tidak diberikan kepadanya sesuatupun. Maka orang‑orang pengemis itu memerlukan kepada helah (mencari jalan), untuk keluar-nya uang dari orang yang diminta dan menyiap­kan dalih bagi dirinya pada perbuatan yang sia‑sia itu. Lalu mereka mencari helah, untuk menyatakan alasan: kelemahan badan. Adakala­nya dengan sebenarnya, seperti segolongan pengemis yang membuta­kan anak‑anaknya dan dirinya sendiri dengan helah, supaya ia mem­peroleh dalih, dengan buta. Lalu mereka diberikan. Adakalanya membuat‑buat buta, membuat‑buat lumpuh, membuat‑buat gila dan membuat‑buat sakit. Dan melahirkan yang demiki­an itu, dengan bermacam‑macam helah, serta menerangkan, bahwa yang demikian itu suatu ujian yang menimpa pada dirinya, tanpa berhak. Supaya adalah yang demikian itu, menjadi sebab memperoleh kasih‑sayang. Segolongan pengemis meminta dengan kata‑kata dan perbuatan, dengan cara yang menakjubkan (mengherankan) orang banyak. Se­hingga terbuka hati mereka ketika menyaksikannya. Lalu mereka ber­murah hati dengan mengangkatkan tangan dari sedikit harta, pada waktu ketakjuban itu. Kemudian, kadang‑kadang ia menyesal sesudah ketakjuban tadi hilang. Dan penyesalan itu tiada bermanfaat lagi. Yang demikian itu, kadang‑kadang adalah dengan pengejekan, peniruan, permainan sunglap dan perbuatan‑perbuatan yang menerta­wakan. Kadang‑kadang yang demikian itu, dengan pantun‑pantun yang ganjil, perkataan berproza yang bersajak serta suara merdu dan syair yang bertimbang, adalah sangat membekas dalam jiwa. Lebih‑le­bih lagi, apabila ada padanya kefanatikan yang menyangkut dengan aliran‑aliran (madzhab‑madzhab), seperti: syair‑syair sejarah hidup (manaqib) shahabat‑shahabat Nabi saw dan para keluarga Nabi saw yang utama. Atau yang menggerakkan panggilan kerinduan dari orang‑orang yang pandai bersenda‑gurau, seperti usaha pemukul-­pemukul tambur di pasar‑pasar. Dan usaha yang menyerupai 'iwadI (penukaran dengan jual‑beli) dan sebenarnya bukanlah 'iwadl. Seperti menjual jampi dan daun ganja, yang dikhayalkan oleh penjualnya, bahwa barang‑barang tersebut itu obat. Maka tertipulah dengan demi­kian, anak‑anak dan orang‑orang bodoh. Dan seperti orang‑orang yang membuat undian (lotere) dan mengambil sempena dari ahli‑ahli nujum. Dan termasuklah dalam jenis ini, juru‑juru nasehat dan pengemis‑pengemis di atas mimbar (podium), apabila tidak ada di belakang mereka, faedah keilmuan (faedah ilmiyah). Dan maksud mereka itu menarik hati orang awam dan mengambil harta mereka dengan ber­macam‑macam pengemisan. Dan macamnya itu lebih dari seribu, dua ribu macam. Dan tiap‑tiap yang demikian direkakan dengan pikiran yang halus, demi untuk penghidupan.
Inilah kesibukan‑kesibukan makhluk itu dan pekerjaannya, di­mana mereka bertekun padanya! Mereka dihela kepada semua yang demikian, oleh keperluan kepada makanan dan pakaian. Akan tetapi, dalam pada itu, mereka lupa kepada dirinya, maksudnya, perobahan­nya dan tempat kembalinya. Lalu mereka membesarkan diri dan sesat. Dan didahului oleh khayalan‑khayalan yang merusak, kepada pikiran mereka yang lemah, sesudah dikotorkan oleh desakan kesibukan‑kesi­bukan di dunia. Maka terbagi‑bagilah aliran mereka dan bermacam-­macamlah pikiran mereka kepada beberapa bentuk. Maka segolongan, dikalahkan mereka oleh kebodohan dan kelalaian. Maka matanya tidak terbuka untuk memperhatikan kepada akibat pekerjaannya. Ma­ka mereka mengatakan, bahwa yang dimaksud, ialah untuk kami hidup beberapa hari di dunia. Maka kami bersungguh‑sungguh, se­hingga kami mengusahakan makanan. Kemudian, kami makan, se­hingga kami kuat berusaha. Kemudian, kami berusaha, sehingga kami makan. Maka mereka makan untuk berusaha. Kemudian, mereka ber­usaha untuk makan. Inilah aliran (jalan pikiran) petani‑petani dan orang‑orang yang bekerja pada usaha‑usaha. Dan orang yang tiada mempunyai kenikmat­an di dunia dan tiada tapak kaki (berpijak) pada agama, maka ia akan payah bekerja pada siang hari, untuk ia makan pada malam hari. Dan ia makan pada malam hari, untuk ia payah pada siang hari. Dan yang demikian itu adalah seperti perjalanan binatang‑binatang kecil yang berkeliling diatas air (as‑sawani). Maka itu adalah perja­lanan yang tiada akan putus, selain dengan mati.
Segolongan yang lain mendakwakan, bahwa mereka itu pintar untuk sesuatu urusan. Dan sesungguhnya, tiadalah dimaksud untuk mencelakakan manusia dengan pekerjaan itu. Dan ia tiada bernikmat-­nikmat (bersenang‑senang) di dunia. Akan tetapi kebahagiaan adalah pada menunaikan hajatnya (kehendaknya) dari nafsu‑syahwat dunia. Yaitu: nafsu‑syahwat perut dan kemaluan (alat vitalnya). Maka mere­ka ini lupa kepada dirinya dan menyerahkan cita‑citanya kepada mengikuti wanita‑wanita dan mengumpulkan segala macam kelezatan makanan. Mereka makan, sebagaimana binatang ternak makan. Mere­ka menyangka, bahwa mereka, apabila mencapai yang demikian, maka mereka telah memperoleh kebahagiaan yang penghabisan. Lalu yang demikian itu, menyibukkan mereka daripada mengingati Allah Ta'ala dan hari akhirat.
Segolongan menyangka, bahwa kebahagiaan itu adalah pada ba­nyaknya harta dan tidak memerlukan kepada lain, disebabkan ba­nyaknya gudang‑gudang. Maka mereka berjaga (tidak tidur) pada malam hari dan memayahkan dirinya pada siang hari pada mengum­pulkan harta. Mereka itu payah (capek) dalam perjalanan sepanjang malam dan siang. Mereka pulang‑pergi pada perbuatan‑perbuatan yang menyusahkan. Mereka berusaha dan mengumpulkan. Mereka tidak makan, selain sekedar perlu, karena loba dan kikir kepada harta itu, takut akan berkurang. Inilah kesenangan mereka! Pada yang demikian itulah, kebiasa­an dan gerakan mereka, sampai mereka didapati oleh mati. Maka kekallah harta itu dibawah bumi. Atau diperoleh oleh orang yang akan memakannya pada nafsu‑
syahwat dan kesenangan. Lalu adalah kepayahan dan kecelakaannya bagi yang mengumpulkan dan kese­nangannya bagi yang memakan. Kemudian, mereka yang mengumpul­kan harta itu melihat kepada contoh‑contoh yang demikian. Dan mereka tiada mengambil ibarat. Segolongan menyangka, bahwa kebahagiaan itu pada baiknya nama. Lancarnya lidah dengan sanjung dan pujian, dengan berbuat‑buat baik dan berkepribadian. Mereka memayahkan diri dalam mengusaha kan penghidupan. Dan menyempitkan atas dirinya pada makanan dan minuman. Meng­gunakan semua hartanya kepada pakaian‑pakaian yang bagus dan binatang‑binatang kendaraan yang berharga. Mereka menghiasi pintu rumahnya dan apa yang tertuju pandangan manusia kepadanya. Sehingga dikatakan, bahwa: dia orang kaya. Bahwa dia mempunyai kekayaan. Mereka menyangka, bahwa yang demikian itu kebahagiaan. Ma­ka cita‑cita mereka pada siang hari dan malamnya, ialah pada menye­diakan tempat tertujunya pandangan manusia. Segolongan yang lain menyangka, bahwa kebahagiaan itu pada kemegahan dan kemuliaan diantara manusia dan patuhnya makhluk (orang banyak) dengan merendahkan diri dan memuliakannya. Lalu mereka mengalihkan cita‑citanya kepada menarikkan manusia kepada menta'atinya dengan mencari kekuasaan dan mengikuti perbuatan‑per­buatan kesultanan. Supaya tembus perintahnya dengan demikian, ke­pada segolongan manusia. Dan mereka berpendapat, bahwa apabila luas kekuasaan mereka dan rakyatnya patuh kepada mereka, maka mereka sudah sangat berbahagia. Dan yang demikian itulah kesudah­an yang dicari. Inilah kebanyakan nafsu‑keinginan pada hati orang‑orang yang Ialai dari ummat manusia.
Mereka disibukkan oleh kesukaan meren­dah‑dirinya manusia kepada mereka, daripada merendahkan diri kepa­da Allah, daripada beribadah kepada Allah dan daripada bertafakkur, mengenai akhirat dan tempat kembalinya mereka. Di belakang mereka (golongan‑golongan yang tersebut di atas), terdapat lagi golongan‑golongan. yang panjang hinggaannya, melebihi dari 70 lebih partai. Semua mereka itu telah sesat dan menye­satkan dari jalan yang lurus.
Mereka sesungguhnya ditarik kepada semua yang demikian, oleh keperluan kepada makanan pakaian dan tempat tinggal.Mereka lupa, apa yang dikehendaki oleh 3 hal tersebut dan kadar yang mencukupi daripadanya. Dan tertarik kepada mereka, permulaan sebab‑sebabnya, sampai kepada penghabisan se­bab‑sebab itu. Dan terbawa mereka oleh yang demikian, kepada rawa-­rawa yang tidak memungkinkan lagi mereka mendaki daripadanya.
Maka orang yang tahu cara keperluan kepada sebab‑sebab dan kesibukan‑kesibukan ini dan tahu tujuan maksud daripadanya, niscaya ia tidak akan mengurung diri, pada kesibukan, pekerjaan dan perbuat­an, melainkan ia sudah tahu maksudnya, tahu dengan keuntungan dan bahagiannya. Dan bahwa tujuan maksudnya, ialah menyediakan keperluan tubuhnya, dengan makanan dan pakaian. Sehingga ia tidak binasa. Dan yang demikian, jikalau ia menempuh jalan menyedikitkan, niscaya tersingkirlah kesibukkan‑kesibukan daripadanya. Dan lapanglah hati dan membanyakkan ingatan kepada akhirat. Teralilah cita‑cita kepada menyiapkan ingatan  itu. Dan jikalau ia melampaui kadar yang diperlukan, niscaya banyaklah kesibukan. Sebahagian kesibukan itu akan memanggil sebahagian yang lain dan sambung‑menyambung, sehingga tiada berkesudahan. Maka bercabang‑cabanglah kesusahan. Dan siapa yang bercabang‑cabang kesusahannya di dalam lembah‑lem­bah dunia, maka Allah Ta'ala tiada akan memperdulikan, dalam lembah mana, yang membinasakannya. Maka inilah keadaan orang‑orang yang terjerumus dalam kesi­bukan duniawi.
Segolongan timbul kesadaran karena yang demikian. Lalu mereka berpaling dari dunia. Maka mereka dihasud oleh setan. Dan setan itu tidak mau meninggalkan mereka. Dan setan itu menye­satkan mereka pula pada berpaling dari dunia tadi. Sehingga mereka terbagi kepada golongan‑golongan. Lalu segolongan menyangka, bahwa dunia itu negeri percobaan dan ujian. Dan akhirat negeri bahagia bagi tiap‑tiap orang yang sampai kepadanya. Sama saja, ia beribadah di dunia atau tiada beribadah. Lalu mereka berpendapat, bahwa yang benar, ialah mereka membunuh diri, untuk terlepas dari ujian dunia. Kepada jalan pikiran inilah, ditempuh oleh golongan‑golongan manusia dari penduduk India. Mereka menyerbu ke dalam api dan membunuh diri dengan membakar. Mereka menyangka, bahwa yang demikian, jalan kelepasan bagi mereka dari ujian‑ujian duniawi.
Segolongan yang lain menyangka, bahwa membunuh diri itu tiada akan melepaskan dari ujian. Tetapi ‑ tak boleh tidak ‑, pertama‑tama: mematikan sifat‑sifat kemanusiaan dan memutuskan­nya dari diri  secara keseluruhan. Dan bahwa kebahagiaan itu adalah pada memutuskan nafsu‑syahwat dan kemarahan. Kemudian, meng­hadapkan diri dari jiwa kepada mujahadah (bersungguh‑sungguh me­merangi hawa nafsu dan berbakti). Dan mereka mengeraskan yang demikian atas dirinya. Sehingga sebahagian mereka binasa, disebabkan kerasnya riadlah (latihan dan perbuatan kebaktian) itu. Sebahagian mereka rusak pikirannya dan gila. Sebahagian mere­ka sakit dan tersumbat jalan pada ibadah. Sebahagian mereka lemah dari mencegah sifat‑sifat kemanusiaan, secara keseluruhan. Lalu menyangka, bahwa apa yang ditugaskan oleh agama itu mustahil. Dan agama itu meragukan, tidak mempunyai pokok perpegangan. Lalu ia jatuh dalam ilhad (ingkar adanya Tuhan). Dan bagi sebahagian mereka, lahir pemikiran, bahwa kepayahan ini semuanya bagi Allah. Dan Allah Ta’ala tidak memerlukan kepada ibadah hamba‑hambaNya. Ia tiada berkurang oleh kedurhakaan orang yang durhaka. Dan la tiada bertambah oleh kebaktian orang yang berbakti kepadaNya. Lalu mereka itu kembali kepada nafsu syahwat. Dan menempuh jalan semua boleh. Mereka itu melipatkan tikar aga­ma dan membatalkan hukum‑hukumnya. Mereka mendakwakan, bah­wa yang demikian itu, termasuk sebahagian dari kebersihan keesaan mereka, dimana mereka meyakini (ber‑i’tikad), bahwa Allah tidak memerlukan kepada ibadah hambaNya. Segolongan menyangka, bahwa yang dimaksudkan dari ibadah itu, ialah: mujahadha.  Sehingga hamba itu sampai dengan ibadahnya kepada mengenal (marifah) Allah Ta'ala. Apabila ma'rifah itu telah berhasil, maka ia, telah sampai kepada maksud. Dan sesudah sampai itu, ia tidak memerlukan lagi kepada wasilah (jalan) dan helah (daya­ upaya). Lalu mereka meninggalkan usaha dan ibadah. Mereka men­dakwakan, bahwa tempatnya telah meninggi pada mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak usah lagi melaksanakan tugas‑tugas agama (at‑takaaliif). Dan tugas‑tugas agama itu sesungguhnya ditugaskan ke­pada orang‑orang awam. Dibalik ini terdapat lagi aliran‑aliran batil/salah dan kesesatan‑kesesat­an besar, yang panjang hinggaannya, kepada jumlah yang sampai 70 partai lebih. Dan yang terlepas daripadanya, hanyalah suatu partai saja. Yaitu: yang menjalani apa yang diperbuat Rasulu'llah saw dan shahabat‑shahabatnya. Yaitu: ia tidak meninggalkan dunia secara keseluruhan. Dan ia tidak mencegah semua nafsu‑syahwat secara keseluruhan. Adapun dunia, maka diambilnya sekedar perbe­kalan. Adapun hawa‑nafsu, maka dicegahnya apa yang keluar dari keta’atan kepada agama dan akal pikiran. la tidak mengikuti setiap nafsu‑syahwat. Dan ia tidak meninggalkan setiap nafsu‑syahwat. Akan tetapi diikutinya keadilan. Tidak ditinggalkannya setiap sesuatu dan tidak dicarinya setiap sesuatu dari dunia. Akan tetapi ia tahu maksud tiap‑tiap apa yang dijadikan dari dunia. Dan dijaganya diatas batas maksudnya. Lalu ia mengambil dari makanan, apa yang menguatkan badan kepada ibadah. Dan dari tempat tinggal, apa yang menjaganya dari pencuri panas dan dingin. Dan dari pakaian begitu juga. Sehing­ga apabila hatinya telah kosong dari kesibukan badan, niscaya ia menghadapkan diri kepada Allah Ta’ala dengan cita‑cita yang sebe­narnya. la menyibukkan diri dengan dzikir dan fikir sepanjang umur. Ia tetap memperhatikan siasat nafsu‑syahwat dan mengintipnya. Sehingga tidak melampaui batas‑batas wara' dan taqwa. Uraian yang demikian tiada akan diketahui selain dengan mengikuti partai yang terlepas dari kesesatan. Dan mereka, ialah: para shahabat. Sesungguhnya Nabi saw tatkala bersabda: “Yang terlepas dari padanya, hanyalah 1 partai”. Lalu mereka bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Siapakah mereka?" Nabi saw menjawab: “Ahlulsunnah wal jama’ah”. Lalu ditanyakan: "Siapakah Ahlu' sunnah wal‑jamaah itu?" Nabi saw menjawab: “Apa yang aku padanya dan shahabat‑shahabatku”. Adalah para shahabat itu di atas jalan di tengah‑tengah dan di atas jalan yang terang, yang telah kami uraikan dahulu. Sesungguh­nya mereka tidaklah mengambil dunia untuk dunia, tetapi untuk aga­ma. Mereka tidak menjadikan dirinya rahib (orang bertapa) dan me­ninggalkan dunia (berhijrah dari dunia) secara keseluruhan. Mereka dalam segala urusan tidak terlalu kurang (tafrith) dan tidak melam­paui batas (ifrath). Tetapi, adalah pekerjaan mereka diantara yang demikian, yaitu: sedang. Dari yang demikian itu, ialah: adil dan di tengah‑tengah di antara dua tepi. Dan itu, keadaan yang lebih disukai oleh Allah Ta’ala, sebagaimana telah disebutkan dahulu pada bebera­pa tempat. Wa'llahu A’lam  ‑Allah Yang Maha Tahu- Telah tammat (sempurna) Kitab fercelanya dunia. Segala pujian bagi Allah, pada permulaan dan pada penghabisan. Kiranya Allah mencurahkan rahmat dan sejabtera kepada Penghulu kita Muham­mad, kepada keluarga dan shababat‑shahabatnya.