KITAB TERCELANYA
KIKIR DAN TERCELANYA CINTA HARTA
YAITU: KITAB KE 7 DARI RUBU YANG MEMBINASAKAN, DARI KITAB
IHYA' ULUMIDDIN.
Segala pujian bagi Allah, yang seharusnya
menerima pujian, disebabkan rezeki yang berkembang, yang dianugerahkan Allah
yang menghilangkan melarat sesudah putus asa, yang menjadikan makhluk dan
meluaskan rezeki, Allah mencurahkan kepada orang‑orang bekerja, bermacam‑macam
harta. Dan mencoba mereka pada harta‑harta itu, dengan pertukaran segala hal
keadaan. Allah membulak‑balik mereka pada harta‑harta itu, diantara sukar dan
mudah, kaya dan miskin, loba dan putus asa, kaya dan bangkerut(failit), lemah
dan bertenaga, rakus dan qana'ah (mencukupkan Apa yang ada), kikir dan pemurah,
gembira dengan yang ada dan sedih atas yang hilang, mengutamakan diri sendiri
dan membelanjakan kepada orang lain, merasa lapang dan takut miskin, memboros
dan terlalu menghemat, rela dengan sedikit dan memandang hina dengan yang
banyak. Semua mereka itu untuk dicoba Allah, siapakah diantara mereka yang lebih
baik amal perbuatannya. Dan Allah melihat, siapakah diantara mereka yang
memilih dunia, untuk ganti akhirat. Dan mencari ganti dan berpaling dari
akhirat. Dan mengambil dunia sebagai simpanan dan pembantunya. Selawat kepada
Muhammad yang telah memansukhkan (membatalkan) Agama‑Agama yang lain, dengan
Agama yang dibawanya. la melipatkan segala Agama dan kepercayaan, dengan
Syareat yang disampaikannya. Dan kepada keluarga dan shahabat‑shahabatnya yang
menjalani jalan Tuhannya dengan patuh. Curahkanlah kesejahteraan yang banyak
kepada mereka ! Adapun kemudian, sesungguhnya fitnah dunia itu banyak cabang
dan seginya, luas sudut dan sampingnya. Akan tetapi, harta itu yang terbesar
fitnahnya dan lebih lengkap ujiannya. Lebih besarnya fitnah pada harta itu, ialah:
bahwa tiada seorangpun yang tiada memerlukan kepada harta. Kemudian, Apabila
harta itu diperoleh, maka tiada selamat (dari kejahatan yang ditimbulkan oleh
harta). Kalau harta itu tidak dipunyai, maka terjadilah kemiskinan yang
mendekatkan kepada kekafiran. Dan kalau harta itu diperoleh, niscaya terjadilah
kedurhakaan, yang akibatnya tiada lain, selain kerugian. Kesimpulannya, bahwa
harta itu tiada terlepas dari faedah dan bahaya. Faedahnya termasuk yang
melepaskan dan bahayanya termasuk yang membinasakan. Membedakan antara
kebajikan dan kejahatannya itu termasuk hal yang sulit, yang tidak mampu
membedakannya, selain orang‑orang yang mempunyai mata hati (bashirah) pada
agama, dari ulama‑ulama yang mendalam ilmunya. Tidaklah mereka yang tahu hanya
gambaran ilmu, lagi yang tertipu. Uraian yang demikian itu penting secara
tersendiri. Maka Apa yang telah kami sebutkan pada "Kilab Tercelanya Dunia”, tidaklah ditinjau mengenai harta
khususnya. Akan tetapi, mengenai dunia umumnya. Karena dunia itu, mencakup
tiap-tiap keuntungan yang segera. Dan harta itu setengah dari bahagian‑bahagian
dunia. Kemegahan itu setengah bahagian dunia. Mengikuti nafsu‑keinginan perut
dan kemaluan itu setengah bahagian dunia. Kesembuhan dari marah, dengan hukum
amarah dan dengki itu setengah bahagian dunia. Sombong dan mencari ketinggian
itu setengah bahagian dunia. Dunia itu mempunyai bahagian‑bahagian yang banyak.
Dan semuanya itu, dikumpulkan oleh setiap apa yang ada keuntungan yang segera
bagi manusia padanya. Dan tinjauan kami sekarang pada Kitab ini, adalah
mengenai harta saja. Karena pada harta itu, banyak bahaya
dan kebinasaan. Dan manusia lantaran tidak mempunyai harta, bersifat miskin.
Dan dari adanya harta, bersifat kaya. Miskin dan kaya itu adalah dua keadaan yang mendatangkan percobaan
dan ujian. Kemudian, orang yang tiada mempunyai harta, mempunyai dua keadaan: qanaah (merasa cukup apa adanya) dan
loba. Yang satu adalah tercela dan yang satu lagi adalah terpuji. Dan orang
yang loba, mempunyai dua keadaan: loba Pada yang ada di tangan manusia
lain. Dan menyiapkan diri bagi pekerjaan-pekerjaan dan perusahaan‑perusahaan,
serta tiada mengharap dari bantuan makhluk. Loba itu yang terjahat dari dua
keadaan tersebut. Dan orang yang memperoleh (yang berpunya), mempunyai dua keadaan juga: menahan, disebabkan kuatnya kekikiran dan kelobaan dan membelanjakan. Yang satu tercela dan yang
satu lagi terpuji. Orang yang membelanjakan hartanya itu, mempunyai dua keadaan; memboros dan berhemat. Yang terpuji ialah: berhemat.
Inilah hal-hal yang menyerupai satu dengan lainnya. Dan menyingkapkan tutup
dari yang tidak terang ini, adalah penting. Dan kami akan menguraikan yang
demikian pada 14 pasal insya Allah
Ta’ala. Yaitu: penjelasan tercelanya harta, kemudian terpujinya. Kemudian,
penguraian faedah harta dan bahayanya. Kemudian, tercelanya rakus dan loba.
Kemudian obat rakus dan loba. Kemudian, keutamaan sifat pemurah. Kemudian,
hikayat (ceritera) orang‑orang pemurah. Kemudian, tercelanya kikir. Kemudian,
ceritera orang‑orang kikir. Kemudian, mengutamakan orang lain (al-itsar) dan
kelebihannya. Kemudian, batas keMurahan dan kekikiran. Kemudian, obat kikir.
Kemudian, kumpulan tugas‑tugas mengenai harta. Kemudian, tercelanya kaya dan
terpujinya miskin‑insya Allah Ta’ala.
PENJELASAN:
tercelanya harta dan makruh mencintainya.
Allah Ta’ala berfirman: "Hai orang‑orang
yang beriman ! Janganlah harta‑bendamu
dan anak‑anakmu melalaikan, kamu dari mengingati Allah. Dan siapa yang berbuat
begitu, itulah orang‑orang yang menderita kerugian". S 63 Al Munafiquun
ayat 9. Allah Ta’ala berfirman: "Harta‑benda dan anak‑anakmu hanyalah
menjadi fitnah. Dan disisi Allah ada pahala yang besar". S 64 Ath Taghabun
ayat 15. Maka siapa yang memilih harta dan anaknya atas apa yang pada sisi
Allah, niscaya ia merugi dan tertipu dengan kerugian besar. Allah 'Azza wa
Jalla berfirman: ”Siapa yang ingin kepada
kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami sempurnkan kepadanya perbuatannya itu di
dunia ini dan mereka tidak dirugikan". S 11 Huud ayat 15. Allah Ta’ala berfirman: "Sesungguhnya manusia itu bertindak melanggar batas. Disebabkan
dia melihat dirinya serba cukup”. S 96
Al ‘Alaq ayat 6‑7. Maka tiada daya dan upaya, melainkan dengan Allah yang
Maha tinggi dan Maha besar. Allah Ta’ala berfirman: "Kamu di Ialaikan oleh perlombaan memperbanyak (kekayaan)”. S
102 At Takaatsur ayat 1. Rasulullah saw bersabda: “Cinta
harta dan kemuliaan itu menumbuhkan nifaq (sifat orang munafik) dalam hati,
sebagaimana air menumbuhkan sayuran”. Nabi saw bersabda: "Tidaklah dua ekor serigala yang buas,
yang dilepaskan dalam kandang kambing lebih banyak merusakkan, dibandingkan
dengan cinta harta dan kemegahan, pada agama seorang muslim". Nabi saw
bersabda: "Binasalah orang‑orang yang membanyakkan, harta, selain orang
yang berbuat dengan hartanya pada hamba Allah: begini‑begini. Dan amat sedikit
mereka yang begitu". Ditanyakan kepada Nabi saw: "Wahai Rasulullah !
Yang manakah dari ummatmu yang jahat? Nabi saw menjawab: "Orang-orang
kaya". Nabi saw bersabda: "Akan datang sesudahmu suatu kaum, yang
memakan makanan dunia yang baik‑baik dan berwarna‑warna. Mereka mengendarai
kuda yang cantik dan berwarna‑warna. Mengawini wanita tercantik dan berwarna‑warna.
Memakai kain yang tercantik dan berwarna‑warna. Mereka mempunyai perut yang
tiada kenyang dari makanan sedikit. Mempunyai nafsu yang tidak merasa cukup
dengan yang banyak. Mereka berhenti diatas dunia, berpagi dan bersore hari
kepada dunia. Mereka mengambil dunia itu menjadi Tuhan yang disembah, tidak
Tuhan yang disembah mereka sendiri. Mereka mengambil Tuhan, selain Tuhan
mereka. Kepada urusan dunialah, mereka berkesudahan. Mereka mengikuti hawa‑nafsunya.
Maka cita‑cita dari Muhammad bin Abdullah, bagi siapa yang mendapati zaman
itu, dari sesudah, sesudah kamu dan di belakang, belakang kamu, bahwa ia tidak
memberi salam kepada mereka. Tidak mengunjungi orang‑orang sakit mereka. Tidak
turut mengantar jenazah‑jenazah mereka. Dan tidak memuliakan orang besar
mereka. Maka siapa yang berbuat demikian, niscaya ia telah menolong
menghancurkan Islam". Nabi saw bersabda: "Tinggalkanlah dunia, untuk yang mempunyainya ! Siapa yang mengambil
dari dunia di atas yang mencukupi nya, niscaya ia telah mengambil
kebinasaannya. Dan ia tidak merasa yang demikian. Nabi saw bersabda: "Anak Adam itu berkata: "Hartaku‑hartaku
!" Adakah bagimu dari hartamu, selain apa yang telah engkau makan? Maka
telah engkau hancur‑binasakan. Atau yang engkau pakai. Maka telah engkau
burukkan. Atau telah engkau sedekahkan. Maka telah engkau lakukan. Seorang
laki‑laki bertanya: "Wahai Rasulullah ! Mengapa aku tidak menyukai mati ?
Lalu Rasulullah saw bertanya: "Adakah padamu harta?". la menjawab:
"Ya, ada wahai Rasulullah". Maka Nabi saw bersabda: “Bawalah hartamu
di hadapanmu ! Sesungguhnya hati orang
mukmin itu bersama hartanya. Jikalau dibawanya di depannya, niscaya ia
menyukai untuk menghubunginya. Dan jikalau dibawanya di belakangnya, niscaya ia
menyukai untuk meninggalkannya". Nabi saw bersabda: “Teman anak Adam itu 3: yang satu mengikutinya sampai kepada nyawanya
diambil. Yang ke 2 sampai kekuburannya. Dan yang ke 3 sampai ke tempat
berkumpulnya (di padang mahsyar). Maka yang mengikutinya sampai kepada nyawanya
diambil, ialah: hartanya. Yang mengikutinya sampai ke kuburannya, ialah:
keluarganya. Dan yang mengikutinya sampai ke padang mahsyar, ialah: amaInya.
Sahabat‑sahabat Nabi Isa as (al-hawariyyun) bertanya kepada Nabi Isa as:
“Bagaimana engkau dapat berjalan atas air dan kami tidak sanggup yang demikian
?” Lalu Nabi Isa as bertanya kepada mereka: "Apa kedudukan dinar dan
dirham padamu ?". Mereka itu menjawab: "Baik !". Nabi Isa as
lalu berkata: "Tetapi keduanya itu dan lumpur padaku sama". Salman Al
Farisi menulis surat kepada Abid‑Darda ra, yang isinya: “Hai saudaraku ! Awaslah, bahwa engkau mengumpulkan dari
dunia, apa yang tidak engkau tunaikan ke syukurannya. Sesungguhnya aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: "Dibawakan orang yang mempunyai dunia,
yang menta'ati Allah di dalam dunia. Dan hartanya di hadapannya. Setiap kali
titian (Ash‑shiratul‑mustaqim) mereng, disebabkan orang itu, lalu hartanya
berkata kepadanya: “Lalulah terus ! Sesungguhnya engkau telah menunaikan hak
Allah padaku". Kemudian, dibawakan orang yang mempunyai dunia, yang tiada
menta'ati Allah di dalam dunia. Dan hartanya di antara dua bahunya. Setiap
kali titian (Ash‑shiratul‑mustaqim) mereng, disebabkan orang itu, lalu hartanya
berkata kepadanya: "Celaka engkau, bahwa engkau tidak menunaikan hak Allah
padaku". Maka senantiasalah seperti yang demikian, sehingga harta itu
mendo'akan dengan kecelakaan dan kebinasaan. Tiap-tiap apa yang telah kami
bentangkan pada Kitab Zuhud dan
kemiskinan, tentang tercelanya kaya dan terpujinya miskin, semuanya itu
kembali kepada: tercelanya harta. Maka
kami tiada akan memanjangkan, dengan mengulang‑ulanginya. Demikian pula tiap‑tiap
apa yang telah kami sebutkan tentang: tercelanya
dunia, maka mencakup tercelanya harta, secara umum. Karena harta itu sendi
dunia yang terbesar. Dan sesungguhnya akan kami sebutkan sekarang apa yang
datang dari agama, mengenai harta khususnya. Nabi saw bersabda: "Apabila mati seorang hamba, maka
malaikat bertanya: "apa yang dibawanya ? Dan manusia bertanya: "apa
yang ditinggalkannya?" . Nabi saw bersabda: “Jangan engkau mengambil sawah ladang, nanti engkau mencintai dunia
!". AI‑atsar (ucapan para shahabat dan orang‑orang terkemuka), diantara
lain, ialah: Di riwayatkan, bahwa seorang laki‑laki memaki Abid‑Darda' ra. Dan
diperlihatkannya Abid‑Darda' itu orang jahat. Lalu Abid‑Darda' berdo'a:
"Wahai Allah Tuhanku ! siapa yang berbuat jahat kepadaku, maka
sehatkanlah tubuhnya, panjangkanlah umurnya dan banyakkanlah hartanya !".
Maka perhatikanlah, bagaimana ia melihat, bahwa banyaknya harta itu bencana
penghabisan, serta sehatnya badan dan panjangnya umur. Karena, tak boleh tidak,
bahwa harta itu akan membawa kedurhakaan. Ali ra meletakkan uang sedirham di
atas telapak tangannya. Kemudian, berkata: "Sesungguhnya engkau, selama
engkau tidak keluar dari pada aku, niscaya engkau tidak bermanfa'at
bagiku". Di riwayatkan, bahwa Umar ra mengirim suatu pemberian (hadiah)
kepada Zainab binti Jahsyin (istri Nabi saw). Lalu Zainab bertanya: "apa
ini?". Mereka, yang membawa hadiah itu menjawab: "Dikirim oleh Umar
bin Khattab kepada engkau”. Beliau menjawab: "Kiranya Allah mengampuni
Umar !". Kemudian, beliau buka tutupnya yang ada padanya. Lalu beliau
potong dan menjadikannya beberapa berkas. Dan dibagi‑bagikannya pada
keluarganya, familinya dan anak‑anak yatim. Kemudian, ia mengangkat kedua
tangannya dan berdoa: "Wahai Allah Tuhanku ! Janganlah aku memperoleh lagi
pemberian Umar sesudah tahunku ini
!" Maka adalah Zainab binti Jahsyin istri Rasulullah saw yang
pertama, yang mengikutinya ke alam baka. Al-Hasan AI‑Bashar (melihat)i ra
berkata: "Demi Allah ! Tiadalah seseorang yang memuliakan dirham, melainkan
dia di hinakan oleh Allah". Ada yang mengatakan, bahwa dinar dan dirham
pertama yang diperbuat itu, telah diangkat oleh Iblis. Kemudian, diletakkannya
atas dahinya. Kemudian, dipeluknya, seraya ia berkata: "Siapa Yang
mencintai engkau berdua, maka dia itu budakku yang sebenarnya". Sumaid bin
'AjIan berkata: "Sesungguhnya dirham dan dinar itu kesusahan orang‑orang
munafik, mereka dihalau dengan dirham dan dinar itu ke neraka". Yahya bin
Ma’adz berkata: “Dirham itu kalajengking. Jikalau engkau tidak mengetahui
jampinya, maka janganlah engkau mengambilnya ! Karena, jikalau ia menyengat
engkau, niscaya engkau dibunuh oleh racunnya". Lalu orang bertanya:
"Apakah jampinya itu?" Yahya bin Ma’adz menjawab: "Mengambilnya
dari yang halal dan meletakkannya pada yang benar". AI‑'Ala bin Ziyad
berkata: "Tergambar bagiku dunia dan di atasnya dari Semua perhiasan. Lalu
aku berkata: "Aku berlindung dengan Allah dari kejahatan engkau”. Dunia
itu Ialu menjawab. "Jikalau menyukakan kamu, bahwa Allah melindungi engkau
daripadaku, maka marahilah dirham dan dinar ! Yang demikian itu, karena dirham
dan dinar, keduanya itu dunia seluruhnya. Karena dengan dirham dan dinar, orang
akan sampai kepada Semua macam dunia. Maka siapa yang sabar dari dirham dan
dinar, niscaya ia sabar dari dunia". Mengenal yang demikian, di katakan
dengan madah:
Sesungguhnya aku
mendapat,
maka jangan engkau
menyangka yang lain.
Bahwa wara' itu,
adalah di sisi
dirham ini.
Apabila engkau
telah menguasai dirham,
kemudian engkau
tinggalkan.
Maka ketahuilah,
bahwa taqwamu itu
taqwa muslim sejati.
Pada yang demikian
itu, dikatakan orang pula dengan madah:
Jangan engkau
tertipu,
oleh manusia yang
bajunya bertambal !
Atau kain
sarungnya Yang terangkat
diatas tulang
betisnya.
Atau tepi dahinya,
yang tampak padanya
bekas yang sudah
di hilangkannya.
Perlihatkanlah
kepadanya dirham,
niscaya engkau
akan ketahui
cintanya atau
wara'nya !
Diriwayatkan dari Maslamah bin Abdulmalik,
bahwa ia berkunjung kepada Umar bin Abdul‑aziz ra ketika sedang sakit yang membawa
kepada wafatnya. Maslamah berkata: "Wahai Amirul‑mukminin ! Engkau telah
berbuat suatu perbuatan, yang belum pernah diperbuat oleh seseorang sebelum
engkau. Engkau tinggalkan anak engkau, yang tiada bagi mereka dirham dan
dinar". Dan adalah Umar bin Abdul Aziz mempunyai 13 orang anak. Umar bin
Abdul‑aziz ra. Lalu menjawab: "Dudukanlah aku !". Lalu mereka mengangkatnya untuk
dapat duduk. Maka ia berkata: "Adapun katamu, bahwa aku tiada
meninggalkan dinar dan dirham bagi mereka, maka sesungguhnya aku tiada melarang
mereka untuk berhak. Dan tiada aku berikan mereka, hak orang lain. Sesungguhnya
anakku adalah salah satu dari dua orang: adakalanya, ia orang ta’at kepada
Allah. Maka Allah cukup baginya dan Allah itu melindungi orang‑orang shalih.
Adakalanya, ia orang maksiat (durhaka)
kepada Allah. Maka aku tiada perduli apa yang terjadi". Diriwayatkan,
bahwa Muhammad bin K’ab Al-qaradhi (termasuk golongan tabiin, penduduk
Madinah) memperoleh harta banyak. Orang lalu berkata kepadanya: “Kalaulah
kiranya engkau simpan untuk anak engkau, sesudah engkau”. Muhammad bin Ka’ab
menjawab: “Tidak !” akan tetapi, aku
akan menyimpanya bagi diriku pada sisi Tuhanku. Dan aku petaruh Tuhanku bagi
anakku”. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Abu Abdirabbih (seorang
jahit di Damsik): “Wahai saudaraku ! Jangan engkau pergi dengan buruk dan
engkau tinggalkan anak-anak engkau dengan baik”. Abu Abdi Rabbih lalu
mengeluarkan dari hartanya, 100.000 dirham. Yahya bin Ma’adz berkata: “Dua
malapetaka yang belum pernah didengar oleh orang-orang dahulu dan orang-orang
kemudian seperti itu, bagi seorang hamba Allah mengenai hartanya, ketika
matinya”. Lalu ia tanyakan: “Apakah 2 malapetaka itu ?”. Yahya bin Ma’adz
menjawab: “Diambil dari padanya semuanya dan ditanyakan kepadanya semuanya”.
PENJELASAN.
terpujinya harta dan berhimpun diantara puji dan cela.
Ketahuilah kiranya, bahwa Allah Ta’ala menamakan harta itu kebajikan (khair) pada beberapa tempat
dari Kitab Allah yang mulia. Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Kalau ia meninggalkan khair (harta),
supaya berwasiat untuk ibu bapaknya dan kerabat menurut patut. Hal yang patut
bagi orang-orang yang memelihara dirinya dari kejahatan”. S 2 AI‑Baqarah
ayat 180. Rasulullah saw bersabda: “Alangkah
baiknya harta yang baik bagi orang yang baik”. Setiap yang datang pada
Agama (tersebut pada AI‑Qur'an dan hadits), tentang pahala sedekah dan hajji,
maka itu adalah pujian kepada harta. Karena tidak mungkin tercapai yang dua
tadi, selain dengan harta. Allah Ta’ala berfirman: "Dan keduanya (dua orang anak yatim) itu, akan mengambil
simpanannya, hal ini adalah suatu karunia (rahmat) dari Tuhan engkau". S
18 Al Kahfi ayat 82. Allah Ta'ala berfirman, yang mengaruniakan kepada hamba‑hamba
Allah: “Diberikan Allah kepada kamu harta dan anak‑anak dan diadakan
Allah kebun‑kebun dan sungai‑sungai
untuk kamu” S 71 Nuh ayat 12.
Nabi saw bersabda: ”Hampirlah ke miskinan
itu menjadi ke kufuran”. Itu adalah pujian kepada harta. Dan anda tiada akan mengerti, segi mengumpulkan harta
itu, sesudah dicela dan dipuji. Kecuali dengan anda mengetahui hikmah harta,
maksudnya, bahayanya dan celakanya. Sehingga tersingkap, bagi anda, bahwa harta
itu baik dari suatu segi dan buruk dari suatu segi. Dan harta itu terpuji dari
segi dia itu baik dan tercela dari segi dia itu jahat. Maka tidaklah harta itu
baik semata‑mata dan tidaklah harta itu jahat semata‑mata. Akan tetapi, harta
itu sebab bagi dua hal tersebut ke seluruhannya. Tidak ini sifatnya, lalu
terpuji ‑ tidak mustahil ‑ sekali dan tercela, pada kali lainnya. Akan tetapi,
orang yang mempunyai bashirah (mata‑hati)
yang dapat membedakan, akan mengetahui, bahwa yang terpuji dari harta itu,
tidak tercela. Dan penjelasannya, ialah dengan memahami dari apa yang telah
kami sebutkan, pada "Kitab Syukur",
dari penjelasan kebajikan‑kebajikan dan penguraian tingkat‑tingkat nikmat.
Dan kadar yang mencukupi padanya, ialah: bahwa yang menjadi tujuan orang‑orang
yang pintar dan yang mempunyai bashirah, ialah: kebahagiaan akhirat. Yaitu: nikmat yang kekal dan milik yang tetap.
Dan tujuan kepada, ini, adalah kebiasaan orang‑orang mulia dan orang‑orang
pintar. Karena ada orang bertanya kepada Rasulullah saw: "Siapakah manusia
yang termulia, dan terpandai?". Maka Rasulullah saw menjawab: ”Mereka yang terbanyak ingat kepada mati dan
yang sangat siap bagi mati". Kebahagiaan ini tiada akan tercapai,
selain dengan tiga jalan di dunia. Yaitu:
keutamaan‑keutamaan jiwa, seperti ilmu dan
baik akhlak, keutamaan‑keutamaan
jasmaniah, seperti: kesehatan dan kesejahteraan
dan keutamaan‑keutamaan di luar
badan, seperti: harta dan sebab‑sebab lainnya. Dan yang tertinggi, ialah: kejiwaan, kemudian: jasmaniah, kemudian: yang diluar.
Maka yang diluar itu, yang paling buruk. Dan harta termasuk jumlah: yang di
luar. Dan yang terhina dari yang di luar itu,
ialah: dirham dan dinar. Keduanya sesungguhnya adalah khadim (jongos). Dan keduanya tiada
mempunyai khadim. Keduanya menjadi maksud bagi yang lain. Dan keduanya tidak
dimaksudkan bagi dirinya. Karena jiwa itu adalah zat yang paling berharga, yang
dicari kebahagiaannya. Dan jiwa itu berkhidmat kepada ilmu, ma'rifah dan ahklak
mulia, untuk diperolehnya suatu sifat pada dirinya. Dan badan itu berkhidmat
kepada jiwa, dengan perantaraan panca‑indra dan anggota badan. Makanan dan
pakaian itu berkhidmat kepada badan. Dan telah diterangkan dahulu, bahwa yang
dimaksud dari makanan, ialah mengekalkan badan. Dan dari perkawinan, ialah
mengekalkan keturunan. Dan dari badan, ialah menyempurnakan jiwa, membersihkan
dan menghiasinya dengan ilmu dan akhlak. Siapa
yang mengetahui susunan ini, maka ia telah mengetahui kedudukan harta dan segi
mulianya. Dan harta itu dari segi pentingnya bagi makanan dan pakaian adalah
menjadi pentingnya bagi kekekalan badan, yang menjadi pentingnya bagi
kesempurnaan jiwa, dimana itu adalah kebajikan. Orang yang mengetahui faedah,
tujuan dan maksud sesuatu dan dipakainya untuk tujuan itu, dengan memperhatikan
dan tidak melupakan kepadanya, maka ia telah berbuat baik dan mengambil
manfa'at daripadanya. Dan apa yang menghasilkan maksud baginya itu terpuji
pada haknya. Jadi, harta itu alat dan jalan kepada maksud yang sah. Dan dapat
pula diambil menjadi alat dan jalan kepada maksud‑maksud yang batil/salah.
Yaitu: maksud‑maksud yang mencegah dari kebahagiaan akhirat. Dan menyumbat
jalannya ilmu dan amal. Jadi, harta itu terpuji dan tercela. Terpuji, dengan
disandarkan kepada maksud terpuji. Dan tercela, dengan disandarkan kepada maksud
tercela. Maka siapa yang mengambil dari dunia, lebih banyak daripada yang
memadai baginya, maka ia telah mengambil kebinasaannya. Dan ia tidak merasa
yang demikian, sebagaimana yang datang pada hadits (telah disebutkan dahulu).
Tatkala adalah tabi'at manusia itu cenderung kepada mengikut nafsu‑syahwat yang
memotong jalan Allah dan harta itu memudahkan dan alat baginya, niscaya
besarlah bahaya, pada apa yang melebihi kadar mencukupi. Para nabi‑nabi
berlindung dari kejahatan harta. Sehingga Nabi kita saw berdo'a: “Wahai Allah Tuhanku ! Jadikanlah makanan keluarga
Muhammad sekedar mencukupi saja". Maka Nabi saw tidak meminta bagi
keluarganya, selain yang semata‑mata kebajikan Nabi saw berdo'a: "Wahai Allah Tuhanku ! Hidupkanlah aku
miskin ! Matikanlah aku miskin ! Dan kumpulkanlah aku (di padang mahsyar.)
dalam golongan orang‑orang miskin !". Nabi Ibrahim as berlindung, maka
ia berdoa (sebagaimana tersebut dalam Al-Qur‑an): “Dan jauhkanlah aku dan anak‑anakku dari menyembah berhala”. S 14
Ibrahim ayat 35. Yang dimaksudkan dengan berhala itu. yaitu: dua batu ini: emas dan perak. Karena pangkat kenabian itu, maha agung, daripada ditakuti
untuk diitikadkan ketuhanan pada sesuatu dari batu tersebut. Karena telah
memadai sebelum kenabiannya, akan ibadahnya sewaktu kecil. Dan sesungguhnya
arti penyembahan itu ialah: mencintai
emas dan perak, tertipu dan cenderung kepadanya. Nabi kita saw bersabda:
“Binasalah budak dan binasalah budak dirham ! la binasa dan ia tidak bangun
dari rebahnya. Dan Apabila ia kena duri, maka tidak dicabutnya duri itu".
Nabi saw menjelaskan, bahwa pencinta emas dan perak itu penyembah‑nya. Siapa
yang menyembah batu, maka dia itu penyembah berhala, tiap-tiap orang yang
menjadi hamba bagi selain Allah, maka dia itu penyembah berhala. Artinya, siapa
yang dipotong oleh yang demikian daripada mengingat Allah Ta’ala dan daripada
menunaikan hak Allah, maka dia itu seperti penyembah berhala. Dan itu syirik
(mempersatukan Tuhan). Hanya syirik itu dua
macam: Syirik khafi (syirik tersembunyi), yang tidak mengharuskan kekal dalam
neraka. Dan sedikitlah orang‑orang mukmin yang terlepas daripadanya. Sesungguhnya
syirik tersebut, lebih tersembunyi dari jalannya semut. Dan syirik jaliy (syirik nyata), yang
mengharuskan kekal dalam neraka. Kita berlindung dengan Allah daripada semua
itu.
PENJELASAN: penguraian bahaya harta dan faedahnya.
Ketahuilah, bahwa
harta itu seperti ular. Padanya ada racun dan obat. Maka faedahnya itu obatnya
dan bahayanya itu racunnya. Siapa yang mengetahui bahaya dan faedahnya, niscaya
memungkinkan ia untuk menjaga diri daripada kejahatannya dan mengalir faedah
daripada kebajikannya. Adapun faedahnya, maka terbagi kepada faedah keduniaan dan faedah keagamaan. Mengenai faedah keduniaan, maka tiada memerlukan
lagi kepada menyebutkannya di sini. Karena pengenalannya sudah terkenal, yang
bersekutu di antara segala jenis makhluk. Dan jikalau tidaklah demikian,
niscaya mereka tidak binasa pada mencarinya. Adapun faedah keagamaan, maka
semuanya terbatas pada 3 bahagian:
Bahagian Pertama. bahwa ia membelanjakan harta itu kepada
diri‑nya. Adakalanya pada ibadah atau pada yang menolong kepada ibadah. Adapun
yang pada ibadah, yaitu: seperti yang menolong kepada hajji dan jihad. Karena
tiada akan sampai kepada yang dua itu, selain dengan harta. Dan yang dua
tersebut, termasuk sebahagian dari ibu ibadah, mendekatkan diri kepada Allah
Ta'ala. Dan orang miskin tidak akan memperoleh
(mahrum) keutamaan yang dua tadi. Adapun mengenai yang mengatakan kepada
ibadah, maka yang demikian itu, ialah: makanan, pakaian, tempat tinggal,
perkawinan dan kepentingan‑kepentingan hidup lainnya. Semua keperluan ini Apabila
tidak Mudah tercapai, niscaya hati terarah kepada mengusahakannya. Lalu hati
itu tiada lega untuk agama. Dan semua yang menyampaikan kepada ibadah, maka itu
adalah ibadah. Mengambil sekedar mencukupi dari dunia, karena untuk jalan
menolong kepada agama, adalah termasuk sebahagian dari faedah-faedah keagamaan.
Dan tidak masuk bersenang senang melebihi diatas keperluan, pada yang demikian.
Karena yang demikian itu, termasuk sebagian keuntungan duniawi saja.
Bahagian kedua:
Apa yang diserahkannya kepada manusia. Yaitu 4 bahagian: sedekah, muruah,
menjaga kehormatan dan ongkos pelayaran. Adapun sedekah, maka tiada tersembunyi
pahalanya. Dan sedekah itu sesungguhnya memadamkan kemarahan Tuhan yang Maha
Tinggi. Dan sudah kami sebutkan keutamaannya pada uraian yang lalu. Adapun
muruah ( kepribadian, kehormatan diri ), maka yang kami maksudkan, ialah:
menyerahkan harta kepada orang-orang kaya dan orang-orang mulia
(bangsawan-bangsawaan) pada perjamuan, hadiah, pertolongan dan yang menyerupai
yang demikian. Maka ini sesungguhnya tidak dinamai sedekah. Akan tetapi sedekah
itu yang diserahkan kepada orang yang memerlukan. Hanya ini termasuk sebahagian
dari faedah-faedah keagamaan. Karena dengan ini, hamba Allah itu berusaha
memperoleh saudara dan teman. Dan dengan ini ia berusaha memperoleh sifat
kemurahan. Dan menghubungkan diri dengan golongan orang-orang pemurah. Maka
tidak disifatkan dengan: Kemurahan, selain orang yang berbuat baik (berbuat
makruf) dan menempuh jalan muruah dan kemurahan hati. Dan ini juga termasuk yang membesarkan pahala. Maka
telah banyaklah hadist yang membentangkan tentang hadiah, perjamuan dan memberi
makanan, tanpa syarat kemiskinan dan keperluan pada pembelanjaannya. Adapun
menjaga kehormatan, maka yang kami maksudkan, ialah: memberikan harta untuk
menolak serangan (kritik), penyair‑penyair, celaan orang‑orang tidak berpikiran
sehat (orang safih), memotong lidah mereka (menyetop lidahnya atau menutup
mulutnya) dan menolak kejahatan mereka. Dan itu juga serta cepat timbul
faedahnya pada waktu yang segera, adalah termasuk sebahagian dan keuntungan
keagamaan. Nabi saw bersabda: “Apa yang
dipergunakan oleh manusia untuk memelihara kehormatannya, niscaya dituliskan
menjadi sedekahnya”. Betapa tidak ! Pada perbuatan tersebut, mencegah si
pengupat dari kemaksiatan pengumpatan. Dan menjaga dari perkataannya, berkobarnya
permusuhan yang membawa pada tindakan seimbang dan balas dendam, melampaui
batas‑batas hukum agama. Adapun pelayanan,
yaitu: bahwa perbuatan‑perbuatan yang diperlukan oleh manusia, untuk
penyediaan sebab‑sebabnya pelayanan itu banyak. Jikalau perbuatan‑perbuatan itu
dikerjakan sendiri, maka habislah waktunya. Dan sukarlah kepadanya menempuh
jalan akhirat dengan fikir dan dzikir, yang menjadi tingkat tertinggi
bagi orang‑orang salikin (orang suluk,
yang menempuh jalan kepada Allah). Orang yang tiada mempunyai harta, maka
ia memerlukan untuk mengerjakan sendiri, mengurus dirinya sendiri, dari membeli
makanan dan menumbuknya. Menyapu rumah, sampai kepada menyalin buku yang
diperlukannya. Tiap-tiap apa yang tergambar dapat dikerjakan oleh orang lain
dan dengan demikian, maksudmu berhasil, maka kamu menjadi payah, Apabila kamu
mengerjakan sendiri. Karena kamu harus mengerjakan sendiri, dari hal: ilmu, amal, dzikir dan fikir, Apa yang tidak
tergambar dapat dikerjakan oleh orang lain. Maka menghabiskan waktu pada
lainnya, adalah rugi.
Bahagian Ketiga: Apa yang tidak diserahkan kepada manusia
tertentu. Akan tetapi berhasil dengan perbuatan tersebut kebajikan umum,
seperti: pembangunan mesjid, jembatan,
langgar, rumah orang sakit, mendirikan tempat penyimpanan air pada jalan raya dan
lainnya, dari usaha‑usaha wakaf yang ditujukan untuk amal kebajikan. Dan itu:
termasuk sebahagian kebajikan yang berjalan lama, yang mengalir pahalanya
sesudah mati, yang menarik barakah do'a orang-orang shalih, sampai kepada
waktu yang panjang. Dan jagalah diri‑mu, jangan sampai tidak memperoleh
kebajikan dengan perbuatan-perbuatan tersebut ! Maka inilah sejumlah faedah
harta pada agama, selain Apa yang menyangkut dengan keuntungan yang segera,
berupa kelepasan dari kehinaan meminta‑minta, kehinaan miskin, sampai kepada
ketinggian dan kemuliaan diantara makhluk, banyak saudara, pembantu, teman,
kehormatan dan kemuliaan dalam hati. Maka setiap yang demikian, dari Apa yang
dikehendaki oleh harta itu, termasuk dalam keuntungan duniawi. Adapun bahaya, maka ada bahaya keagamaan dan bahaya keduniaan (bahaya duniawi). Bahaya
keagamaan, maka ada tiga perkara:
Pertama: menghela (menarik) kepada perbuatan maksiat. Sesungguhnya
nafsu‑syahwat itu berlebih‑kurang. Kelemahan itu, kadang‑kadang mendindingkan
di antara manusia dan kemaksiatan. Dan termasuk memeliharakan diri, bahwa tidak
terdapat kelemahan itu. Dan manakala manusia itu berputus‑asa dari semacam maksiat,
niscaya tidaklah tergerak pemanggilnya. Maka Apabila ia merasa mampu kepada
sesuatu perbuatan maksiat, niscaya terbangkitlah pemanggilnya. Dan harta itu
semacam dari kemampuan, yang menggerakkan pemanggil perbuatan‑perbuatan maksiat
dan pekerjaan kezaliman. Maka Jikalau dikerjakannya Apa yang dikehendaki oleh
hawa‑nafsunya, niscaya ia binasa. Dan jikalau ia menahan diri (sabar), niscaya
jatuh dalam kesukaran. Karena sabar (menahan diri) serta ada kemampuan itu
sangat berat. Dan percobaan waktu senang itu, lebih besar dari percobaan waktu
melarat.
Kedua: menghela (menarik) kepada bersenang‑senang
pada hal-hal yang diperbolehkan (hal mubah). Dan ini permulaan tingkat. Maka
manakala orang yang mempunyai harta (orang berada) sanggup memperoleh roti dari
tepung syair (semacam tepung gandum), memakai kain kasar dan meninggalkan
segala kelezatan makanan, sebagaimana yang disanggupi oleh Nabi Sulaiman bin
Dawud as dalam kerajaannya, lalu keadaannya yang terbaik, ialah, bahwa ia bersenang‑senang
dengan dunia dan mencobakan dirinya kepada dunia, maka jadilah bersenang‑senang
itu kebiasaan padanya dan kecintaan yang tidak dapat ia menahan diri (bersabar)
daripadanya. Dan akan ditarik oleh sebahagian daripadanya. kepada sebahagian
yang lain. Apabila bersangatan kejinakan hatinya kepada yang demikian, niscaya
kadang‑kadang ia tidak mampu untuk sampai kepadanya dengan usaha halal. Lalu dikerjakannya perbuatan‑perbuatan syubhah (yang tidak
jelas halal dan haramnya). Dan ia terjerumus pada perbuatan ria, berminyak
air, dusta, nafiq dan budi pekerti yang hina lainnya. Supaya teratur urusan
duniawinya dan memudahkan baginya bersenang‑senang. Maka sesungguhnya siapa
yang banyak hartanya, niscaya banyaklah keperluannya kepada manusia. Dan siapa
yang memerlukan kepada manusia, maka tidak dapat tidak, membawa ia menjadi
munafik dan mendurhakai Allah, pada mencari kerelaan manusia. Jikalau manusia
itu selamat dari bahaya pertama, yaitu:
langsung memperoleh keuntungan, maka ia sekali‑kali tidak akan selamat dari
ini. Dan dari keperluan kepada makhluk (manusia ramai) itu, berkobarlah
permusuhan dan persahabatan. Dan daripadanya, terjadilah dengki, iri hati,
ria, tekebur, dusta, lalat merah/suka menceritakan kekurangan orang, umpatan
dan kemaksiatan‑kemaksiatan lainnya, yang khusus dengan hati dan lidah. Dan
tidak pula terlepas daripada menular kepada anggota‑anggota badan lainnya. Dan
setiap yang demikian itu menjadi keharusan dari nasib malangnya harta,
keperluan kepada memelihara dan memperbaikinya.
Ketiga: yaitu, yang tidak terlepas seorang juapun daripadanya. Yaitu:
bahwa akan dilalaikan oleh kepentingan hartanya, daripada mengingati Allah
Ta’ala. Dan tiap-tiap yang menyibukkan hamba daripada mengingati Allah, maka
itu kerugian. Dan karena itulah, nabi Isa as berkata: bahwa pada harta itu: 3 bahaya:
1. Bahwa diambilnya dari yang tidak halal.
2. Lalu ditanyakan, jikalau diambilnya dari yang halal? Isa as lalu
menjawab: akan diletakkannya harta itu pada yang tidak benar.
3. Lalu ditanyakan, jikalau diletakkannya pada yang benar?
Isa as lalu menjawab: Ia akan disibukkan oleh kepentingan harta daripada
mengingati Allah Ta’ala.
Inilah penyakit yang mencelakakan.
Sesungguhnya pokok, otak dan rahasia segala ibadah, ialah: mengingati Allah (dzikrul‑laah) dan
bertafakkur tentang keagungan Allah. Dan yang demikian itu, akan memanggil
hati yang kosong. Orang yang mempunyai harta‑benda itu bersore dan berpagi,
selalu bertafakkur (asyik berfikir) tentang permusuhan petani dan perhitungan
hasil pertanian. Tentang permusuhan orang‑orang yang berkongsi dan pertentangan
mereka tentang pembahagian air dan batas‑batas tanah. Dan permusuhan pembantu‑pembantu
sultan (penguasa), tentang pajak. Permusuhan kuli‑kuli (orang‑orang yang
digaji), diatas keteledoran pada pembangunan. Dan permusuhan petani‑petani
tentang pengkhianatan dan pencurian yang dilakukan mereka. Orang yang mempunyai
perniagaan, adalah bertafakkur (asyik berfikir) tentang pengkhianatan
kongsinya, ingin sendirian memperoleh laba, keteledoran pada bekerja dan kesia‑siaan
pengurusan harta. Begitu pula orang yang mempunyai binatang temak. Dan begitulah
segala jenis harta lainnya. Dan yang lebih jauh dari banyaknya kesibukan,
ialah: uang yang disimpan di bawah tanah.
Dan pikiran senantiasa bulak‑balik mengenai penggunaan uang tersebut,
bagaimana menjaganya, takut dari orang yang akan melihat uang itu. Dan
bagaimana menolak kelobaan manusia daripadanya. Obat pikiran tentang dunia itu,
tiada kesudahannya. Orang yang ada padanya makanan seharinya itu, dalam keselamatan
dari semua yang demikian. Maka inilah sejumlah bahaya‑bahaya duniawiyah, selain
Apa yang dideritai oleh orang‑orang yang mempunyai harta di dunia: dari
ketakutan, kesedihan, dukacita, kekuatiran dan kepayahan, pada menolak orang‑orang
yang dengki, menanggung kesukaran‑kesukaran pada menjaga dan mengusahakan
harta. Jadi, obat harta, ialah mengambil untuk makanan daripadanya dan
membelanjakan sisanya kepada jalan kebajikan. Dan selain yang demikian itu,
racun dan bahaya. Kita bermohon pada Allah Ta'ala, akan keselamatan dan
kebaikan pertolongan dengan kemurahan dan kemuliaan Allah, Sesungguhnya Allah
atas yang demikian itu Maha‑kuasa.
PENJELASAN:
tercelanya rakus dan loba dan terpuji qana'ah dan tidak mengharap dari Apa yang
di tangan manusia.
Ketahuilah, bahwa kemiskinan itu terpuji,
sebagaimana telah kami kemukakan pada Kitab
Kemiskinan. Akan tetapi, sayogialah bahwa orang miskin itu bersifat qanaah (merasa cukup Apa adanya), terputus
loba (tidak bersifat loba) dari harta orang lain. Tidak menoleh kepada apa yang
di tangan mereka. Dan tidak bersifat rakus mengusahakan harta, bagaimanapun
adanya jalan yang akan ditempuh. Yang demikian itu, tiada akan mungkin, selain
dengan bersikap qana'ah sekedar perlu (dharurat), dari makanan, pakaian dan
tempat tinggal. Dan menyingkatkan kepada kadar yang paling sedikit dan macam
yang paling buruk. Angan‑angannya dikembalikannya kepada seharinya atau
sebulannya. Dan ia tidak menyibukkan hatinya dengan apa yang sesudah sebulan
itu. Jikalau ia ingin kepada yang banyak atau panjang angan‑angannya, niscaya
hilanglah keagungan sifat qanaah. Dan tidak mustahil, ia menjadi kotor dengan
loba dan kehinaan rakus. Rakus dan loba itu, menghelakannya kepada budi‑pekerti
jahat dan mengerjakan perbuatan‑perbuatan mungkar yang merusakkan muruah.
Sesungguhnya telah menjadi sifat anak Adam itu, rakus, loba dan kurang
qana'ah/cukup Apa adanya. Rasulu'llah saw bersabda: ”Jikalau anak Adam (manusia) itu mempunyai dua lembah emas; niscaya ia
akan mencari yang ketiga untuk tambahan dua lembah tadi. Dan rongga anak Adam
itu tidak akan penuh selain oleh tanah. Dan Allah menerima tobat terhadap siapa
yang bertobat”. Dari Abi Waqid Al-Laitsi
yang menerangkan, bahwa: "Adalah Rasulu'llah saw, Apabila
diturunkan wahyu kepada nya, lalu kami datang kepadanya, Ia mengajarkan kami,
Apa yang diwahyukan kepadanya. Maka pada suatu hari, aku datang kepadanya,
lalu ia bersabda: "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
"Sesungguhnya Kami menurunkan harta untuk didirikan shalat dan diberikan
zakat. Dan jikalau anak Adam itu mempunyai sebuah lembah emas, niscaya ia
mengingini untuk mempunyai yang kedua. Dan jikalau ia mempunyai yang kedua,
niscaya ia mengingini untuk mempunyai yang ketiga. Dan tiada akan penuh rongga
anak Adam, selain oleh tanah. Dan Allah menerima tobat, terhadap siapa yang
bertobat". Abu Musa AI‑Asy'ari ra berkata: "Surat seperti surat Bara‑ah telah turun, Kemudian, diangkat
kembali. Dan dihapalkan daripadanya: "Bahwa Allah menguatkan Agama ini,
dengan golongan‑golongan (kaum‑kaum) yang tiada berakhlak. Dan jikalau anak
Adam itu mempunyai harta dua lembah, niscaya ia bercita‑cita mempunyai lembah
yang ketiga. Dan tiada akan penuh rongga anak Adam, selain oleh tanah. Dan
Allah menerima tobat terhadap orang yang bertobat". Nabi saw bersabda: "Dua orang yang loba tiada akan kenyang‑kenyang,
yaitu: yang lobak kepada ilmu dan yang loba kepada harta”. Nabi saw
bersabda: "Anak Adam itu akan tua
dan akan muda yang bersamanya itu dua, yaitu: angan‑angan dan cinta
harta". Atau sebagaimana disabdakan Nabi saw pada hadits lainnya.
Tatkala yang tersebut itu adalah tabiat Anak Adam, yang menyesatkan dan sifat
(instinc) yang membinasakan, maka Allah Ta’ala dan RasuINya memuji qana'ah.
Nabi saw bersabda: “Amal baik
bagi siapa yang memperoleh petunjuk kepada Agama Islam. Hidupnya adalah sekedar
perlu dan merasa cukup (qanaah) dengan yang demikian”. Nabi saw bersabda:
“Tiada seorangpun, baik miskin dan kaya, melainkan ia ingin pada hari kiamat,
bahwa ia diberi makanan yang dalam dunia". Nabi saw bersabda:"Tidaklah Orang itu kaya, lantaran
banyak benda. Sesungguhnya orang kaya itu, ialah: “orang Yang kaya jiwa”. Nabi
saw melarang bersangatan loba dan berlebih‑lebihan mencari harta. la saw
bersabda: "Ketahuilah, wahai manusia ! Berbaik‑baiklah pada mencari harta.
Maka sesungguhnya, hamba itu tiada akan mempunyai, selain Apa yang telah
ditulis (pada Lauhul mahfudh) baginya. Dan hamba itu tiada akan pergi dari
dunia, sebelum datang kepadanya, Apa yang ditulis baginya dari dunia. Dan dunia
itu memaksa". Diriwayatkan, bahwa Musa as bertanya kepada Tuhannya. Musa
as bertanya: "Manakah hambamu yang paling kaya?" Allah Ta’ala menjawab: “Yang
paling qanaah/merasa cukup dengan apa yang AKU anugerahkan". Musa as
bertanya lagi: "Manakah mereka yang paling adil?" Allah Ta’ala
menjawab: "Siapa yang menginsyafi dirinya sendiri”. Ibnu Mas'ud ra
berkata: "Rasulu'llah saw bersabda: "Bahwa Ruhul‑qudus mengilhamkan
dalam hatiku, yaitu: "Bahwa seseorang (suatu jiwa) itu tiada mati sebelum
menerima dengan sempurna rezekinya. Maka bertaqwalah kepada Allah dan berbaik‑baiklah
(bersikap baik) pada mencari rezeki”. Abu Hurairah ra berkata: Rasulu'llah saw
bersabda kepadaku: "Hai Abu Hurairah ! Apabila bersangatan laparmu, maka
harus engkau makan sepotong roti dan segela air. Dan kebinasaan itu atas
dunia". Abu hurairah ra berkata: "Rasululllah saw bersabda: "Hendaklah kamu itu orang yang wara,
niscaya adalah kamu orang yang paling beribadah. Hendaklah kamu orang yang
qanaah, niscaya adalah kamu orang yang paling bersyukur. Dan cintailah untuk
manusia, Apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri. niscaya adalah kamu orang
mu'min !". Rasulu'llah saw melarang loba, menurut Apa yang dirawikan
Abu Ayyub AI‑Anshari ra bahwa: seorang Arab desa datang kepada Nabi saw, seraya
berkata: "Wahai Rasulu'llah ! Berilah aku pelajaran dan ringkaskan
!" Nabi saw Ialu menjawab: “Apabila
engkau mengerjakan shalat, maka bershalatlah sebagai shalat orang yang
mengucapkan selamat tinggal ! Dan
janganlah engkau berbicara dengan suatu pembicaraan, yang akan engkau meminta
ma'af besok ! Dan kumpulkan pikiranmu, bahwa kamu tidak mengharap (al-ya's)
dari Apa yang dalam tangan manusia !". 'Auf bin Malik AI‑Asy‑ja'i ra
berkata: "Adalah kami di sisi Rasulu'llah saw 9 atau 8 atau 7 orang. Lalu
Rasulu'llah saw bersabda: "Apakah kamu tidak melakukan bai'ah (sumpah
setia) dengan utusan Allah?" Kami Ialu menjawab: "Bukankah kami sudah
melakukan bai'ah dengan engkau, wahai Rasulu'llah ?”. Kemudian Rasulu'llah saw
bersabda: "Tidakkah kamu melakukan bai'ah dengan utusan Allah ?" Kami
lalu membuka tangan kami. Maka kami melakukan bai'ah dengan beliau. Lalu
berkata seorang dari kami: "Kami telah melakukan bai'ah dengan engkau.
Maka di atas Apakah kami akan melakukan bai’ah dengan engkau?" Nabi saw
menjawab: "Bahwa kamu menyembah Allah dan tidak kamu menyekutukan Allah
dengan sesuatu. Kamu mengerjakan shalat 5 waktu. Bahwa kamu mendengar dan
mentaati". Dan beliau ucapkan suatu perkataan yang tersembunyi, dengan
cara rahasia: "Dan janganlah kamu meminta pada manusia sesuatu !".
'Auf bin Malik Al-Asy‑ja'i berkata pula: "Adalah sebahagian rombongan itu
jatuh cambuknya. Lalu ia tidak meminta pada seorangpun, untuk mengambil cambuk
tersebut baginya". Al-atsar ( kata‑kata
shahabat dan orang‑orang terkemuka ) diantara lain, ialah Umar ra berkata:
"Sesungguhnya loba itu suatu kemiskinan. Dan tidak mengharap dari orang
itu suatu kekayaan. Sesungguhnya siapa yang tidak mengharap dari Apa yang
dalam tangan manusia, niscaya ia tidak memerlukan kepada manusia itu".
Ditanyakan kepada sebahagian ahli hikmah (filosuf): "Apakah kaya itu ?”
Filosuf tersebut menjawab: "Sedikit angan‑anganmu dan relamu dengan Apa
yang memadai bagimu". Mengenai yang demikian, orang bermadah:
Hidup itu,
sa'at‑sa'at yang
lalu.
Keadaan hari‑harian
itu,
berulang‑ulang
selalu.
Ber‑qana’ahlah
dengan hidupmu,
niscaya akan
menyenangkan kamu.
Tinggalkan hawa‑nafsumu,
niscaya kamu hidup
tidak terbelenggu !
Sesungguhnya
banyak kebinasaan,
yang ditarik oleh
emas,
oleh batu delima
dan oleh mutiara
Adalah Muhammad bin Wasi’ membasahkan roti
kering dengan air dan memakannya, seraya berkata: "Siapa yang ber‑qana'ah
dengan ini, niscaya ia tidak memerlukan kepada seseorang". Sufyan Ats‑Tsauri
ra berkata: "Sebaik‑baik duniamu, ialah Apa yang kamu tidak diuji dengan
itu. Dan sebaik‑baik Apa yang kamu diuji dengan dia, ialah Apa yang keluar dari
tanganmu". lbnu Mas'ud ra berkata: “Tiada dari suatu haripun, melainkan
malaikat itu berseru: "Hai anak Adam ! Sedikit yang memadai bagimu itu,
lebih baik daripada banyak yang menganiaya kamu". Sumaid bin 'Ajlam
berkata: "Sesungguhnya perutmu, wahai anak Adam itu sejengkal dalam
sejengkal. Maka mengapakah kamu dimasukkan oleh neraka !" Orang bertanya
kepada seorang ahli hikmah (filosuf): "Apakah hartamu ?" Filosuf itu
menjawab: "Cantik pada jahir, sederhana pada batin dan tidak mengharap
dari apa, yang dalam tangan manusia". Dirawikan, bahwa Allah 'Azza wa
Jalla berfirman: "Hai anak Adam ! Jikalau adalah dunia seluruhnya untukmu,
niscaya tiadalah yang untukmu daripadanya, selain makanan yang kamu makan (alqaut).
Dan Apabila AKU berikan kepadamu makanan dari dunia itu dan AKU jadikan
perhitungannya atas orang lain, maka AKU itu berbuat baik kepadamu". lbnu
Mas'ud ra berkata: "Apabila seseorang daripadamu mencari keperluannya,
maka hendaklah dicarinya dengan cara yang mudah. Dan tidak adalah orang yang
datang, lalu mengatakan, bahwa engkau demikian, bahwa engkau demikian (maksudnya
ia memuji), lalu dipotong punggungnya. Maka sesungguhnya datang kepadanya, apa
yang dibagikan untuknya, dari rezeki atau apa yang direzekikan" Setengah
Bani Ummiyah menulis surat kepada Abi Hazim, yang bermaksud, kiranya Abi Hazim
menyampaikan keperluan‑keperluannya kepada orang Bani Ummiyah itu. Maka Abi
Hazim membalas surat itu, yang isinya, diantara lain: "Telah aku sampaikan
keperluan-keperluanku kepada Tuhanku. Maka Apa yang dianugerahkan Allah
kepadaku dari keperluan‑keperluan itu, niscaya aku terima. Dan Apa yang
ditahankan Allah daripadaku, maka aku ber‑qana'ah (mencukupkan dengan Apa yang
ada)". Orang bertanya kepada setengah ahli hikmah: ”Barang Apakah yang
paling menggembirakan bagi orang yang berakal ? Barang manakah yang lebih
menolong untuk menolak kesedihan?" Filosuf itu lalu menjawab: "Yang
paling menggembirakan kepadanya, ialah Apa yang dikerjakannya dari amalan yang
baik. Dan yang lebih menolong kepadanya pada menolak kesedihan, ialah: rela dengan
yang ditentukan oleh qodo (ketetapan Tuhan)". Sebahagian ahli hikmah
berkata: "Aku dapati, bahwa manusia yang paling lama susah, ialah: pendengki. Dan yang paling tenang
hidupnya, ialah: orang yang qana'ah. Dan
yang paling sabar di atas kesakitan, ialah; orang
yang rakus, Apabila ia loba. Dan yang paling rendah kehidupannya, ialah: mereka yang menolak dunia. Dan yang
paling besar penyesalannya, ialah: orang
yang berilmu yang melampaui batas. Mengenai yang demikian itu, orang
bermadah:
Sangat
menyenangkan keadaan,
ialah pemuda yang
senantiasa atas kepercayaan.
Sesungguhnya orang
yang membagi‑bagikan
rezeki, maka ia
akan dibagikan.
Kehormatannya
terpelihara,
tidak akan
dikotorkan.
Wajahnya selalu
gembira,
tidak dicobakan.
Qana'ah itu,
sesungguhnya,
orang yang
menempatkannya dengan lapang.
la tidak menjumpai
pada masanya,
sesuatu yang
menyusahkan.
Ada pula orang
yang bermadah:
Sampai kapan aku
ini,
berada di tempat
dan dalam kepergian,
banyak usaha dan
penyelesaian
serta menghadapi
pekerjaan?
Meninggalkan rumah
dan selalu
berjauhan
dari orang‑orang yang
dikasihi,
yang tidak
mengetahui, bagaimana keadaanku.
Sekali di bagian
bumi yang sebelah Timur,
kemudian di bagian
Baratnya.
Tidak terguris
akan mati,
pada hatiku dari
karena rakusku.
Kalau kiranya aku
bersifat qanaah,
niscaya datang
rezekiku dalam ketenangan.
Orang qana'ah
itulah yang kaya,
bukan orang yang
banyak harta.
Umar ra berkata: "Apakah tidak aku
kabarkan kepadamu, apa yang aku pandang halal dari harta Allah Ta’ala? Yaitu: dua helai pakaian, untuk musim dinginku
dan musim panasku dan apa yang memuatkan bagiku dari punggungku untuk hajjiku
dan 'umrahku. Dan sesudah itu, makananku adalah seperti makanan seorang laki‑laki
dari kaum Quraisy. Tidaklah aku lebih tinggi dari mereka dan tidak lebih
rendah. Demi Allah ! aku tidak tahu, adakah halal yang demikian atau
tidak?" Seakan‑akan Umar ra ragu tentang kadar tersebut. Adakah itu lebih
daripada mencukupi yang mengharuskan qana'ah dengan dia? Seorang Arab desa
memaki saudaranya diatas rakusnya. Orang desa itu berkata: "Hai saudaraku
! Engkau itu pencari dan yang dicari. Engkau dicari oleh orang yang tidak
hilang engkau daripadanya. Dan engkau mencari Apa yang engkau pandang telah
mencukupi. Seakan‑akan apa yang telah jauh dari engkau, telah tersingkap bagi
engkau. Dan Apa yang engkau padanya, engkau telah pindah daripadanya. Seakan‑akan
engkau, hai saudaraku, tidak pernah melihat orang rakus, yang tidak pernah
mendapat dan orang zuhud yang memperoleh rezeki". Mengenai yang demikian,
orang bermadah:
Aku melihat kamu,
bertambah rakus
kepada dunia ini,
lantaran kekayaan,
seakan‑akan kamu
tiada akan mati.
Adakah bagimu
kesudahan,
jikalau pada suatu
hari, kamu jadi kepadanya?
Kamu lalu
menjawab:
mencukupi, aku
telah rela.
Asy‑Sya’bi ra berkata: “Diceriterakan,
bahwa seorang laki‑laki menangkap burung qunbarah
(semacam burung pipit). Lalu burung itu bertanya: "Apakah yang kamu
ingin berbuat dengan aku?" Laki‑laki itu menjawab: "Akan aku sembelih
engkau & akan aku makan engkau". Burung itu menjawab: "Demi
Allah! Tidak akan menyembuhkan dari
kesangatan rindu kepada makan ! Dan tidak akan mengenyangkan dari kelaparan !
Akan tetapi, aku akan memberitahukan kepadamu 3 perkara, yang lebih baik bagi engkau daripada memakan aku:
Adapun
pertama, maka aku beritahukan
kepadamu dan aku di tanganmu.
Adapun kedua, maka apabila aku
berada di atas pohon kayu.
Adapun ketiga, maka apabila aku berada di atas bukit.
Laki‑laki itu lalu menjawab:
"Katakanlah yang pertama !" Burung tadi lalu berkata: "Janganlah
engkau gundahkan, apa yang telah hilang daripada engkau !” Lalu laki‑laki
tersebut melepaskan burung itu. Tatkala ia, telah berada di atas pohon kayu,
maka laki‑laki itu berkata: "Katakanlah yang kedua !". Burung itu berkata: "Janganlah
engkau benarkan, apa yang tidak ada, bahwa ia akan ada". Kemudian, burung
itu terbang, lalu berada di atas bukit. Maka ia berkata: "Hai orang yang
celaka ! Jikalau engkau sembelihkan aku, niscaya akan engkau keluarkan dari
perutku dua biji mutiara. Berat tiap-tiap mutiara itu 20 gram". Kata yang
empunya ceritera: “Lalu laki‑laki itu menggigit bibirnya dan mengeluh, seraya
berkata: "Katakanlah yang ketiga !"
burung itu berkata: “engkau telah lupa yang 2 tadi. Maka bagaimanakah
aku terangkan kepada engkau yang ke3 ? Apakah aku tidak mengatakan kepada
engkau, bahwa engkau jangan mengeluh terhadap Apa yang telah hilang dari engkau
? dan jangan engkau benarkan apa yang tidak ada
! aku, dagingku, darahku dan buluku, tidak akan ada 20 gram. Maka
bagaimanakah akan ada dalam perutku 2 biji mutiara, dimana tiap-tiap 1 biji itu
beratnya 20 gram ?” Kemudian, burung itu terbang. Lalu ia hilang. Ini adalah
contoh bersangatan lobanya anak adam. Lalu membutakannya dari mengetahui
kebenaran. Hingga ia mentakdirkan, apa yang tidak ada bahwa akan ada.
Ibnus-Sammak ra berkata: “Sesungguhnya harap (ar- raja”) itu, tali pada hatimu
dan rantai pada kakimu. Maka keluarkanlah harap dari hatimu, niscaya akan
dikeluarkan rantai dari kakimu !”. Abu
Muhammad Al-Yazidi berkata: “Aku masuk ketempat Harun Ar Rasyid. Lalu aku
mendapatinya sedang memandang pada sehelai kertas yang tertulis padanya dengan
emas. Tatkala ia melihat aku, maka ia tersenyum lalu Aku berkata, dengan
mengharap ada faedahnya: “Kiranya Allah menganugrahkan perbaikkan pada amirul mukminin !”. ia menjawab: “Ya, aku dapati 2 kuntum
syair dalam sebahagiaan simpanan bani Umiyah. Aku memandang baik ke 2 kuntum
syair tersebut dan aku tambahkan kuntum yang ke 3, kepada yang ke 2 itu”. Harun
ar rasyid lalu bermadah kepadaku, sebagai berikut:
Apabila tertutup
pintu daripadamu,
tanpa tercapai
keperluan.
Maka tinggalkanlah
untuk yang lain,
niscaya akan
terbuka bagimu pintunya.
Perut yang
mendekati penuh,
cukuplah bagimu
kepenuhannya.
Mencukupilah
bagimu perbuatan jahat,
untuk menjauhkannya.
JanganIah engkau
banyak memberikan,
untuk kehormatan
engkau !
Jauhilah dari
perbuatan kemaksiatan,
niscaya akan jauh
siksaannya dari engkau !
Abdullah bin Salam ra bertanya kepada
Ka’bul‑Ahbar ra “Apakah yang menghilangkan ilmu dari hati ulama, sesudah
dihapalkannya dan dipahaminya?" Ka’bul‑Ahbar menjawab: “Loba, nafsunya
rakus dan mencari banyak keperluan". Seorang laki‑laki bertanya kepada
Fudhlail: "Jelaskanlah kepadaku perkataan Ka'bul‑Ahbar itu !" Fudlail
menjawab: "Orang loba pada
sesuatu yang dicarinya. Maka hilanglah Agamanya atas yang demikian. Adapun
rakus, maka nafsu rakus pada ini dan ini. Sehingga nafsunya tidak suka, akan
hilang suatupun daripadanya. Dan engkau mempunyai keperluan kepada si ini dan
keperluan kepada si ini. Maka Apabila dilaksanakannya keperluan itu bagimu,
niscaya hidungmu terikat dan dihalaunya kamu kemana dikehendakinya. Dan ia
menguasai kamu dan kamu tunduk kepadanya. Maka siapa yang mencintai engkau
karena dunia, niscaya engkau memberi salam, kepadanya, Apabila engkau lalai
dihadapannya. Dan engkau kunjungi dia Apabila ia sakit. Engkau tidak memberi
salam, kepadanya, karena Allah 'Azza wa Jalla. Dan tidak engkau berkunjung
kepadanya karena Allah ! Maka jikalau engkau tidak mempunyai keperluan
kepadanya, niscaya adalah yang demikian itu lebih baik bagi engkau".
Kemudian, Fudlail menyambung: "Ini adalah lebih baik bagi engkau, dari 100
hadits dari si anu, dari si anu". Setengah ahli hikmah berkata: “Diantara,
yang mengheran kan dari keadaan manusia, ialah: bahwa kalau manusia itu
diserukan dengan terusnya kekal pada hari‑hari dunia, niscaya tidak ada pada
kekuatan kejadiannya (phisiknya) dari kerakusan, untuk mengumpulkan itu, lebih
banyak dari Apa yang telah dipakainya, serta singkatnya masa bersenang‑senang
dan harapan hilang". Abdul‑wahid bin Zaid Al-Bashari ra berkata: "Aku singgah ditempat
seorang rahib (pendeta Nasrani), lalu Aku bertanya kepadanya: “Dari mana
engkau makan?" Ia menjawab. “Dari lumbung Tuhan Yang Maha Penyantun, dan
Maha‑Tahu, yang telah menjadikan tempat gilingan, yang didatangkan Allah
dengan yang digilingkan. Lalu ia menunjuk dengan tangannya kepada gilingan
giginya. Maha suci Allah Yang Maha‑kuasa dan Maha‑tahu.
PENJELASAN:
obatnya rakus dan loba dan obat yang dapat diusahakan untuk sifat qana’ah.
Ketahuilah, bahwa obat ini tersusun dari 3 dasar, Yaitu: sabar, ilmu dan amal. Kumpulan yang demikian itu: lima perkara:
Pertama, yaitu, perbuatan: sederhana (perbuatan ekonomis) pada
penghidupan dan lemah‑lembut pada perbelanjaan. Siapa yang menghendaki
kemegahan qana'ah, maka sayogialah ia menutup dari dirinya, segala pintu
keluar, sedapat mungkin. Dan mengembalikan dirinya kepada sesuatu yang tidak
boleh tidak baginya. Maka siapa yang banyak pengeluarannya dan luas
perbelanjaannya, niscaya tidak memungkinkan ia berqana’ah. Akan tetapi, jikalau
ia sendirian, maka sayogialah dicukupkannya dengan sehelai kain kasar. Dan
dicukupkannya dengan makanan, Apa saja yang ada. Disedikitkannya lauk‑pauk,
Apa yang memungkinkannya saja. Dan menyiapkan dirinya kepada yang demikian.
Jikalau ia mempunyai keluarga, maka masing‑masing anggota keluarga itu
dikembalikan kepada kadar tersebut. Sesungguhnya kadar itu, akan mudah tercapai
dengan sedikit tenaga. Dan bersama yang demikian, mungkin diperelokkan pada
mencari rezeki dan kesederhanaan (bersifat ekonomis) pada penghidupan. Dan
itulah pokok pada qana'ah. Dan kami maksudkan dengan yang demikian, ialah:
lemah lembut pada perbelanjaan. Dan meninggalkan kebodohan pada perbelanjaan.
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya
Allah menyukai kelemah‑lembutan pada semua urusan". Nabi saw bersabda: “Tiada akan miskin orang yang hidup
sederhana”. Nabi saw bersabda: "Tiga perkara yang melepaskan dari
bencana: takut kepada Allah pada
tersembunyi dan pada terang, sederhana pada waktu kaya dan miskin dan berlaku
adil pada waktu rela (senang) dan pada waktu marah”. Diriwayatkan, bahwa seorang laki‑laki
melihat dengan mata sendiri, Abud Darda' memungut sebutir biji‑bijian dari
tanah. Dan Abud Darda' berkata: "Sesungguhnya orang yang mengerti
kepadamu, niscaya ia lemah‑lembut pada kehidupanmu". Ibnu Abbas ra
berkata: "Nabi saw bersabda: "Kesederhanaan, bagus kelakuan dan
petunjuk yang baik itu sebahagian dari 20 bahagian lebih, dari sifat
kenabian" Pada hadits, terdapat bahwa: "Teratur itu setengah penghidupan".
Nabi saw bersabda: “Siapa yang bersifat
sederhana, niscaya dikayakan oleh Allah. Siapa yang boros (Mubazir), niscaya dimiskinkan oleh Allah. Dan siapa yang
berzikir (mengingati Allah 'Azza wa Jala) niscaya dikasihi oleh Allah“. Nabi
saw bersabda: “Apabila engkau menghendaki
sesuatu urusan, maka haruslah dengan at‑tu‑adah (Pelan-pelan). Sehingga Allah
menjadikan bagimu kelapangan dan jalan keluar" Pelan‑pelan pada perbelanjaan itu
termasuk hal yang terpenting.
Kedua, bahwa Apabila Mudah baginya pada masa sekarang, Apa yang
mencukupi baginya, maka tiada sayogialah bahwa ia berada pada sangat
kegoncangan, bagi masa depan. Untuk demikian, ia dapat ditolong oleh pendek
angan‑angan dan keyakinan, bahwa rezeki yang ditakdirkan baginya, pasti akan
datang kepadanya, walaupun tidak bersangatan rakusnya. Sesungguhnya, kesangatan
rakus itu, tidaklah menjadi sebab bagi sampainya rezeki. Akan tetapi sayogialah
ia percaya dengan janji Allah Ta’ala. Karena Allah 'Azza wa Jalla berfirman: “Tidak ada binatang di bumi ini, melainkan
Allah yang menanggung rezekinya“. S 11 Huud ayat 6. Yang demikian itu,
dikarenakan bahwa setan menjanjikan kemiskinan dan menyuruh kekejian. Setan
itu berkata: "Jikalau engkau tidak rakus kepada mengumpulkan dan menyimpan,
maka kadang-kadang engkau itu sakit dan kadang‑kadang engkau itu lemah. Dan
engkau akan memerlukan kepada menanggung kehinaan pada meminta". Maka
senantiasalah panjang umur itu, dipayahkan oleh setan pada mencari (berusaha).
Karena takut dari payah. Dan setan tertawa, kepadanya, tentang ditanggungnya
kepayahan sekarang, serta lupa kepada Allah. Karena sangkaan (tidak yakin) akan
kepayahan pada keadaan kedua (nanti). Kadang‑kadang payah itu tidak akan ada.
Pada seperti yang demikian, orang bermadah:
Siapa yang
menggunakan berjam‑jam,
pada mengumpulkan
harta,
karena takut
kemiskinan.
Maka itulah yang
membuat kemiskinan.
Dua orang putera Khalid masuk ke tempat
Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw
bersabda kepada dua orang putera tersebut: "Janganlah
kamu berputus asa dari rezeki selama
bergerak‑gerak kepala kamu berdua ! Sesungguhnnya manusia dilahirkan oleh ibunya
merah, tiada padanya kulit kemudian ia diberikan rezeki oleh Allah Ta’ala”. Rasulullah
saw Ialu di tempat ibnu Mas'ud. Dan Ibnu Masud itu sedang susah. Lalu
Rasulullah bersabda kepadanya: "Jangan engkau banyakkan ke gundahanmu !
Apa yang ditakdirkan, niscaya akan ada. Dan Apa yang akan menjadi rezeki
engkau, niscaya akan datang kepada engkau". Nabi saw bersabda:
"Ketahuilah, hai manusia ! Ber‑elok‑eloklah pada mencari rezeki !
Sesungguhnya tiadalah bagi seorang hamba, selain apa yang telah dituliskan
(pada Luhul‑mahfudh) baginya. Dan tiada akan pergi seorang hamba dari dunia,
sebelum datang kepadanya, apa yang dituliskan baginya dari dunia. Dan dunia
itu memaksa". Tiada terlepaslah manusia dari kerakusan, selain dengan baik
kepercayaannya dengan pengaturan Allah Ta'ala, mengenai takdir rezeki hamba‑hambaNya.
Dan bahwa yang demikian itu tiada mustahil akan berhasil serta keelokan pada
mencari rezeki. Bahkan seyogialah diketahuinya, bahwa rezeki yang diberikan
oleh Allah bagi hambaNya, dari tempat yang tidak disangka‑sangka itu lebih
banyak. Allah Ta’ala berfirman: “Dan
siapa yang bertaqwa (memenuhi kewajiban) kepada Allah, DIA mengadakan untuk
orang itu jalan keluar (dari kesulitan). Dan memberikan rezeki kepadanya dari
(sumber) yang tiada pernah dipikirkannya (yang tidak disangkanya sama
sekali)". S 65 Ath Thalaaq ujung ayat 2 ‑ 3. Apabila tersumbat
kepadanya suatu pintu, yang ditunggunya rezeki dari pintu itu, maka tiada
sayogialah hatinya kacau dikarenakan itu. Nabi saw bersabda: “AIlah Ta'ala enggan memberi rezeki kepada
hambaNYA yang mukmin selain dari sumber yang tidak disangka‑sangkanya". Sufyan
Ats‑Tsauri ra berkata: "Bertaqwalah kepada Allah ! Sesungguhnya Aku tiada
melihat orang yang taqwa itu, memerlukan (kepada
orang)”. Artinya: orang yang taqwa itu tidak dibiarkan berketiadaan bagi
kepentingannya. Akan tetapi dilemparkan oleh Allah dalam hati kaum muslimin,
supaya mereka menyampaikan rezeki kepadanya. AI‑Fadlal Adl‑Dlabbi berkata:
"Aku bertanya kepada seorang Arab desa: "Dari mana
penghidupanmu?" Orang itu,
menjawab: "Nazar orang haji". Aku bertanya lagi: "Apabila orang‑orang
haji itu sudah kembali ?”. Orang itu Ialu menangis, seraya berkata:
"Jikalau kami tidak hidup, selain dari sumber yang kami ketahui, niscaya
kami tidak hidup". Abu Hazim ra berkata: "Aku dapati dunia itu dua perkara. Suatu perkara daripadanya
adalah untukku. Maka tidaklah Aku
segerakan sebelum waktunya, walaupun aku mencarinya dengan kekuatan langit dan
bumi. Dan suatu perkara dari padanya, adalah
untuk orang lain. Maka karena itulah,
aku tidak mencapainya pada masa yang lalu. Maka aku tiada mengharapnya, pada
Apa yang masih ada, yang dilarang oleh yang bagi orang lain, daripadaku,
sebagaimana dilarang oleh yang bagiku dari orang lain. Maka pada yang mana
dari dua ini, yang menghabiskan umurku?" Maka inilah obat dari segi
makrifah (ilmu), yang tidak boleh tidak daripadanya, untuk menolak yang
dipertakutkan dan yang diancam oleh setan dengan kemiskinan.
Ketiga: bahwa diketahui
Apa yang pada qana'ah itu dari kemuliaan, tidak memerlukan kepada orang. Dan
apa yang pada rakus dan loba itu, dari kehinaan.
Maka Apabila telah timbul keyakinan yang demikian padanya, niscaya
tergeraklah keinginannya kepada qanaah. Karena
pada kerakusan itu tiada akan terlepas dari kepayahan. Dan nada kelobaan, tiada
akan terlepas dari kehinaan. Dan tidak ada pada qana’ah selain kepedihan sabar
dari nafsu‑syahwat dan hal-hal yang tidak penting. Dan ini adalah kepedihan,
yang tiada dilihat oleh seorang pun, selain oleh Allah. Dan padanya pahala
akhirat. Dan yang demikian itu termasuk apa yang ditambahkan kepadanya
pandangan manusia. Padanya becana dan tempat dosa. Kemudian, akan dihilangkan
oleh kemuliaan diri dan kemampuan mengikuti kebenaran. Maka sesungguhnya,
siapa yang banyak loba dan rakusnya niscaya banyaklah keperluannya kepada
manusia. Maka tidak memungkinkannya mengajak mereka kepada kebenaran. Dan
mengharuskannya berminyak minyak air dengan mereka. Dan yang demikian itu,
akan membinasakan agamanya. Dan siapa yang tiada memilih kemuliaan diri, di
atas nafsu keinginan perut, maka adalah tidak teratur akaInya dan kurang
imannya. Nabi saw bersabda: "Kemuliaan
orang mukmin itu, ialah: ia tidak memerlukan kepada manusia". Maka
pada qana'ah itu kemerdekaan dan kemuliaan. Dan karena itulah, dikatakan:
"Merasa kayalah engkau dari orang yang engkau kehendaki, niscaya adalah
engkau sebanding (sama) dengan dia! Dan
perlukanlah kepada orang yang engkau kehendaki, niscaya adalah engkau tawanan
nya ! Dan berbuat baiklah kepada orang yang engkau kehendaki, niscaya adalah
engkau amirnya (rajanya)”.
Keempat: bahwa banyaklah yang menjadi angan‑angannya, tentang kesenangan
orang Yahudi, Nasrani, manusia‑manusia hina, orang‑orang bodoh dari bangsa
Kurdi. orang‑orang badui Arab yang kasar dan orang‑orang yang tiada agama dan
akal. Kemudian, ia melihat kepada hal ihwal nabi‑nabi dan wali‑wali dan kepada
tingkah laku Khulafa’-rasyidin, para shahabat dan tabi'in lainnya. la memperhatikan
hadits‑hadits (ucapan‑ucapan) mereka dan menoleh kepada keadaan mereka. AkaInya
akan memilih, di antara: Menyerupai dengan
manusia-manusia hina itu, atau mengikuti
orang yang lebih mulia jenis budi‑pekertinya pada sisi Allah. Sehingga
dengan demikian, memudahkan kepadanya kesabaran di atas kesempitan dan qana'ah dengan
yang sedikit. Sesungguhnya, jikalau la bersenang senang pada perut, maka
keledai itu lebih banyak makannya daripadanya. Dan jikalau ia bersenang‑senang
pada bersetubuh (sex), maka babi itu
lebih tinggi tingkatnya daripadanya. Jikalau ia menghiasi diri pada pakaian dan
kuda kendaraan, maka pada Yahudi ada orang yang lebih tinggi perhiasannya
daripadanya. Dan jikalau ia merasa cukup (berqana'ah) dengan yang sedikit dan
ia rela dengan demikian, niscaya tiada yang mengambil saham (bahagian) pada
kepangkatannya, selain nabi‑nabi dan wali‑wali.
Kelima: bahwa ia memahami
akan bahaya pada mengumpulkan harta, sebagaimana telah kami sebutkan pada: bahaya harta. Dan pada pengumpulan harta
itu, ditakutkan dari kecurian, perampokan dan kehilangan. Dan pada sunyinya
tangan dari harta (tiada memegang harta), terdapat keamanan dan selesai pikiran
(tidak terganggu dengan hal-hal di atas). Dan diperhatikannya, apa yang telah
kami sebutkan dahulu pada bahaya harta, serta
apa yang hilang daripadanya, daripada tolak‑menolak dari pintu sorga sampai
500 tahun. Maka sesungguhnya Apabila ia tidak merasa cukup ( tidak berqana'ah),
dengan apa yang memadai baginya, niscaya ia dimasukkan dalam golongan orang‑orang
kaya. Dan dikeluarkan dari kumpulan orang-orang miskin. Dan yang demikian itu
akan sempurna, dengan selalu memandang kepada orang yang lebih rendah
daripadanya dalam dunia. Tidak kepada orang yang di atasnya. Sesungguhnya
setan, selalu memalingkan pemandangan manusia dalam dunia, kepada orang yang di
atasnya, seraya setan itu berkata: "Jangan malas mencari ! Orang‑orang
yang berharta itu bersenang‑senang pada makanan dan pakaian. Dan setan itu,
memalingkan pemandangan manusia pada agama, kepada orang yang di bawahnya,
seraya setan itu berkata: "Mengapa engkau sempitkan atas dirimu dan engkau
takut kepada Allah? Si anu lebih berpengetahuan dari engkau dan ia tidak takut
kepada Allah. Manusia sibuk dengan bersenang-senang. Maka mengapa engkau mau
berbeda dari mereka?". Abu Dzar ra berkata: "Diberi wasiat kepadaku
oleh temanku Nabi saw, supaya aku melihat kepada orang yang kurang dari aku.
Tidak kepada orang yang di atas aku" Artinya: dalam dunia. Abu Hurairah ra berkata: "Rasulullah saw
bersabda: "Apabila salah seorang kamu memandang kepada orang yang
dilebihkan oleh Allah pada harta dan bentuk kejadian, maka hendaklah ia
memandang kepada orang yang di bawahnya dari orang yang dilebihkan itu".
Maka dengan hal-hal yang tersebut, akan mampu mengusahakan akhlak qana'ah. Dan
tiang hal itu, ialah: sabar dan
pendek angan‑angan. Dan tahu, bahwa
kesudahan sabarnya dalam dunia itu hari-hari yang sedikit, untuk bersenang‑senang
pada masa yang panjang. Maka adalah ia seperti orang sakit, yang sabar atas
pahitnya obat, kerena sangat lobanya pada menunggu sembuh.
PENJELASAN
keutamaan sifat pemurah.
Ketahuilah, bahwa harta itu jikalau tidak
ada, maka sayogialah hamba itu berkeadaaan qana'ah
dan sedikit loba. Dan jikalau
harta itu ada, maka sayogialah keadaannya itu mengutamakan orang lain, pemurah,
berbuat maruf dan menjauhkan diri dari kikir dan bakhil. Maka Sesungguhnya
sifat pemurah itu, adalah sebahagian dari akhlak Nabi‑nabi as dan pemurah itu
pokok dari pokok‑pokok keselamatan. Dari hal sifat pemurah itu, diibaratkan
oleh Nabi saw, dimana beliau bersabda: "Sifat
pemurah itu adalah sepohon kayu dari kayu sorga. Dahan‑dahannya terkulai ke
bumi. Maka siapa yang mengambil sedahan dari padanya, niscaya dahan itu membawanya ke sorga”. Jabir berkata: "Rasulullah saw
bersabda: "Jibril as berkata: "Allah Ta'ala berfirman:"Bahwa ini adalah Agama yang AKU rela bagi diriKu sendiri. Dan tiada
akan diperbaiki agama ini, selain oleh
sifat pemurah dan bagus akhlak. Maka muliakanlah agama ini dengan dua sifat
tersebut, menurut kesangupanmu !". Pada suatu riwayat, berbunyi: "Maka muliakanlah dia dengan dua sifat
tersebut, apa yang kamu mempunyainya". Dari Aisyah Ash‑Shidiqiy‑yah
(puteri Abubakar Siddik) ra, yang berkata: "Rasulullah saw bersabda:
"Allah Ta’ala tidak membuat tabiat (karakter) waliNya, selain diatas
tabiat baik akhlak dan pemurah.
Dari Jabir, yang berkata: "Ditanyakan kepada Rasulullah: Wahai
Rasulullah ! Amal Apakah yang paling utama?" Rasulallah saw menjawab:
“Sabar dan pemaaf”. Abdullah bin Amr berkata:
"Rasulullah saw bersabda: "Dua perangai yang disukai oleh Allah 'Azza
wa Jalla dan dua perangai yang dimarahi oleh Allah 'Azza wa Jalla. Adapun dua
perangai yang disukai oleh Allah Ta’ala. ialah: bagus perangai (bagus akhlak) dan pemurah. Adapun dua perangai yang dimarahi oleh Allah Ta'ala,
ialah: jahat perangai (jahat akhlak) dan
kikir. Apabila Allah menghendaki
kebajikan pada seorang hamba, niscaya dipakaiNya hamba itu pada menunaikan
hajat (keperluan) manusia". Dirawikan oleh AI‑Miqdam bin Syuraih, dari
ayahnya dan ayahnya merawikan dari neneknya, yang mengatakan: "Aku
berkata: "Wahai Rasulullah ! Tunjukilah aku kepada amal, yang memasukkan
aku kesorga !". Nabi saw Ialu menjawab: "Sesungguhnya sebahagian dari
yang mengharuskan pengampunan dosa, ialah: memberi
makanan, mengembangkan salam (selalu memberi salam) dan bagus
perkataan". Abu Hurairah ra berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Pemurah itu sepohon kayu dalam sorga.
Maka siapa yang pemurah niscaya ia akan mengambil sedahan dan pohon itu. Maka dahan tersebut tidak akan
meninggalkannya sehingga dimasukkannya kesorga. Dan kikir itu sepohon kayu
dalam neraka. Maka siapa yang kikir niscaya ia mengambil sedahan dari dahan‑dahannya.
Maka dahan tersebut tidak akan meninggalkannya, sehingga dimasukkannya ke
neraka". Abu Sa'id Al Khudri ra berkata: "Nabi saw bersabda:
"Allah Ta’ala berfirman: "Carilah kelebihan itu pada orang‑orang yang
kasih sayang dari hamba‑hambaKu, niscaya kamu akan hidup pada pangkuan mereka !
Sesungguhnya AKU jadikan pada mereka rahmatKu. Dan jangan kamu carikan
kelebihan itu pada orang‑orang yang kesat hatinya ! Maka Sesungguhnya AKU
menjadikan kemarahanKu pada mereka". Dari Ibnu Abbas, yang berkata:
"Rasulullah saw bersabda: "Minta ampunlah dosa orang pemurah !
Sesungguhnya Allah mengambil tangannya, setiap‑kali ia tergelincir pada
kesalahan". Ibnu Mas'ud ra berkata: "Nabi saw bersabda: "Rezeki
kepada yang memberikan makanan itu lebih cepat daripada pisau ke leher unta.
Dan Sesungguhnya Allah Ta'ala berbangga pada malaikat, dengan orang yang
memberikan makanan". Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha
pemurah, menyukai sifat pemurah. Dan menyukai akhlak mulia. Dan Ia benci kepada
akhlak buruk". Anas berkata: "Bahwa Rasulullah saw tidak memintakan
sesuatu, atas Islamnya seorang, melainkan diberikannya kepada yang meminta
itu. Seorang laki‑laki datang kepadanya, lalu meminta sesuatu. Maka Rasulullah
saw menyuruh orang tersebut, supaya pergi ke tempat banyak kambing di antara
dua bukit, dari kambing‑kambing sedekah (zakat). Maka orang itu kembali kepada
kaumnya, seraya berkata: "Hai kaumku ! Masuklah Agama Islam ! Sesungguhnya
Muhammad akan memberikan pemberian orang, yang tidak takut kepada
kemiskinan". Ibnu Umar berkata: "Nabi saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba, yang ditentukan Allah mereka
dengan nikmat‑nikmat untuk kemanfaatan hamba Allah. Maka siapa yang kikir
dengan nikmat‑nikmat itu kepada hamba‑hamba Allah, niscaya Allah Ta’ala
memindahkan nikmat‑nikmat itu daripadanya dan memutarkannya kepada orang
lain". Dari Al Hilali, yang mengatakan: "Dibawa kepada Rasulullah saw
beberapa orang tawanan dari suku Banil‑Anbar. Lalu beliau menyuruh bunuh mereka
dan supaya ditinggalkan seorang, tidak dibunuh. Lalu Ali bin Abi Thalib ra
bertanya: "Wahai Rasulullah ! Tuhan itu Esa. Agama itu satu. Dan dosa itu
satu. Maka Apakah halnya orang yang satu ini, dari mereka yang lain?".
Nabi saw menjawab: "Telah turun kepadaku Jibril. lalu mengatakan: "Bunuhlah
mereka dan tinggalkan yang ini ! Sesungguhnya Allah Ta’ala berterima kasih
kepadanya, karena kemurahannya". Nabi saw bersabda: "Bahwa tiap-tiap
sesuatu itu berbuah dan buah pekerjaan baik (perbuatan ma’ruf) itu, segera
bebas". Dari Nafi’ sedang Nafi’ menerima dari Ibnu Umar, yang mengatakan:
"Rasulullah saw bersabda: "Makanan orang pemurah itu obat dan makanan
orang kikir itu penyakit". Nabi saw bersabda: "Barangsiapa, nikmat Allah besar padanya, niscaya besarlah
perbelanjaan manusia atasnya". Siapa yang tidak mau menanggung
perbelanjaan itu, niscaya nikmat tersebut akan tertimpa kehilangan. Nabi Isa as
berkata: "Carilah banyak akan sesuatu, yang tidak dimakan api neraka
!" Lalu orang bertanya: "Apakah yang sesuatu itu?". Nabi Isa as
menjawab: "Perbuatan baik (amal maruf)". Aisyah berkata:
"Rasulullah saw bersabda: "Sorga
itu kampung orang‑orang pemurah”. Abu Hurairah ra berkata: "Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya orang pemurah itu dekat dengan Allah, dekat
dengan manusia, dekat dengan sorga dan jauh dari neraka. Dan Sesungguhnya orang
kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari sorga dan dekat dengan
neraka. Orang bodoh yang pemurah itu lebih di‑kasihi oleh Allah, daripada orang
berilmu yang kikir. Dan penyakit yang paling berbahaya, ialah: kikir. Nabi saw bersabda: "Berbuat
baiklah kepada orang yang tahu berbuat baik dan kepada orang yang tidak tahu
berbuat baik. Maka jikalau betul engkau kepada orang yang tahu berbuat baik,
niscaya engkau telah betul kepada orang yang tahu berbuat baik. Dan jikalau
engkau tidak betul kepada orang yang tahu berbuat baik, maka engkau adalah dari
orang yang tahu berbuat baik”. Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya orang‑orang mulia dari umatku tidak akan masuk sorga
dengan shalat dan puasa. Tetapi mereka masuk sorga, dengan jiwa yang pemurah,
dada yang sejahtera dan karena nasehat kepada orang‑orang muslim”. Abu Said
Al Khudri ra berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah
'Azza wa Jalla menjadikan bagi perbuatan baik, golongan‑golongan dari makhluk
Allah, yang disukakan Allah kepada mereka perbuatan baik dan disukakan Allah
kepada mereka mengerjakannya. Diarahkan Allah muka orang‑orang yang mencari
perbuatan baik, kepada mereka. Dan dimudahkan Allah kepada mereka, untuk
memberikannya, sebagaimana dimudahkan Allah hujan kepada negeri yang tak subur.
Maka dihidupkan Allah negeri itu dan dengan hujan itu, dihidupkan Allah
penduduknya". Nabi saw bersabda: "Tiap-tiap perbuatan ma'ruf itu
sedekah. Tiap-tiap yang dibelanjakan oleh seseorang kepada dirinya dan kepada
keluarganya, niscaya dituliskan baginya menjadi sedekah. Apa yang dipeliharakan
oleh seseorang akan kehormatannya dengan sesuatu, maka itu menjadi sedekah
baginya. Dan Apa yang dibelanjakan oleh seseorang dari sesuatu perbelanjaan,
maka atas Allah menggantikan nya". Nabi saw bersabda: “Tiap-tiap perbuatan baik itu sedekah. Orang yang menunjukkan kepada kebajikan itu seperti
orang yang membuatnya. Dan Allah menyukai pertolongan kepada orang‑orang yang
susah”. Nabi saw bersabda: "Tiap-tiap perbuatan baik yang engkau
perbuat kepada orang kaya atau orang miskin itu sedekah". Diriwayatkan,
bahwa Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Musa as, yang isinya: "Jangan
engkau bunuh As‑Samiri ! Sesungguhnya dia itu orang pemurah “. Jabir mengatakan
"Rasulullah saw mengutus suatu pasukan tentara, di bawah pimpinan Qais bin
Saad bin Ubadah. Lalu mereka kehabisan tenaga. Maka Qais menyembelih 9 ekor
unta untuk mereka. Lalu mereka ceriterakan yang demikian kepada Rasulullah saw.
Maka Nabi saw menjawab: "Bahwa sifat pemurah, adalah menjadi sifat
keluarga rumah tangga itu" Adapun al atsar, maka diantara lain, ialah kata
Ali ra: "Apabila dunia menghadap (datang) kepada engkau, maka
belanjakanlah daripadanya kepada yang berhak menerimanya. Sesungguhnya dunia
itu tidak akan musnah. Dan Apabila dunia itu membelakangi (meninggalkan)
engkau, maka belanjakanlah daripadanya. Sesungguhnya dunia itu tiada akan
kekal. Dan Ali ra Ialu bemadah:
Janganlah engkau
kikir dengan dunia
dan dunia itu
sedang datang.
Tidaklah akan
dikurangkan dunia
oleh pemborosan
dan berlebih-lebihan.
Kalau dunia itu
telah pergi,
maka lebih layak
engkau bermurah hati kepadanya.
Apabila dunia itu
telah membelakangi,
maka pujian itu
menyalahi dari yang semestinya.
Mu'awiyah bertanya kepada Al-Hasan bin Ali
ra tentang al-muru‑ah, an‑najdah dan al-karam. Al-Hasan lalu menjawab:
"Adapun al-muru‑ah yaitu:
orang menjaga agamanya, mengawasi dirinya, membaguskan pengurusan dengan
tamunya dan membaguskan pada pertengkaran dan tampil
kedepan pada hal-hal yang tidak disukai.
“Adapun an‑najdah, yaitu: mempertahankan tetangga dan sabar pada
semua tempat.
“Adapun al-karam, yaitu: memberi dengan senang hati pada perbuatan
baik sebelum diminta, memberi makanan pada waktu kemarau dan kasihan kepada
yang meminta
serta memberikan kepada yang ingin memperolehnya”.
Seorang laki-laki menyerahkan sepucuk
surat kepada Al-Hasan bin Ali ra. Al-Hasan lalu mengatakan: “Hajatmu akan
dipenuhi”. Lalu orang itu bertanya kepada Al-Hasan: “Hai putera (cucu)
Rasulullah ! Kalau kiranya, engkau melihat suratnya terlebih dahulu, kemudian,
engkau membalas jawaban sekedar yang demikian?. Maka Al-Hasan menjawab: “Aku
akan ditanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla, dari kehinaan berdirinya orang ini
dihadapanku, lalu aku membaca suratnya”. Ibnus-Sammak berkata: “Aku heran
terhadap orang yang membeli budak-budak dengan hartanya dan tidak membeli
orang-orang merdeka dengan perbuatan baiknya”. Setengah orang desa ditanyakan:
“siapa tuanmu?”. Orang itu menjawab: "Siapa yang dapat menahan makian
kami, memberikan kepada yang meminta dari kami dan memaafkan (bertoleransi)
kepada yang bodoh dari kami". Ali bin Al-Husain ra berkata: "Siapa
yang disebutkan memberi hartanya kepada peminta‑pemintanya, niscaya tidaklah
dia itu orang pemurah. Sesungguhnya orang pemurah, ialah orang yang memulai
dengan hak‑hak Allah Ta’ala pada orang‑orang yang mentaatiNya. Dan tidak
didesak oleh nafsunya, ingin diucapkan terima kasih kepadanya, Apabila keyakinannya
sempurna dengan memperoleh pahala daripada Allah Ta’ala". Ditanyakan
kepada AI‑Hasan AI‑Bashar (melihat)i ra: "Apakah as‑sa‑khaa' (sifat pemurah) itu?"
Lalu ia menjawab: "Bahwa engkau bermurah hati dengan harta engkau, pada
jalan Allah 'Azza wa JalIa". Kemudian, ditanyakan: ”Apakah al-hazam (berhati‑hati) itu?” Al-Hasan AI‑Bashar (melihat)i ra
menjawab: "Bahwa engkau melarang harta engkau, pada jalan Allah
Ta’ala". Kemudian ditanyakan pula: "Apakah al-israf (royal) itu?" Beliau menjawab: "Membelanjakan
harta karena suka menjadi kepala”. Jafar Ash‑Shidiq ra berkata: "Tidaklah
harta yang lebih menolong dari akal. Tidak ada musibah (mala‑petaka) yang
lebih besar dari bodoh. Dan tidaklah tolong‑menolong (mudha harah) itu, seperti musyawarah.
Ketahuilah, bahwa Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Sesungguhnya Aku
Maha‑Pemurah dan Maha‑Mulia. Tidak akan berdekatan dengan Aku, orang yang
kikir. Kikir itu dari kekufuran. Orang kufur itu dalam neraka. Sifat pemurah
dan baik hati itu dari iman. Dan orang yang beriman itu dalam sorga".
Hudzaifah bin Al-Yaman ra berkata: “Banyaklah orang yang zalim pada agamanya,
yang mengoyakkan pada penghidupannya itu, masuk sorga dengan kelapangan hatinya
(pada memberikan harta)”. Diriwayatkan, bahwa Al-Ahnaf bin Qais melihat seorang
laki-laki, dalam tangannya uang sedirham. Maka ia bertanya: "Untuk siapa
dirham ini?" Orang itu menjawab: "Bagi aku sendiri”. Lalu AI‑Ahnaf
bin Qais berkata: "Sesungguhnya dirham ini tidaklah bagimu, sebelum ia
keluar dari tanganmu". Dan searti dengan demikian, yang dimadahkan orang:
Engkau untuk
harta,
Apabila harta itu
engkau pegang
Apabila engkau
belanjakan,
baru harta itu
untuk engkau.
Dinamakan Washil bin 'Atha’ dengan gelar
AI‑Ghazzal (Pemintal benang). Karena ia duduk pada orang‑orang pemintal benang.
Apabila ia melihat wanita yang lemah keadaannya, niscaya ia memberikannya
sedikit uang. Al Husain bin Ali ra, yang mencelanya, lantaran memberikan uang
kepada penyair‑penyair. Lalu Al-Husain bin Ali membalas kepada Al-Hasan bin Ali
yang isinya, diantara lain: "Harta yang baik, ialah yang dipelihara
kehormatan dengan harta itu". Ditanyakan kepada Sufyan bin Uyainah.
"Apakah sifat pemurah itu?" Sufyan bin Uyainah menjawab:
"Pemurah itu, ialah berbuat baik kepada teman‑teman dan bersifat pemurah
dengan harta". Sufyan meneruskan ceriteranya: "Ayahku menerima pusaka
50.000 dirham Lalu ia mengirim dari uang tersebut beberapa bungkus kepada teman‑temannya.
Dan mengatakan: "Aku selalu bermohon kepada Allah Ta’ala dalam shalatku,
akan sorga bagi teman-temanku. Maka adakah layak Aku kikir kepada mereka
dengan harta ?” Al-Hasan AI‑Bashar (melihat)i ra berkata: "Memberikan
tenaga pada memberikan yang ada itu, penghabisan sifat pemurah”. Ditanyakan
kepada setengah ahli filosuf:
"Siapakah manusia yang paling engkau cintai?" Ahli hikmat itu
menjawab: "Siapa yang banyak nikmat kebaikannya kepadaku". Lalu
ditanyakan lagi: "Jikalau itu tidak ada?" Ahli hikmat tersebut
menjawab: "Siapa yang banyak nikmat kebaikkanku kepadanya". Abdul‑'aziz
bin Marwan berkata: "Apabila seseorang yang memungkinkan aku dari
dirinya, sehingga aku letakkan perbuatan baikku (amal ma'rufku) padanya, maka
tangannya padaku itu, seperti tanganku padanya”. AI‑Mahdi bertanya kepada
Syubaib bin Syabbah: “Bagaimana engkau melihat manusia pada rumahku? Syubaib bin Syabbah menjawab: "Wahai
Amirul‑muminin ! Sesungguhnya seorang dari mereka, masuk dengan harapan dan
keluar dengan kerelaan". Seorang yang pandai memberi contoh lalu memberi
contoh pada Abdullah bin Ja’far seraya bermadah:
Bahwa perusahaan
itu,
tidaklah dia, itu
perusahaan,
sebelum dibetulkan
pada perusahaan itu,
jalan tempat
perusahaan
apabila engkau
membuat perusahaan
maka tegakkanlah
tiangnya karena Allah
atau tinggalkanlah
untuk kaum
keluarga ............
Lalu Abdullah bin Ja’far mengatakan
"Bahwa dua kuntum syair itu mengajarkan kikir kepada manusia. Akan tetapi
hujanilah perbuatan baik (amal ma’ruf) dengan hujan merata. Maka jikalau kena
pada orang‑orang mulia hati, niscaya mereka adalah berhak kepadanya. Dan
jikalau kena, pada orang‑orang jahat, maka engkaulah yang berhak
kepadanya".
CERITERA
(HIKAYAH): tentang orang‑orang pemurah.
Dari Muhammad bin Al Munkadir dan ia
menerima dari Ummi Durrah. Dan Ummi Durrah ini adalah pembantu (khadam) Aisyah.
Ummi Durrah berkata: "Bahwa Muawiyah mengirimkan uang kepada Aisyah dalam
2 karung. Banyaknya 180.000 dirham. Aisyah lalu meminta sebuah baqi. Maka
dibagi-bagikannya uang itu kepada manusia. Maka tatkala hari sudah sore, Aisyah
mengatakan: "Hai pembantu ! Bawalah kemari bukaan puasaku !" Ummu
Durrah lalu membawa kepada 'Aisyah roti dan minyak zaitun. Kemudian Ummu
Durrah bertanya kepada 'Aisyah: "Tidakkah engkau sanggup, pada Apa yang
engkau bagi‑bagikan hari ini, untuk engkau belikan daging bagi kita dengan
sedirham yang akan kita berbuka puasa dengan daging itu?" 'Aisyah lalu
menjawab: "Jikalau tadi engkau memperingatkan aku, niscaya akan aku
laksanakan”. Dari Abban bin Usman yang mengatakan: "Seorang laki‑laki
bermaksud, supaya Ubaidullah bin Abbas mendapat kesulitan (melarat). Lalu orang
itu datang kepada pembesar‑pembesar Quraisy, seraya mengatakan:
"Ubaidullah mengatakan kepada kamu: "Makan pagilah padaku hari ini
!”. Maka datanglah mereka kepada Ubaidullah bin Abbas, sehingga memenuhi
rumahnya. Lalu Ubaidullah bin Abbas bertanya: "Apa ini?" Lalu
diceriterakan kepadanya berita itu. Maka Ubaidullah menyuruh belikan buah‑buahan.
Dan menyuruh suatu rombongan, lalu mereka memasak dan membuat roti. Dan dibawa
buah‑buahan tadi kepada mereka. Lalu, belum lagi selesai daripada memakan buah-buahan,
sehingga hidangan makananpun sudah diletakkan. Maka merekapun makan, sehingga
mereka kenyang sekali (sampai ke dada mereka makanannya). Ubaidullah lalu
bertanya kepada pembantu‑pembantunya: "Adakah ini bagi kita setiap
hari?" Mereka itu menjawab: "Ada!” Ubaidulah lalu berkata: "Maka
hendaklah mereka makan pagi pada kita setiap hari !” Mush'ab bin Az‑Zubair
berkata: "Mu'awiyah naik hajji. Maka tatkala ia berjalan, ia melalui
Madinah. Lalu Al Husain bin Ali berkata kepada saudaranya AI Hasan: "Jangan
engkau jumpai dia dan jangan engkau memberi salam kepadanya !" Tatkala
Mu'awiyah telah keluar dari kota, lalu AI‑Hasan berkata: "Sesungguhnya
atas kita ada hutang. Maka tak boleh tidak kita mendatanginya" Lalu AI‑Hasan
bin Ali mengendarai kendaraannya di belakang Mu'awiyah dan dapat menemui
Mu'awiyah. Lalu ia memberi salam kepadanya. Dan menerangkan pada Mu'awiyah,
tentang hutangnya. "Pergilah kepada Mu'awiyah, dengan membawa bakiku ini
!" Ujar Al-Hasan. “Padanya ada uang 80.000 dinar". Al Hasan sudah letih
dan tertinggal di belakang dari unta. Dan orang banyak mendukungnya. Lalu
Muawiyah bertanya: "Apa ini ? Al-Hasan Ialu menerangkan kepada Muawiyah.
Maka Muawiyah menjawab: "Kamu sekalian
! Serahkanlah dengan apa yang ada padanya kepada Abi Muhammad !" Dari
Waqid bin Muhammad Al Waqidi mengatakan "Diceriterakan oleh ayahku
kepadaku, bahwa beliau menyerahkan sepucuk surat kepada Khalifah AI‑Ma’mun.
Disebutkannya dalam surat itu tentang banyaknya hutang dan kurang sabarnya atas
hutang itu. AI‑Ma'mun Ialu menulis pada belakang surat tersebut (membuat
disposisi yang isinya: "Sesungguhnya engkau seorang laki‑laki yang
terkumpul pada engkau dua perkara yaitu: pemurah dan pemalu. Adapun pemurah maka itulah yang melepaskan (yang
menghabiskan), apa yang ada dalam tangan engkau. Adapun pemalu, maka itulah
yang melarang engkau untuk menyampaikannya kepada kami apa yang engkau alami.
Aku telah perintahkan supaya diserahkan untukmu uang sebanyak 100.000 dirham.
Jikalau aku benar, maka tambahkanlah pada menghamparkan tangan engkau (dengan
pemberian) ! Dan jikalau aku tidak benar, maka kesalahan
engkau atas diri engkau sendiri ! Engkau telah menceriterakan kepadaku dan
engkau waktu itu pada masa pemerintahan Harun Nurrasyid, suatu hadits dari
Muhammad bin Ishak, dari Az-Zuhri, dari Anas: "Bahwa Nabi saw bersabda
kepada Az‑Zubair bin AI‑'Awwam, yang bunyinya: "Hai Zubair ! Ketahuilah
bahwa kunci rezeki hamba itu ditentang Arasy, Yang dikirim oleh AIlah 'Azza wa
Jalla kepada tiap-tiap hamba sekedar nafkahnya. Maka barangsiapa membanyakkan
pemberian kepada Orang lain, niscaya Allah membanyakkan baginya. Dan barang
siapa menyedikitkan, niscaya Allah menyedikitkan baginya”. Dan engkau lebih
tahu. Al Waqidi berkata: "Demi Allah ! Maka bersoal jawab (al mudzakarah)
AI‑Ma’mun bagiku dengan hadits itu, lebih aku sukai daripada hadiah tadi.
Yaitu: 100.000 dirham itu". Seorang laki‑laki meminta suatu keperluannya
pada Al-Hasan bin Ali ra Lalu Al-Hasan berkata kepada orang itu: “Hai saudara
ini ! Kebenaran permintaanmu kepadaku, amatlah besar padaku. Pengetahuanku
tentang apa yang harus untukmu. amatlah berat atasku. Tanganku lemah daripada
memberikan kepadamu, dengan apa yang berhak engkau mempunyainya. Banyak pada
Zat Allah Ta’ala itu sedikit. Dan apa yang ada pada kepunyaanku itu,
penyempurnaan terima kasih kepadamu. Maka jikalau engkau terima apa yang mudah
dan engkau tidak minta daripadaku belanja membawanya dan kepentingan untuk apa
yang menjadi pikulanku dari kewajiban hakmu, niscaya aku perbuat". Laki‑laki
itu Ialu menjawab: "Wahai putera (cucu) RasuluIllah aku terima dan aku
bersyukur atas pemberian itu. Dan ku maafkan atas tidak diberikan !”. Al-Hasan
Ialu memanggil pembantunya dan dibuatnya perkiraan atas perbelanjaan orang
tersebut, sehingga kepada penghabisannya. Al-Hasan Ialu mengatakan:
"Ambillah yang lebih dari 300.000 dirham !" Lalu dibawa kesitu
50.000. Al-Hasan Ialu bertanya: "Apa yang engkau perbuat dengan 500 dinar
?” Pembantu Al-Hasan menjawab: "Ada padaku". Al-Hasan menjawab:
"Bawalah yang 500 dinar itu kemari
!” Maka uang itupun dibawalah di muka Al-Hasan. Lalu Al-Hasan
menyerahkan dinar dan dirham itu kepada laki‑laki tadi, seraya berkata:
"Ambilah siapa yang akan membawanya bagi engkau !" Lalu didatangkan
dua orang pembawa. Maka diserahkan oleh Al Hasan kepadanya kain selimutnya,
untuk ongkos dua orang pembawa itu. Lalu pembantu‑pembantu Al Hasan berkata
kepada Al Hasan: "Demi Allah ! Tidak ada sedirhampun pada kita,
lagi". Maka Al-Hasan menjawab: "Aku berharap, bahwa bagiku pahala
besar di sisi Allah". Telah berkumpul para qari’ (ahli pembaca AI‑Quran)
kota Basrah pada Ibnu Abbas. Dan Ibnu Abbas waktu itu petugas di Basrah. Mereka
Ialu berkata kepada Ibnu Abbas: "Kami mempunyai seorang tetangga yang
berpuasa pada siang hari (shawwam) dan menegakkan shalat pada malam hari
(qawwam). Masing‑masing kami bercita‑cita menjadi seperti dia. la telah
mengawinkan anak perempuannya dengan anak laki‑laki saudaranya. Dan tetangga
itu miskin. Dan tidak ada padanya sesuatu, yang akan disiapkan nya kepada anak
perempuannya, dengan perkawinan itu". Abdullah Ibnu Abbas lalu berdiri
memegang tangan mereka dan membawa masuk ke rumahnya. la membuka peti uang.
Lalu dikeluarkannya dari peti itu uang, sebanyak enam badrah (satu badrah
adalah 10.000 dirham). Lalu Ibnu Abbas berkata: "Bawalah !" Mereka
itu malu membawa uang tersebut. Maka Ibnu Abbas berkata: "Apa yang kita
menginsafinya, maka kita berikan kepadanya, Apa yang menyibukkannya dari
menegakkan shalat dan puasanya. Kembalilah dengan kami ! Kita akan menjadi
pembantunya dalam menyiapkan perkawinan anaknya. Maka tidaklah kepunyaan dunia,
dari sekedar yang menyibukkan orang mukmin daripada ibadah kepada Tuhannya.
Dan tidaklah pada kita, dari kesombongan, apa yang tidak kita melayani aulia‑aulia
Allah Ta’aIa". Lalu Ibnu Abbas berbuat dan merekapun berbuat demikian.
Diceriterakan, bahwa tatkala datang musim kemarau kepada penduduk Mesir dan
Abdul‑hamid bin Sa’ad amir mereka, lalu Abdul-hamid itu berkata: "Demi
Allah ! Sesungguhnya aku beritahukan kepada, setan, bahwa aku musuhnya !”.
Lalu ia menanggung orang‑orang miskin dari penduduk itu, sampai‑sampai harga‑harga
itu menjadi murah. Kemudian, ia tidak menanggung lagi perbelanjaan orang‑orang
miskin tersebut. la Ialu berangkat pergi. Dan para saudagar mempunyai uang
sebagai hutang pada Abdul‑hamid bin Sa’ad, sebanyak satu juta dirham. Lalu
Abdul-hamid menggadaikan kepada para saudagar tersebut perhiasan isterinya.
Dan nilainya sebanyak limaratus juta dirham. Tatkala sukar bagi Abdul‑hamid bin
Sa’ad untuk menebus kembali perhiasan itu, maka dituliskannya surat kepada
mereka untuk menjualnya. Dan diserahkannya uang yang lebih dari hak saudagar‑saudagar
itu, kepada orang yang tiada sampai kepadanya, keadaan orang itu di Mesir. Abu
Tahir bin Katsir adalah seorang syi’ah. Lalu seorang laki-laki mengatakan
kepadanya: "Dengan kebenaran Ali bin Abi Talib, tatkala engkau berikan
kepadaku lebah engkau di tempat anu dan anu". Abu Tahir bin Katsir Ialu
menjawab: "Sesungguhnya aku telah berbuat demikian. Demi kebenarannya,
akan aku berikan kepada engkau, apa yang berhubungan dengan lebah
tersebut". Dan adalah yang demikian itu, berlipat‑ganda dari apa yang
dimintakan oleh laki‑laki itu. Abu mursad adalah seorang pemurah. Lalu ia
dipuji oleh setengah penyair. Maka ia mengatakan kepada penyair itu:
"Demi Allah ! Tidak ada padaku, apa yang akan aku berikan kepadamu. Akan
tetapi, bawalah aku kepada hakim ! Dan dakwakan atas diriku berhutang 10.000
dirham. Sehingga aku mengaku kepunyaanmu itu, dengan demikian. Kemudian,
tahanlah aku. Maka sesungguhnya kaum keluargaku, tiada akan membiarkan aku
ditahan !”. Penyair tadi Ialu berbuat demikian. Maka tidak sampai sore hari,
sehingga diserahkan kepadanya uang 10.000 dirham. Dan Abu Mursad dikeluarkan
dari tahanan. Adalah Ma’an bin Zaidah seorang petugas pada Irak Arab dan Irak
Parsi di Basrah. Maka datanglah seorang penyair di pintu rumahnya. Penyair itu
berdiri beberapa waktu dan ingin masuk ke tempat Ma’an. Tetapi Ma’an tidak
bersedia menerimanya. Maka pada suatu hari penyair itu berkata kepada setengah
pembantu (khadam) Ma’an: "Apabila amir masuk di taman, maka beritahukan
kepadaku !" Tatkala amir masuk di taman, Ialu pembantu itu memberitahukan
kepada penyair tadi. Maka penyair itu menulis sekuntum sajak pada sepotong
papan. Dan dilemparkannya dalam air yang masuk ke taman itu. Dan Ma’an berada
di ulu air. Maka tatkala Ma’an melihat papan itu, Ialu diambilnya dan
dibacanya. Tiba‑tiba yang tertulis pada papan itu, adalah:
Hai kemurahan
Ma`an !
Berbicaralah
tentang keperluanku dengan Ma’an !
Maka tiada bagiku
kepada Ma’an,
selain engkau yang
memberi pertolongan.
Lalu amir Ma’an
itu bertanya: "Siapa yang punya papan ini?”
Maka laki‑laki penyair itu dipanggil. Lalu
Ma’an bertanya kepadanya. "Bagaimana engkau mengucapkannya?".
Penyair tersebut lalu bermadah dengan madah tadi. Ma’an Ialu memerintahkan,
supaya diberikan kepada penyair itu uang sebanyak sepuluh badrah (satu badrah, ialah 10.000 dirham). Penyair itu Ialu
mengambilnya. Dan amir Ma’an meletakkan papan itu di bawah hambalnya. Maka tatkala
datang hari kedua, Ma’an mengeluarkan papan itu dari bawah hambalnya, seraya
membacanya. Dan dipanggilnya laki‑laki penyair itu. Lalu diserahkannya lagi
kepada penyair itu 100.000 dirham. Sewaktu laki‑laki penyair tadi telah
mengambilnya, maka ia bertafakkur dan takut, bahwa Ma’an akan mengambilnya
kembali, apa yang telah diberikannya.
Lalu penyair itu ke luar. Tatkala pada hari ketiga, Ma’an membaca lagi apa yang
tertulis pada papan itu. Lalu dipanggilnya laki‑laki penyair Itu. Maka dicari,
tetapi tidak bertemu. Lalu Ma’an berkata: “Memang berhak atasku untuk
memberikannya, sehingga tidak lagi tinggal dalam rumah, hartaku sedirham dan
sedinar”. Abul‑Hasan AI‑Madaini berkata: "Adalah Al-Hasan, Al Husain dan
Abdullah bin Ja’far pergi mengerjakan haji. Lalu hilang perbekalan mereka
dalam perjalanan. Mereka Ialu lapar dan haus maka mereka menemui seorang wanita
tua dalam kemahnya, seraya mereka bertanya: “Ada minuman ?” Wanita tua itu
menjawab: “Ada!” Lalu mereka singgah pada tempat wanita tadi. Dan Wanita itu
hanya mempunyai seekor kambing kecil di sudut kemahnya. Lalu ia mengatakan:
"Perahlah kambing itu dan minumlah air susunya !" Mereka lalu berbuat
demikian. Kemudian mereka bertanya lagi kepada wanita tersebut: "Ada
makanan?" Wanita itu menjawab: “Tidak ada, selain kambing ini. Maka
hendaklah disembelihkan oleh salah seorang kamu, sehingga aku siapkan bagimu
apa yang akan kamu makan”. Lalu berdirilah salah seorang dari mereka mengambil
kambing itu, menyembelih dan mengulitinya. Kemudian, wanita tersebut menyiapkan
makanan bagi mereka. Lalu mereka makan dan tinggal di situ, sampai masuk waktu
dingin sore hari. Tatkala mereka akan berangkat, Ialu mereka mengatakan kepada
wanita tadi: "Kami adalah rombongan dari orang‑orang Quraisy, yang
bermaksud menuju Baitullah. Maka Apabila kami sudah kembali nanti dengan
selamat, maka singgahlah pada kami ! Kami akan berbuat baik kepada engkau”.
Kemudian, merekapun berangkatlah. Lalu datanglah suami wanita itu. Maka wanita
itu menceriterakan kepada suaminya, tentang hal orang‑orang tersebut dan
kambing yang telah disembelihkannya. Maka laki‑laki itu marah, seraya berkata:
"Celakalah engkau ! Engkau sembelihkan kambingku, untuk orang‑orang yang
tidak engkau kenal. Kemudian, engkau katakan: “suatu rombongan dari orang Quraisy”. Abul‑Hasan AI‑Madaini
meneruskan ceriteranya: "Kemudian, sesudah beberapa waktu lamanya, suami‑isteri
itu ada keperluan untuk datang di kota Madinah. Maka keduanyapun masuk di
Madinah serta membawa seekor unta, yang akan dijuaInya. Dan harganya akan
dipergunakannya untuk belanja hidup. Wanita tua tersebut Ialu melewati sebagian
jalan kota Madinah. Tiba‑tiba Al-Hasan bin Ali sedang duduk pada pintu
rumahnya. Ia mengenal, wanita tua tersebut dan wanita itu tidak mengenal lagi
kepada Al-Hasan bin Ali. Al-Hasan bin Ali Ialu mengutus pembantunya. Maka
dipanggilnya wanita tua tadi, seraya bertanya kepadanya: "Hai, hamba Allah
! Apakah engkau tidak kenal lagi kepadaku?" Wanita itu menjawab: “Tidak !”
Al-Hasan bin Ali berkata: "Aku adalah tamu engkau pada hari itu dan hari
itu". Wanita tua itu menjawab: "Demi ayah dan ibuku ! Engkau tamu
itu?" Al-Hasan bin Ali menjawab: “Ya !” Kemudian, Al-Hasan menyuruh
pembantunya. Lalu mereka membelikan untuk wanita tersebut dari kambing zakat,
seribu ekor. Dan disuruhnya memberikan kepada wanita itu bersama kambing tadi,
uang seribu dinar. Dan diutusnya wanita tadi bersama pembantunya, pergi kepada
AI Husain. Lalu Al-Husain bertanya kepada wanita tersebut: "Berapa
disampaikan oleh saudaraku kepada engkau?" Wanita itu menjawab:
"Seribu ekor kambing dan uang seribu dinar." Lalu Al-Husain
memerintahkan kepada pembantunya, supaya diberikan pula seperti itu. Kemudian,
Al-Husain, mengutus wanita itu bersama pembantunya kepada Abdullah bin Ja'far.
Lalu Abdullah bin Ja’far bertanya kepada wanita tersebut. "Berapa
disampaikan kepada engkau, oleh AI‑Hasan dan Al-Husain?" Wanita itu
menjawab: “Dua ribu ekor kambing dan uang dua ribu dinar". Maka Abdullah
bin Ja’far memerintahkan kepada pembantunya supaya diberikan kepada wanita tersebut,
dua ribu ekor kambing dan uang dua ribu dinar. Dan mengatakan kepada wanita
tersebut: "Jikalau engkau mulai dengan aku lebih dahulu, niscaya aku
payahkan mereka berdua". Wanita tua itu lalu kembali kepada suaminya,
dengan empat ribu ekor kambing dan uang empat ribu dinar. Abdullah bin 'Amir
bin Kuraiz ke luar dari masjid, bermaksud kembali ke rumahnya. Dan dia adalah
sendirian. Maka berdirilah menuju kepadanya, seorang anak Iaki‑laki dari
Tsaqif. Anak itu berjalan ke samping Abdullah bin 'Amir tadi. Lalu Abdullah
bertanya kepada anak itu: "Apakah engkau ada keperluan, hai anak?"
Anak itu menjawab. "Kebaikan engkau dan kemenangan engkau. Aku melihat
engkau berjalan sendirian. Lalu aku berkata kepada diriku: "Akan aku jaga
engkau dengan diriku. Dan aku berlindung dengan Allah, jikalau terbang yang
tiada disukai disamping engkau". Lalu Abdullah memegang tangan anak itu
dan berjalan bersama dia ke rumah nya. Kemudian, dipanggilnya pembantunya untuk
mengambil uang seribu dinar. Lalu diserahkannya uang tersebut kepada anak itu,
seraya berkata: "Belanjakanlah dengan uang ini ! Alangkah baiknya Apa yang
dididik engkau oleh keluarga engkau !" Diceritakan, bahwa suatu kaum dari
orang Arab, datang berziarah ke kuburan setengah orang‑orang pemurah dari
mereka. Lalu mereka mengambil tempat di sisi kuburannya dan bermalam di situ.
Adalah mereka itu datang dari perjalanan yang jauh. Lalu seorang dari mereka,
bermimpi bertemu dengan yang punya kuburan Itu. Dan yang punya kuburan itu
bertanya kepadanya: "Maukah engkau menukarkan unta engkau dengan
untaku?" Dan adalah orang pemurah yang telah meninggal itu, meninggalkan
seekor unta yang terkenal baik. Dan laki‑laki yang bermimpi itu mempunyai
seekor unta gemuk. Lalu laki‑laki tersebut menjawab dalam tidurnya: "Ya,
saya mau !" Lalu dijualnya dalam tidurnya untanya dengan unta orang yang
telah meninggal itu. Maka tatkala telah terjadi 'aqad (jual-beli) di antara
keduanya, lalu laki‑laki itu menuju kepada untanya. Lantas disembelihkannya
dalam tidur. Laki‑laki itu lalu terbangun dari tidurnya. Tiba‑tiba dilihatnya
darah mengalir dari leher untanya. Maka laki‑laki itu bangun berdiri. Lalu
disembelihkannya untanya itu dan dibagi‑bagikannya dagingnya. Lalu mereka
memasak daging unta itu dan mereka menunaikan hajat keperluannya, memakan
daging unta tersebut. Kemudian, mereka berangkat dan berjalan. Tatkala pada
hari kedua dan mereka masih di jalan, lalu berhadapan dengan mereka, suatu
rombongan penunggang‑penunggang unta. Seorang laki‑laki dari rombongan itu
bertanya: "Siapakah si anu anak si anu dari kamu ini?" Lalu
disebutnya nama laki‑laki yang dimaksudkannya. Lalu laki‑laki yang bermimpi itu
menjawab: "Saya !" Laki‑laki dari rombongan penunggang unta itu
bertanya pula: "Adakah engkau menjual sesuatu dengan si anu anak si anu?"
Lalu disebutnya nama orang yang telah meninggal, yang punya kuburan tadi. Laki‑laki yang
bermimpi tersebut lalu menjawab: "Ada ! aku jual untaku kepadanya dengan
untanya, dalam tidurku". Maka laki‑laki dari rombongan penunggang unta itu
menjawab: "Ambillah ini untanya !" Kemudian, laki‑laki penunggang itu
menyambung: "Dia itu ayahku. Aku bermimpi melihatnya dalam tidur. Dan ia
mengatakan: "Jikalau engkau anakku, maka serahkanlah untaku kepada si anu
anak si anu !" dan disebutnya namanya. Seorang laki‑laki dari suku
Quraisy, datang dari perjalanan jauh. Maka ia menemui seorang laki‑laki badui
Arab di tengah jalan, yang telah terduduk sekian lama. Dan menderita sakit.
Lalu Arab badui itu berkata: "Hai orang ini ! Tolonglah kami di atas
mala-petaka yang ditimpakan oleh masa !" Lalu laki‑laki Quraisy itu
bertanya kepada pembantunya: "Apa yang masih ada padamu, dari
perbelanjaan, maka serahkanlah kepadanya !" Pembantu itu lalu meletakkan
pada pangkuan Arab badui tadi, uang sebanyak 4000 dirham. Lalu Arab badui tersebut
bangun untuk berdiri. Akan tetapi, ia tidak sanggup dari karena lemahnya. Maka
ia menangis. Lalu laki‑laki Quraisy itu bertanya kepadanya. "Apakah yang
menyebabkan engkau menangis? mungkin engkau memandang sedikit apa yang kami
berikan kepada engkau?" Badui itu menjawab: " Tidak ! Akan tetapi,
aku teringat apa yang akan dimakan oleh bumi dari kemurahan engkau. Maka membawa
aku tertangis". Abdullah bin 'Amir membeli dari Khalid bin ‘Uqbah bin Abi
Mu’ith rumahnya yang di pasar, dengan harga 90.000 dirham. Maka tatkala malam
harinya, Abdullah bin 'Amir mendengar tangisan keluarga Khalid. Lalu Abdullah
bertanya kepada keluarganya: "Ada apa mereka itu?" Keluarga Abdullah
bin 'Amir menjawab: "Mereka menangis karena rumahnya”. Abdullah bin 'Amir
lalu mengatakan. "Hai pembantuku ! Datangilah mereka ! Beritahukan kepada
mereka, bahwa harta semua dan rumah bagi mereka !" Diceriterakan, bahwa
Harun nu’rrasyid mengirim uang kepada Malik bin Anas ra sebanyak 500 dinar.
Lalu berita itu sampai kepada AI‑Laits bin Sa’ad. Maka AI‑Laits bin Sa’ad lalu
mengirim uang kepada Malik bin Anas, sebanyak 1000 dinar. Lalu Harun nu'rrasyid
marah, seraya berkata: "Aku berikan kepadanya limaratus dan engkau berikan
kepadanya seribu. Padahal engkau adalah sebagian dari rakyatku". Maka AI‑Laits
bin Sa’ad menjawab: "Wahai amirul mukminin Bahwa aku mempunyai hasil
tanahku setiap hari seribu dinar. Maka aku malu memberikan kepada orang yang
seperti beliau, kurang dari pemasukan sehari". Diceriterakan, bahwa tidak
wajib zakat atas AI‑Laits bin Sa’ad, sedang pemasukannya setiap hari, 1000
dinar. Diceriterakan, bahwa seorang wanita meminta pada Al-Laits bin Sa’ad ra
sedikit madu lebah. Lalu AI‑Laits menyuruh pembantunya, supaya diserahkannya
kepada wanita tadi segeriba madu. (Geriba adalah tempat air atau madu, terbuat
dari kulit kambing atau unta). Lalu dikatakan kepada AI‑Laits, bahwa wanita
tersebut merasa cukup, kurang dari itu. Maka AI‑Laits menjawab: "Dia
meminta sekedar keperluannya. Dan kami memberi kepadanya, sekedar nikmat yang
menjadi tanggungan kami". Al-Laits bin Sa’ad tiada berkata‑kata setiap
hari sebelum ia bersedekah, kepada 360 orang miskin. Al-a'masy berkata:
"Bahwa seekor kambing betina yang ada padaku, menderita sakit. Khaitsaman
bin Abdurrahman selalu mengunjungi kambing tersebut, pagi dan sore. Dan
menanyakan kepadaku, adalah cukup umpannya. Dan bagaimanakah kanak‑kanak dapat
bersabar, semenjak mereka tidak memperoleh susu kambing betina tersebut. Dan
dibawahku ada sehelai permadani, di mana aku duduk atas permadani itu. Maka
apabila Khaitsaman bin Abdurrahman ke luar, ia berkata: "Ambillah apa yang
di bawah permadani itu !" Sehingga sampailah kepadaku, mengenai penyakit
kambing itu, lebih dari 300 dinar dari kebaikannya. Sehingga aku bercita‑cita,
bahwa kambing itu, tidak sembuh‑sembuh”. Khalifah Abdulmalik bin Marwan
berkata kepada Asma' bin Kharijah: "Telah sampai kepadaku beberapa hal
daripadamu. Maka ceriterakanlah semuanya kepadaku !" Lalu Asma' bin Kharijah menjawab: "Semua
hal itu yang dari orang lain, adalah lebih baik yang daripadaku".
Abdulmalik bin Marwan lalu menjawab: "Aku mengharap padamu, supaya engkau
ceriterakan kepadaku semuanya". Maka Asma' menjawab: "Wahai amirul
mukminin aku tiada memanjangkan (melepaskan) sekali‑kali kakiku, di hadapan
orang yang duduk bersama aku. Tiada sekali‑kali aku perbuat makanan, lalu aku
undang orang‑orang kepadanya, selain mereka yang merasa lebih aman kepadaku,
daripada aku kepada mereka. Dan tiada sekali-kali orang yang menegakkan
wajahnya kepadaku, yang meminta sesuatu padaku, melainkan aku perbanyakkan
sesuatu yang aku berikan kepadanya". Sa’id bin Khalid masuk ke tempat
Sulaiman bin Abdulmalik. Sa’id tersebut adalah seorang laki‑laki pemurah.
Apabila ia tiada memperoleh sesuatu, lalu ditulisnya bagi orang yang meminta
padanya, sebagai pengakuan hutang (hampir
sama dengan cek) atas dirinya, sampai keluarlah pemberiannya. Tatkala Sulaiman
bin Abdulmalik menoleh kepada Sa'id bin Khalid, lalu Sulaiman memberi
perumpamaan dengan sekuntum syair ini, seraya bermadah:
Sesungguhnya aku
mendengar,
seorang penyeru di
pagi hari:
Hai orang yang
membantu,
kepada pemuda yang
meminta tolong ini !
Kemudian, baru Sulaiman bin Abdulmalik
bertanya: "Apa hajatmu?” Sa'id bin Khalid menjawab: "Hutangku !"
Sulaiman Ialu bertanya: "Berapa hutang itu?" Sa’id bin Khalid
menjawab: "Tigapuluh ribu dinar". Lalu Sulaiman bin Abdul Malik
menjawab: "Aku berikan bagimu hutangmu dan sebanyak itu pula
tambahannya". Diceriterakan orang, bahwa Qais bin Sa’ad bin 'Ubbadah sakit.
Teman‑temannya terlambat mengunjunginya. Lalu orang mengatakan kepadanya:
"Bahwa teman‑teman itu malu dari hartamu atas mereka, yang merupakan
hutang". Maka Qais bin Sa’ad bin 'Ubbadah menjawab: "Dihinakan Allah
kiranya, harta yang mencegah teman-teman dari berkunjung". Kemudian, Qais
menyuruh seorang penyeru. Lalu penyeru itu berseru: "Siapa yang ada
padanya, kepunyaan Qais bin Sa’ad. maka orang itu terlepas dari kepunyaan Qais
tersebut". Kata yang punya riwayat, maka patahlah tangganya di sore hari,
lantaran banyaknya orang yang menziarahi dan mengunjunginya. Dari Abi Ishak,
yang mengatakan. "Aku mengerjakan shalat fajar di masjid AI Asy’ats di
Kufah, di mana aku mencari orang yang berpiutang bagiku. Lalu tatkala aku sudah
shalat, maka diletakkan orang dihadapanku sehelai pakaian dan sepasang sandal.
Aku Ialu mengatakan: "Aku bukan pengurus masjid ini”. Mereka menjawab:
"Bahwa AI‑Asy'ats bin Qais Al-Kindi datang kemarin dari Makkah. la
menyuruh supaya diberikan kepada tiap‑tiap orang yang mengerjakan shalat pada
masjid ini sehelai pakaian dan sepasang sandal. Asy‑Syaikh Abu Sa'id,
Al-Harkusyi An-Naisaburi ra berkata: "Aku mendengar Muhammad bin Muhammad
Al-Hafidh berkata: "Aku mendengar Asy‑Syafi’i, yang berkunjung ke Makkah,
berkata: "Di Mesir ada seorang laki‑laki yang terkenal mengumpulkan
sesuatu untuk orang‑orang miskin. Lalu sebahagian orang miskin itu, memperoleh
anak. Maka yang memperoleh anak itu, berkata: "Aku datang kepada seorang
laki-laki tersebut. Dan aku katakan kepadanya: "Aku telah memperoleh
seorang anak dan tiada padaku suatupun". Lalu laki‑laki tersebut bangun
berdiri bersama aku dan masuk ke tempat suatu kumpulan orang banyak. Akan
tetapi tiada suatupun diberikan orang. Laki‑laki tersebut Ialu datang kesuatu
kuburan seorang laki‑laki. Dan ia duduk di sisi kuburan itu, seraya berkata:
"Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepada engkau ! Engkau telah berbuat dan
berusaha. Dan aku hari ini telah berkeliling pada suatu kumpulan orang banyak.
Aku beratkan kepada mereka, untuk menyerahkan sesuatu bagi anak yang baru lahir.
Kebetulan, tiada suatupun, yang diberikan kepadaku". Yang mempunyai anak
itu meneruskan ceriteranya: "Kemudian, laki‑laki tersebut bangun berdiri
dan mengeluarkan uang sedinar dan dibagikannya dua bahagian. Diserahkannya
kepadaku sebahagian, seraya berkata: "Ini hutang atasmu, sampai diberikan
orang, sesuatu kepadamu". Yang mempunyai anak itu meneruskan ceriteranya:
"Maka aku ambil yang separuh itu dan aku pergi. Lalu aku perbaiki, uang
separuh dinar yang kebetulan diserahkan kepadaku". Yang mempunyai anak
itu, meneruskan ceriteranya: "Laki-laki yang membuat perhitungan pada
malam itu, bermimpi bertemu dengan orang yang punya kuburan. Maka orang yang
punya kuburan tersebut berkata: "Aku telah mendengar semua yang engkau
katakan. Jadi, kami tiada mempunyai jawaban apa-apa. Akan tetapi, datanglah
kerumahku dan katakanlah kepada anak‑anakku, supaya mereka menggali pada tempat
dapur. Dan mengeluarkan suatu geriba, yang didalamnya ada uang sebanyak
limaratus dinar. Maka bawalah uang tersebut kepada laki‑laki ini (Laki‑laki
yang mempunyai anak) !" Maka pada keesokan harinya, laki-laki yang
bermimpi itu, datang ke rumah orang yang meninggal (yang punya kuburan). Dan
diceriterakannya kisah tadi kepada anak‑anaknya. Mereka Ialu berkata kepada
orang yang bermimpi itu: "Duduklah dulu !" Dan mereka menggali tempat
tersebut dan mengeluarkan dinar‑dinar itu. Mereka datang dengan membawa dinar‑dinar
tadi dan meletakkannya di hadapan orang yang bermimpi itu. Lalu orang itu
berkata: "Ini harta kamu ! Mimpiku itu tiada mempunyai hukum
apa-apa". Anak‑anak dari yang punya kuburan itu menjawab: "Dia (al
marhum) berbuat kemurahan, sebagai orang yang sudah meninggal. Dan kami tidak
berbuat kemurahan, pada hal kami hidup". Tatkala anak‑anak orang dari yang
punya kuburan itu, mendesak kepada orang yang bermimpi itu, lalu dibawanya
dinar‑dinar tersebut kepada orang yang mempunyai anak itu. Diceriterakannya
kepadanya kissah tadi. Yang mempunyai anak itu meneruskan ceriteranya, bahwa
ia Ialu mengambil sedinar dari dinar‑dinar itu. Maka dipecahkannya menjadi dua
bahagiaan. Lalu diberikannya yang separuh kepada 0rang yang bermimpi itu, yang
telah memperhutangkannya dahulu. Dan dibawanya yang separuh lagi untuk dia,
seraya berkata: “Mencukupilah bagiku yang ini saja ! Dan yang lain disedekah
kannya kepada fakir miskin. Abu Sa'id Al-Harkusyi An‑Naisaburi ( yang punya
kisah ini ) berkata: "Yang manakah di antara mereka yang paling
pemurah?" Diriwayatkan, bahwa Asy‑Syafi ra tatakala sakit di Mesir yang
membawa kepada meninggalnya, mengatakan: "SuruhLah si anu yang akan,
memandikan aku !" Tatkala Asy‑Syafi ra telah wafat, maka sampailah kepada
orang tadi, berita kewafatannya. Waktu orang itu telah datang, lalu mengatakan:
"Berikanlah kepadaku catatan AI‑Imam‑Asy‑Syafi. Lalu diberikan kepadanya
dan dilihatnya. Tiba‑tiba dijumpai bahwa Asy‑Syafi ra mempunyai hutang sebanyak
70.000 dirham. Maka orang tadi menulis hutang tersebut menjadi hutangnya dan
lalu dibayarnya, seraya berkata: "Inilah pemandianku akan Al-Imam Asy‑Syafi
Artinya: “yang beliau maksudkan inilah".
Abu Sa'id Al-Wa’idh Al-Harkusyi berkata: "Tatkala aku datang di
Mesir. Aku mencari tempat tinggal laki‑laki itu. Lalu mereka menunjukkan
kepadaku tempat tinggaInya. Maka aku melihat sekumpulan cucu‑cucunya dan aku
berkunjung kepada mereka. Lalu aku melihat pada mereka, tanda kebajikan dan
bekas‑bekas keutamaan. Maka aku mengatakan: "Telah sampai bekasnya pada
kebajikan kepada mereka dan telah lahir brakahnya pada mereka, berdalilkan
firman Allah Ta’ala: ”Adalah bapak kedua
pemuda yatim itu orang yang baik". S 18 Al Kahfi ayat 82. Asy‑Syafi'i
ra berkata: "Senantiasa aku mencintai Hammad bin Abi Sulaiman, karena
sesuatu yang sampai kepadaku daripadanya. Yaitu, bahwa pada suatu hari, ia
mengendarai keledainya, lalu keledai itu menggerak‑gerakkannya. Maka putuslah
kancing bajunya. Lalu ia melalui tempat seorang penjahit. Ia bermaksud turun ke
tempat penjahit itu, untuk membetulkan kancing bajunya. Maka penjahit itu berkata:
"Demi Allah ! Tak usah engkau turun !" Penjahit tadi lalu bangun
berdiri, menemui Hammad bin Abi Sulaiman. Lalu membetulkan kancing bajunya.
Maka Hammad mengeluarkan sebungkus tempat uang yang isinya sepuluh dinar. Lalu
diserahkannya kepada penjahit tersebut. Dan ia meminta ma'af dari sedikitnya.
Al-Imam Asy‑Syafi’i ra bermadah bagi dirinya:
Wahai nasib
diriku,
atas harta yang
aku dermakan,
kepada orang‑orang
yang memerlukan,
dari orang‑orang
yang berkepribadian.
Bahwa permintaan
ma'afku,
kepada orang yang
datang meminta padaku,
tidaklah itu
padaku,
termasuk salah
satu mala‑petaka.
Dari Ar‑Rabi’ bin Sulaiman, yang
mengatakan: "Seorang laki-laki memegang tempat pijak kaki di pelana kuda
Asy‑Syafi ra. Lalu Asy‑Syafi ra berkata: "Hai Rabi Berikanlah kepadanya
empat dinar dan minta‑maaflah kepadanya daripadaku !” Ar‑Rabi berkata:
"Aku mendengar Al-Hamidi mengatakan, bahwa AI‑Imam Asy‑Syafi ra datang
dari San’a (Yaman) ke Makkah, dengan membawa uang sebanyak 10.000 dinar. Lalu
didirikannya khemah pada suatu tempat diluar kota Makkah. Dan uang tadi
dihamburkannya di atas sehelai kain. Kemudian, ia berjumpa dengan setiap orang
yang masuk ketempatnya, dimana ia menggenggam suatu genggaman untuk orang
tersebut. Dan diberikannya kepada orang itu. Sehingga ia mengerjakan shalat
Dhuhur dan dilipatkannya kain itu. Dan tak ada suatupun lagi di atas kain
tersebut". Dari Abi Tsaur yang mengatakan: "Asy‑Syafi ra bermaksud
pergi ke Makkah dan padanya ada uang. Dan adalah jarang sekali ia memakan
sesuatu, dari karena kemurahan hatinya. Maka aku mengatakan kepadanya:
"Sayogialah engkau membeli dengan uang ini, tanah yang akan menjadi milik
engkau dan anak engkau”. Abi Tsaur meneruskan ceriteranya: "Asy‑Syafi itu
Ialu ke luar. Kemudian ia datang ke tempat kami. Maka aku tanyakan kepadanya,
tentang uang itu. Lalu ia menjawab: "Aku tiada mendapati tanah di Makkah,
yang memungkinkan aku membelinya. Karena aku mengetahui, asal-usul tanah
Makkah itu. Dan telah mewakafkan bahagian terbanyak dari padanya. Akan tetapi,
aku telah membangun di Mina sebuah khemah besar, untuk teman-teman kita. Apabila
mereka naik haji supaya bertempat pada khemah tersebut". Asy Syafi ra Ialu bermadah bagi dirinya
sendiri yang mengatakan:
Aku melihat
diriku,
rindu kepada
beberapa hal.
Kuranglah hartaku
tidak akan sampai
semuanya.
Diriku tidak akan
patuh,
kepadaku
disebabkan kikir.
Dan hartaku tidak
menyampaikan aku,
kepada
kedermawanan.
Muhammad bin 'Ubbad Al Mahlabi berkata:
"Ayahku masuk ke tempat khalifah AI‑Ma’mun. Lalu AI‑Ma’mun menyampaikan
kepadanya uang 100.000 dirham Tatkala ayahku telah pergi dari sisi AI‑Ma'mun
Ialu uang tersebut disedekahkannya kepada orang. Lalu yang demikian itu,
diceriterakan orang kepada AI‑Ma'mun. Tatkala ayahku datang kembali kepada AI‑Ma’mun,
Ialu ia dimarahi oleh AI Ma'mun pada yang demikian. Maka ayahku menjawab:
"Wahai amirul mukminin ! Mencegah memberikan yang ada, itu, adalah jahat
sangka kepada Yang Disembah”. Lalu AI‑Ma’mun menyampaikan kepadanya uang
sebanyak 100.000 dirham lagi. Seorang laki‑laki bangun berdiri, menghadap Sa'id
bin Al-'Ash. Lalu ia meminta padanya sesuatu. Maka Sa'id bin Al-'Ash menyuruh
pembantunya, memberikan kepada laki‑laki tadi, uang sebanyak seratus ribu
dirham. Laki‑laki tersebut, lalu menangis. Maka Sa’id bertanya: "Apakah
yang membawa engkau menangis?" Laki‑laki itu menjawab: "Aku menangis
kepada bumi, bahwa ia akan memakan orang yang seperti engkau". Sa’id Ialu
menyuruh pembantunya, supaya memberikan kepada orang itu 100.000 dirham lagi.
Abu Tammam masuk ke tempat Ibrahim bin Syaklah, dengan menyajikan beberapa bait
(kuntum) syair, dimana Abu Tammmam memujikan Ibrahim dengan syair tersebut. Abu
Tammam mendapati Ibrahim bin Syaklah dalam keadaan sakit. Lalu Ibrahim menerima
pujian dari Abu Tammam tersebut. Dan Ibrahim menyuruh pengawalnya, supaya
memberikan kepada Abu Tammam, apa yang layak baginya. Ibrahim mengatakan:
"Semoga aku dapat bangun dari sakitku. Maka aku akan membalas kebaikannya”.
Lalu Abu Tammam tinggal di situ selama 2 bulan. Maka membosankannya oleh
lamanya tinggal di situ. Lalu dituliskannya madah kepada, Ibrahim bin Syaklah,
dengan katanya:
Sesungguhnya
adalah haram
menerima pujian
kami.
Dan meninggalkan
apa yang kami harapkan,
daripada pemberian
.......
Sebagaimana dirham
dan dinar,
pada penjualan,
adalah haram,
selain tangan
dengan tangan
Tatkala kedua bait tersebut sampai kepada,
Ibrahim bin Syaklah, Ialu ia mengatakan kepada pengawalnya: "Berapa lama
sudah Abu Tammam tinggal di pintu?" Pengawal itu menjawab: “Dua bulan
!" Ibrahim Ialu berkata:
"Berikanlah kepadanya, 30.000 ribu dirham. Dan bawalah kepadaku tinta
!". Lalu Ibrahim bin Syaklah menulis madah, yang di bawah ini kepada Abu
Tammam:
Engkau tergesa‑gesa
datang kepada kami
maka datanglah,
kepada engkau, tergesa‑gesa sedikit kebajikan kami.
Jikalau engkau
memberi waktu kepada kami
niscaya kami,
tidak menyedikitkan pemberian kami
maka ambillah yang
sedikit ini,
seakan‑akan engkau
tidak pernah mengatakan apa-apa
Dan kami
mengatakan ini
seakan‑akan kami
tidak pernah berbuat apa-apa.
Diriwayatkan, bahwa Usman bin Affan ra
mempunyai uang pada Thalhah bin Ubaidillah ra sebanyak 50.000 dirham. Pada
suatu hari Usman ke luar dari rumahnya, pergi ke mesjid. Lalu Thalhah berkata
kepadanya: "Harta engkau telah tersedia, maka terimalah !" Usman
Ialu menjawab: “Itu untukmu hai Aba Muhammad. Bantuan kepadamu di atas
Muru’ahmu !" Su'da binti uf
mengatakan: "Aku masuk ketempat Thalhah. Maka Aku melihat dari padanya,
perlengkapan untuk perjalanan jauh. Lalu Aku bertanya kepadanya: "Harta
engkau?" Thalhah menjawab: "Telah berkumpul padaku harta dan telah
menyusahkan Aku". Lalu Aku menjawab: "Apakah yang menyusahkan engkau?
“Panggillah kaum engkau !" Thalhah Ialu menjawab: "Hai pembantu !
Atasku dengan kaumku". Maka harta itu dibagi‑bagikannya kepada mereka.
Lalu Aku bertanya kepada pembantu: "Berapa ada harta itu?" Pembantu
itu menjawab: "400.000".
Seorang badui Arab datang kepada Thalhah. Lalu ia meminta sesuatu pada
Thalhah. Ia mendekati Thalhah dengan jalan kefamilian. Lalu Thalhah menjawab:
"Bahwa kefamilian ini belum pernah seorang pun sebelum engkau, meminta
padaku dengan sebab kefamilian. Aku mempunyai sebidang tanah, yang telah
diberikan kepadaku, Dibelinya tanah itu oleh Usman, dengan 300.000. Kalau
engkau mau, maka terimalah tanah tersebut. Dan kalau engkau mau, Aku jual tanah
itu, dengan setahu Usman. Dan Aku serahkan kepada engkau harganya". Badui
itu menjawab: "Harganya saja". Maka Thalhah menjual tanah tersebut
dengan setahu Usman. Dan diserahkannya harganya kepada badui Arab itu.
Diceriterakan orang, bahwa pada suatu hari Ali ra menangis. Lalu orang bertanya
kepadanya: "Apakah yang menyebabkan maka engkau menangis?". Ali ra
lalu menjawab: “Tidak datang kepadaku seorang tamupun semenjak 7 hari. Aku
takut, bahwa Allah telah menghinakan Aku”. Seorang laki‑laki datang kepada
temannya. Lalu ia mengetuk pintunya. Maka teman yang punya rumah itu bertanya:
"Apakah yang menyebabkan kamu datang?". Laki‑laki itu menjawab:
"Atasku hutang sebanyak 400 dirham. Lalu ia menimbang uang 400 dirham. Dan
dikeluarkannya uang itu, kepada yang punya rumah tadi. Dan ia kembali sambil
menangis. Lalu isterinya bertanya: “mengapa engkau berikan uang itu, karena
rupanya menyulitkan kepada engkau?". Maka laki‑laki itu menjawab:
"Sesungguhnya Aku menangis, karena Aku tidak memeriksa keadaannya.
Sehingga ia memerlukan kepada membuka pintunya bagiku". Kiranya Allah
mencurahkan rahmat kepada siapa, yang ini menjadi sifat mereka. Dan kiranya Ia
mengampuni dosa mereka semua !
PENJELASAN: tercelanya kikir.
Allah Ta` ala berfirman: “Dan siapa yang terpelihara dari kekikiran
jiwanya, merekalah orang-orang
yang beruntung ". S 59 AI Hasyr
ujung ayat 9. Allah Ta’ala berfirman: "Janganlah orang‑orang yang kikir
memberikan dengan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya mengira,
bahwa kekikiran itu membaikkan mereka. Tidak ! Melainkan memburukkan mereka.
Nanti harta yang mereka kikirkan itu akan digantungkan di lehernya dihari
kiamat S 3 AAli ‘Imran ayat 180. Allah Ta’ala berfirman: "Yaitu orang‑orang
yang kikir, menyuruh manusia supaya bersifat kikir dan menyembunyikan kurnia
yang diberikan oleh Allah kepada‑nya”. S 4 An Nisaa’ ayat 37. Nabi saw
bersabda: “Jagalah dirimu dari sifat kikir ! Sesungguhnya telah binasa orang-orang
sebelum kamu yang membawa mereka kepada menumpahkan darah dan menghalalkan yang
diharamkan". Nabi saw bersabda: "Jagalah dirimu dan sifat kikir !
Sesungguhnya kikir itu mengajak orang‑orang sebelum kamu. Lalu mereka
menumpahkan darah mereka. Dan mengajak mereka, Ialu mereka menghalalkan yang
diharamkan. Dan mengajak mereka, lalu memutuskan silaturrahim diantara
mereka". Nabi saw bersabda: "Tiada akan masuk sorga orang kikir,
penipu, penghianat dan yang jahat sifatnya". Pada suatu riwayat disebut:
"pemaksa”. Dan pada suatu riwayat lagi: “Dan yang membangkit‑bangkitkan
pemberiannya". Nabi saw bersabda: "Tiga perkara yang membinasakan: mematuhi
sifat kikir, mengikuti hawa‑nafsu dan manusia yang mengherani (membanggakan)
dirinya sendiri". Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah marah kepada
tiga jenis manusia: “orang tua yang berzina, orang kikir yang menyebut‑nyebutkan
pemberiannya dan orang yang mempunyai tanggungan yang sombong”. Nabi saw
bersabda: "Contohnya orang yang berbelanja dan orang yang kikir, adalah
seperti dua orang laki‑laki, yang keduanya memakai baju besi dari sejak
teteknya sampai kepada tulang dadanya. Adapun orang yang berbelanja itu, maka
ia tidak membelanjakan sesuatu, melainkan baju itu memanjang atau sempurna
menutup kulitnya. Sehingga menutupkan ujung jari‑jarinya. Adapun orang yang
kikir itu, ia tidak berkehendak membelanjakan sesuatu, melainkan baju itu
meninggi dan tiap‑tiap bahagiannya tetap pada tempatnya. Sehingga baju itu
melekat dengan tulang dadanya. Ia berusaha melonggarkan baju itu, tetapi ia
tidak mau longgar". Nabi saw bersabda: “Dua perkara tidak akan berkumpul
pada orang Mu'min yaitu: “kikir dan jahat akhlak”. Nabi saw berdo'a: “Ya Allah
! Sesungguhnya hamba berlindung padamu dari kekikiran. Dan hamba berlindung
padamu dari sifat pengecut. Serta hamba berlindung pula padamu dari ketuaan
yang menyusahk'an (pikun)”. Nabi saw bersabda: "Jagalah dirimu dari
perbuatan zalim ! Sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan pada hari
kiarnat. Jagalah dirimu dari perbuatan keji ! Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berbuat keji dan memperdengarkan perkataan keji. Jagalah dirimu dari
sifat kikir ! Sesungguhnya telah binasa orang‑orang sebelum kamu, oleh karena
kikir, yang menyuruh mereka berdusta. Lalu mereka berdusta. Yang menyuruh
mereka berbuat zalim. Lalu mereka ber‑buat zalim. Dan yang menyuruh mereka
memutuskan silaturrahim. Lalu mereka memutuskan silaturrahim itu”. Nabi saw
bersabda: “Yang jahat pada seseorang itu ialah kikir yang rakus dan pengecut
yang sangat”. Seorang syahid terbunuh pada masa RasuluIllah saw. Lalu ia
ditangisi oleh seorang wanita yang menangisinya, seraya berkata: "Wahai yang
syahid !" Maka Nabi saw bertanya: "Apakah yang memberitahukan kepada
engkau, bahwa dia itu syahid? Mungkin ia berkata‑kata tentang apa yang tidak
perlu atau ia kikir dengan apa yang tidak mengurangkannya". Jubair bin Mut’im berkata: "Sewaktu kami
sedang berjalan bersama Rasulu'llah saw dan bersama beliau manusia banyak,
kembali dari Khaibar, tiba‑tiba orang‑orang badui Arab itu bergantung pada
Rasulu'llah saw. Mereka meminta padanya sesuatu. Sehingga mereka memaksakannya
supaya menyerahkan sesuatu tadi kepada Samurah Ummu Khailan. Lalu wanita ini
mengambil kain selimut Rasulu'llah saw. Maka Rasulullah saw berhenti berjalan,
seraya bersabda: "Berikanlah kepadaku kain selimutku ! Demi Allah yang
diriku di TanganNya ! Jikalau Aku mempunyai sebanyak bilangan kayu‑kayuan desa
ini sebagai nikmat, niscaya akan Aku bagi‑bagikan diantara kamu. Kemudian, kamu
tiada akan mendapati Aku sebagai orang kikir, pendusta dan pengecut". Umar
ra berkata: "Rasulu'llah saw membagi‑bagikan sebahagian harta, kepada
sekumpulan orang banyak. Lalu Aku mengatakan, bahwa selain mereka ini, adalah
lebih berhak dengan bahagian tersebut". Maka Rasulu'llah saw menjawab:
"Sesungguhnya mereka menyuruh Aku memilih, antara mereka meminta padaku
dengan sikap keji atau mereka memandang Aku orang kikir. Dan tidaklah Aku itu
orang kikir". Abu Said Al Khudri ra berkata: "Dua orang laki‑laki
masuk ke tempat Rasulu'llah saw Lalu meminta pada Rasulu'llah saw harga unta.
Maka beliau memberikan kepada keduanya uang dua dinar. Lalu kedua orang
tersebut ke luar dari tempat Rasulu'llah saw. Maka kedua orang itu dijumpai
oleh Umar bin Khattab ra Kedua orang itu memuji Rasulu'llah saw dan mengatakan:
perbuatan baik dan terima kasih terhadap apa yang diperbuat oleh Rasulu'llah
saw kepada keduanya. Kemudian, Umar ra
masuk ke tempat Rasulu'llah saw dan menceriterakan apa yang dikatakan oleh
kedua orang tadi. Maka Nabi saw menjawab: "Akan tetapi, si anu Aku berikan
kepadanya, antara sepuluh sampai seratus. Dan ia tidak mengatakan yang
demikian. Bahwa seseorang dari kamu meminta padaku. Maka ia lancar pada
permintaannya, dengan memasukkannya di bawah ketiaknya. Dan itu adalah api
neraka". Lalu Umar ra bertanya: "Maka mengapakah engkau berikan
kepada mereka, apa yang disebut neraka itu". Nabi saw Ialu menjawab:
"Mereka enggan, selain mereka meminta padaku. Dan Allah enggan bahwa Aku
kikir". Dari ibnu Abbas ra yang mengatakan: "Rasulu'llah saw
bersabda: "Kemurahan itu adalah dari kemurahan Allah Ta’ala. Maka
bersikaplah kamu pemurah, niscaya Allah bermurah kepadamu. Ketahuilah, bahwa
Allah 'Azza wa Jalla, menjadikan sifat pemurah. Lalu Ia menjadikannya dalam
bentuk seorang laki‑laki. Dan dijadikanNya kepala orang itu melekat pada pokok
sebatang kayu yang baik. Dahan‑dahannya diikatkanNya dengan dahan Sadratul Muntaha.
Sebahagian dahan‑dahannya, dikulaikanNya ke dunia. Maka siapa yang bergantung
dengan suatu dahan daripadanya, niscaya dimasukkanNya orang itu ke sorga.
Ketahuilah, bahwa sifat pemurah itu setengah daripada iman. Dan iman itu dalam
sorga. Dan Allah menjadikannya sifat kikir dari kemarahanNya. DijadikanNya
kepala kekikiran itu melekat pada pokok kayu zaqum. Dan dikulaikanNya
sebahagian dahan‑dahannya kedunia. Maka siapa yang bergantung dengan suatu
dahan daripadanya, niscaya ia dimasukkanNya ke neraka. Ketahuilah, bahwa kikir
itu dari kufur. Dan kufur itu dalam
neraka" . Nabi saw bersabda: "Pemurah itu adalah sebatang kayu yang
tumbuh dalam sorga. Maka tiada akan masuk sorga, selain orang yang pemurah. Dan
kikir itu adalah sebatang kayu yang tumbuh dalam neraka. Maka tidak akan masuk
neraka, selain orang yang kikir". Abu Hurairah ra berkata:
"Rasulu'llah saw bertanya kepada utusan kabilah (suku) Bani Lahyan:
"Siapakah kepalamu (pemimpinmu) hai Bani Lahyan?" Mereka menjawab:
“Kepala kami Jadd bin Qais, Hanya dia seorang laki‑laki, yang bersifat
kikir". Nabi saw Ialu bersabda: "Manakah penyakit yang lebih parah
dari kikir. Akan tetapi kepalamu adalah 'Amr bin AI‑Jamuh”. Pada suatu riwayat,
utusan itu menjawab: "Kepala kami Jadd bin Qais". Lalu Nabi saw bertanya:
"Dengan apa kamu mengangkat dia menjadi kepala?" Mereka menjawab: "Dia banyak harta. Dan
kami, di atas yang demikian, kami melihat dia itu kikir". Nabi saw Ialu
bersabda: "Manakah penyakit yang lebih parah dari kikir? Orang itu bukan
kepalamu" Mereka Ialu bertanya: "Jadi, siapa kepala kami, wahai
Rasulullah. Nabi saw mejawab: "Kepala kamu, ialah: “Bisyir bin AI‑Barra".
Ali ra mengatakan: "Rasulu'llah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah
marah kepada orang yang kikir dalam hidupnya, yang pemurah ketika matinya.” Abu
Hurairah ra berkata: "Rasulu'llah saw bersabda: “Orang pemurah yang bodoh
itu lebih dikasihi oleh Allah dari pada orang yang banyak ibadahnya (‘abid yang
kikir)”. Abu Hurairah berkata pula: “Nabi saw bersabda: “Kikir dan iman, tiada akan
berkumpul dalam hati seorang hamba Allah”. Nabi saw bersabda pula: “Dua perkara
tiada akan berkumpul pada seorang Mu’min, yaitu: “Kikir dan jahat ahklak”. Nabi
saw bersabda: “Tiada seyogyalah bagi orang Mu’min itu menjadi orang kikir dan
orang pengecut”. Nabi saw bersabda: “berkata orang yang berkata dari kamu,
bahwa orang kikir itu lebih dimaafkan dari orang yang zolim” Manakah kezoliman
yang lebih zolim pada sisi Allah dibandingkan dengan kikir ? Allah Ta’ala
bersumpah dengan keMuliaan, kebesaran dan keagunganNya, bahwa tiada akan masuk
sorga orang yang kikir dan orang yang bahil. Diriwayatkan, bahwa Rasulullah
saw: “Mengerjakan tawaf di Baitullah. Tiba-tiba seorang laki-laki bergantung
ditirai kabah. Dan orang itu berdoa: “Dengan kehormatan baitullah ini, apakah
tidak engkau ampunkan dosaku ?”. Nabi saw lalu bertanya: “Apakah dosamu ?
terangkanlah kepadaku !” laki-laki itu
menjawab: “Dosa itu lebih besar dari pada untuk Aku terangkan kepada engkau”.
Nabi lalu menjawab: “Kasihan engkau ! dosa engkaulah yang lebih besar atau
bumi?” orang itu menjawab: “Bahkan dosaku itu yang lebih besar, wahai
Rasulullah”. Nabi saw bertanya lagi: “Dosa engkaukah yang lebih besar atau
gunung ?” laki-laki itu menjawab: “Bahkan dosaku yang lebih besar, wahai
Rasulullah !” Nabi saw bertanya pula: “Dosa engkaukah yang lebih besar atau
laut ?” Laki-laki itu menjawab: “bahkan dosaku yang lebih besar, wahai
Rasulullah !” Nabi saw bertanya kembali:
“Dosa engkaukah yang lebih besar atau langit ?” laki-laki itu menjawab: “Bahkan
dosaku yang lebih besar wahai Rasulullah !”. Nabi saw bertanya lagi: “Dosa
engkaukah yang lebih besar atau Arasy?” Laki-laki itu menjawab: “Bahkan dosaku
yang lebih besar, wahai Rasulullah !”
Nabi saw bertanya lagi: “Dosa engkaukah yang lebih besar atau Allah ?” Laki-laki
itu menjawab: “Bahkan Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi”. Nabi saw lalu
bersabda: “Kasihan engkau !” Terangkanlah kepadaku dosa engkau !” laki-laki itu lalu menjawab: “Wahai
Rasulullah !Sesungguhnya Aku ini seorang yang kaya harta. Dan seorang wanita
peminta datang kepadaku. Ia meminta kepadaku. Maka seolah-olah ia menghadapi
Aku dengan nyala api” lalu nabi saw
bersabda: “Jauhilah engkau dari padaku” jangan engkau bakarkan Aku dengan api
engkau demi Allah, yang mengutuskan Aku dengan petunjuk dan kemulian ! Jikalau engkau berdiri diantara sudut Ka’bah
dan maqam Ibrahim as, kemudian engkau mengerjakan sholat 2 juta tahun, kemudian
engkau menangis, sehingga mengalir dari air mata engkau sungai-sungai dan
disirami kayu-kayuan dengan sungai-sungai itu, kemudian engkau mati dan engkau
hina, sesungguhnya engkau akan ditelungkupkan oleh Allah dalam neraka. Kasihan
engkau ! Apakah engkau tidak mengetahui,
bahwa kikir itu kufur. Dan kufur itu dalam neraka. Kasihan engkau ! apakah engkau tidak mengetahui, bahwa Allah
Ta’ala berfirman: “Dan siap yang kikir, hanyalah dia kikir terhadap dirinya
sendiri”. S 47 Muhammad ayat 38. Allah Ta’ala berfirman: “Dan siapa yang
terpelihara dari kekikiran jiwanya, merekalah orang-orang yang beruntung”. S 59
Al Hasyr ayat 9. Adapun Al atsar, maka diantara lain: “Ibnu Abbas ra berkata:
“Tatkala Allah Ta’ala menjadikan sorga Aden, maka IA berfirman kepadanya:
“Berhiaslah !” maka sorga aden itupun
berhiaslah. Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Tanpalah sungai-sungai engkau !” Lalu sorga Aden itu menampakkan mata air
Sal Sabil, mata air kafur dan mata air Tasmin. Maka terpancarlah dari mata
air-mata air itu dalam sorga sungai sungai hamar, sungai madu dan sungai susu.
Kemudian, Allah berfirman kepada sorga Aden: “Tanpalah tempat tidur engkau,
kelambu engkau, kursi engkau, perhiasan engkau, pakaian engkau dan bidadari
engkau !” Maka sorga Aden pun
menampakkannya. Lalu Allah melihat kepadanya, seraya berfirman: “Bekata-katalah
!” Lalu sorga Aden itu berkata: “Berbahagialah siapa yang masuk kepadaku”. Maka
Allah Ta’ala berfirman: “Demi kebesaranKU ! Tiada akan AKU tempatkan kepada
engkau orang yang kikir. Ummul Banim saudara perempuan Umar bin Abdul Azis
berkata: “Cis bagi orang yang kikir ! Jikalau kikir itu baju, maka Aku tiada
akan memakainya. Dan jikalau kikir itu jalan, maka Aku tiada akan
menjalaninya”. Thalhah bin Ubaidillah ra berkata: “Sesungguhnya kita akan
mendapati dengan harta kita, apa yang didapati oleh orang-orang kikir. Akan
tetapi, kita bersabar”. Muhammad bin Al
Munkadir berkata: “Ada dikatakan orang, bahwa; Allah apabila berkehendak
kejahatan pada suatu kaum (golongan), niscaya dijadikanNYA amir (kepala) kepada mereka, orag-orang jahat
mereka. Dan dijadikanNYA rezeki mereka, di tangan orang-orang kikir mereka”.
Ali ra berkata dalam khutbahnya: “sesungguhnya akan datang kepada manusia,
suatu masa yang sangat menggigit, dimana orang kaya menggigit apa yang dalam
tangannya dan tidak disuruh yang demikian Allah Ta’ala berfirman: “Janganlah
kamu lupa pemberian sukarela sesamamu”. S 2 Al baqarah Ayat 237. Abdullah bin
Amr berkata: “Asy-syuhhu (kedekut atau kikir) adalah lebih berat dari Al
bukh-lu (bakhil atau kikir) karena orang yang Asy-syuhhu ialah: orang yang
kedekut/kikir diatas apa yang tidak ada ditangan orang lain, sampai dapat
diambilnya. Dan ia kedekut dengan apa yang ada ditangannya, maka ditahannya.
Dan orang yang Al bukh-lu (Al bakhil), ialah: orang yang kikir dengan apa yang
ada ditangannya”. Asy-sya’bi berkata: “Aku tidak tahu, mana lebih dalam di neraka
jahannam: kikir atau dusta”. Diceritakan, bahwa datang kepada Anu syirwan,
seorang ahli hikmah dari India dan seorang filosuf dari rumawi. Lalu Anu
syirwan berkata kepada orang India tadi: “Berbicaralah !”. Orang India itu
menyahut: “Manusia yang terbaik, ialah: siapa yang dijumpai dalam keadaan
pemurah, dapat menahan diri ketika marah, berbicara dengan pelan-pelan,
merendahkan diri pada kedudukan tinggi dan kasih sayang kepada keluarga”. Dan
orang Rumawi tadi bangun berdiri, seraya berkata: “Barangsiapa kikir, niscaya
musuhnya mewarisi hartanya. Barangsiapa sedikit syukurnya, niscaya tiada
mencapai kemenangan. Dan orang yang dusta itu tercela. Dan orang lalat
merah/suka menceritakan kekurangan orang itu akan mati dalam keadaan miskin.
Dan barangsiapa yang tidak berbelas kasihan, niscaya ia akan dikuasai oleh
orang yang tidak dikasihaninya”.
Adl-dlahhak mengatakan, mengenai firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya kami
letakkan belenggu ditengkuk mereka”. S 36 Yaasiin Ayat 8. Yaitu kata Adl-dlahhak: maksudnya:
kikir. Allah Ta’ala menahan tangan mereka daripada berbelanja pada jalan Allah
maka mereka tidak melihat petunjuk atau hidayah. Ka’bul-Ahbar mengatakan;
“Tiada suatu pagipun, melainkan telah diserahkan kepada dua orang malaikat
untuk menyerukan, yaitu: “Wahai Allah Tuhanku ! Segerakanlah kebinasaan bagi
orang yang menahan hartanya. Dan segeralah penggantian bagi orang yang
membelanjakan hartanya”. Al Ashma’i ra berkata: “Aku mendengar seorang Arab
Badui, yang menerangkan tentang seorang laki-laki, dengan katanya: “kecillah si
anu pada mataku, karena besarnya dunia pada matanya. Dan seakan-akan orang yang
meminta itu melihat malaikat maut, apabila mendatanginya”. Abu Hanifah ra berkata: “Aku tidak melihat,
bahwa orang itu akan bersikap adil, sedang ia orang kikir. Karena kekikiran itu
membawanya kepada berlebih-lebihan memeriksanya. Lalu diambilnya yang melebihi
haknya, karena takut ia akan rugi. Maka orang yang seperti itu, niscaya tidak
akan ada kepercayaan memegang amanah. Ali ra mengatakan: “Demi Allah ! orang
pemurah sekali-kali tidak akan berlebih-lebihan memeriksa haknya”. Karena Allah
Ta’ala berfirman: “Diterangkannya sebahagian dan dihilangkannya sebahagian”. S
66 At Tahrim Ayat 3. Al Jahidh berkata: “Tiada tinggal dari yang lezat, selain
tiga: mencela orang-orang kikir, memakan daging yang dipotong-potong dan
menggaruk kudis”. Bisyir bin Al Hars mengatakan: “Orang kikir tak ada umpatan
baginya”. Karena Nabi saw bersabda: “Jadi engkau itu, sesungguhnya seorang
kikir”. Seorang wanita dipujikan dihadapan Rasulullah saw mereka mengatakan,
bahwa wanita itu banyak berpuasa dan mengerjakan shalat, hanya dia itu kikir.
Lalu Nabi saw menjawab: “Jadi, apa kebajikannya?” Bisyir berkata pula:
“Memandang kepada orang kikir itu, mengesatkan hati. Menjumpai orang-orang
kikir itu bencana kepada hati orang-orang mu’min”. Yahya bin Mu’adz berkata:
“Tiada dalam hati orang-orang pemurah itu, selain kasih sayang, walaupun mereka
orang-orang yang fasik. Dan orang-orang kikir itu hanya mempunyai kemarahan,
walaupun mereka orang-orang baik”. Ibnul-Mu’taz berkata: “orang yang paling
kikir dengan hartanya ialah orang yang paling pemurah dengan kehormatannya”.
Nabi Yahya bin Zakaria as bertemu dengan iblis dalam bentuknya. Lalu ia berkata
kepada iblis itu: “Hai iblis!” Terangkanlah kepadaku, manusia yang paling
engkau kasihi dan manusia yang paling engkau marahi !”. Iblis itu lalu
menjawab: “manusia yang paling Aku kasihi, ialah orang mu’min yang kikir. Dan
manusia yang paling Aku marahi, ialah
orang fasik yang pemurah”. Nabi Yahya bertanya: “mengapa demikian?”. Iblis itu
menjawab: “Karena orang kikir itu telah memuaskan bagiku oleh kekikirannya. Dan
orang fasik yang pemurah itu, Aku takut nanti Allah melihat kepadanya pada
kemurahannya, lalu diterima Allah”. Kemudian iblis itu pergi, sambil
berkata: “Jikalau engkau itu bukanlah
Yahya, niscaya tidak akan Aku kabarkan kepada engkau”.
CERITERA-CERITERA:
TENTANG ORANG-ORANG KIKIR
Diceriterakan orang, bahwa di Basrah ada
seorang laki-laki kaya yang kikir. Lalu ia diundang oleh setengah tetangganya.
Dan dihidangkan kepadanya daging goreng dengan telur. Maka dimakannya dengan
lahap dan banyak diminumnya air. Lalu perutnya mengembung. Dan menjadi bahaya
dan kematian baginya. Ia berpaling ke kanan dan ke kiri. Tatkala keadaannya
telah menyulitkannya, lalu diterangkan keadaannya kepada dokter. Dokter itu
menjawab: “Tidak apa-apa ! muntahlah apa yang kamu makan !” laki-laki itu lalu
menjawab: “Wah, Aku muntahkan daging goreng dengan telur. Mati dan tidak itu”.
Diceriterakan orang, bahwa seorang Arab Badui datang, mencari seorang
laki-laki. Dan dihadapannya buah delima. Lalu ditutupnya buah delima tadi
dengan pakaiannya. Dan Arab Badui tersebut lalu duduk. Laki-laki tadi bertanya
kepada Arab Badui itu: “Pandaikah engkau membaca sesuatu dari Al Qur’an?”.
Badui itu menjawab: “Ya, pandai !” lalu diibacanya: “Buah Zaitun dan gunung
Tursina”. Laki-laki itu lalu bertanya: “Mana At-tiin?” Arab Badui tersebut lalu
menjawab: “Di bawah pakaianmu !” Setengah mereka menggundang temannya dan tidak
diberinya makanan suatupun. Orang itu ditahannya sampai waktu Ashar, sehingga
bersangatanlah laparnya. Dan membawanya seperti gila. Lalu yang punya rumah
mengambil gitar, seraya bertanya kepada temannya itu: “Demi hidupku ! Bunyi
mana yang engkau ingini, untuk Aku perdengarkan kepada engkau?” Teman itu
menjawab: “Bunyi daging goreng”. Diceriterakan, bahwa Muhammad bin Yahya bin
Khalid bin Barmak, adalah seorang kikir yang keji kikirnya. Lalu ditanyakan
kepada saudaranya yang mengenalnya. Penanya itu bertanya kepada saudaranya yang
tadi: “Terangkanlah kepadaku hidangannya !”. Saudara itu lalu menjawab:
“Hidangannya ialah: diantara tepi ibu jari dan tepi telunjuk dalam tepi ibu
jari dan tepi telunjuk. Piringnya dikorek dari biji buah Khasykhay”. Dan
ditanya lagi: “Siapa yang menghadiri hidangannya?” saudaranya itu menjawab:
“Para malaikat penulis amal”. Lalu ditanyakan lagi: “Apa tidak ada seorangpun
yang makan bersama dia?” Saudaranya itu menjawab: “Ada, yaitu: lalat”. Yang
bertanya itu bertanya lagi: “kemaluanmu telah tampak dan engkau keluarga khusus
dengan dia, pakaianmu sudah koyak”. Saudaranya itu menjawab: “Demi Allah ! Aku
tidak mampu membeli jarum untuk menjahit pakaianku. Dan kalau engkau kiranya
Muhammad bi Yahya memiliki rumah dari Baghdad ke An-naubah-Sudan yang penuh
dengan jarum, kemudian datang kepadanya Jibril dan Mikail dan bersama mereka
Nabi Ya’kub as yang mencari dari Muhammad bin Yahya itu jarum dan meminta
padanya untuk dipinjamkan kepada mereka, untuk dijahit baju Yusuf yang telah
koyak dari belakang, niscaya Muhammad bin Yahya itu tidak akan mau
memperbuatnya”. Diceriterakan orang, bahwa Marwan bin Abi Hafsah tidak makan
daging karena kikirnya, sampai ia ingin betul kepada daging. Maka apabila ia
sudah ingin betul kepada daging itu, lalu diutusnya pembantunya. Maka pembantu
itu membeli daging baginya, kepala kambing bakar, lalu dimakannya. Orang lalu
bertanya kepadanya: “Kami melihat engkau, tidak engkau makan, selain kepala, pada musim panas dan musim dingin.
Maka mengapakah engkau memilih yang demikian?”. Muhamad bin Yahya itu menjawab:
“Ya, kepala itu Aku tahu harganya. Maka Aku merasa aman dari pengkianatan
pembantuku. Ia tidak akan sanggup merugikan Aku pada kepala kambing itu. Dan
tidaklah kepala itu daging yang akan
dimasak oleh pembantuku. Lalu ia sanggup akan memakan daripadanya, jika ia
menyentuh mata atau telinga atau pipi. Aku tetap pada yang demikian. Aku makan
dari kepala itu, bermacam-macam warnanya. Matanya satu warna. Telinganya satu
warna. Lidahnnya satu warna. Kepala urat lehernya satu warna. Dan otaknya satu
warna. Dan Aku mencukupkan belanja pemasakannya. Sesungguhnya telah berkumpul
bagiku pada kepala kambing itu banyak kemanfa’atannya”. Pada suatu hari,
Muhamad bin Yahya itu keluar dari rumahnya, bermaksud menghadap khalifah Al
Mahdi. Lalu seorang wanita dari kelurganya, bertanya kepada Muhamad bin Yahya:
“Apakah untukku dari engkau, kalau engkau kembali nanti, dengan mendapat
hadiah?”. Muhamad bin Yahya menjawab: ”Jikalau Aku berikan nanti 100.000
dirham, niscaya akan Aku berikan kepada engkau satu dirham”. Lalu ia diberikan
60 ribu dirham. Maka diberikannya kepada wanita itu 4 daniq. Diceritakan pula,
bahwa Muhamad bin Yahya pada suatu kali membeli daging satu dirham. Maka ia
diundang oleh temannya kerumahnya. Lalu dikembalikannya daging tadi kepada
tukang jual daging dengan dipotong harga satu daniq. Ia mengatakan: “Saya tidak
suka berlebih-lebihan”. Al-A’masy mempunyai seorang tetangga. Dan selalu
tetangga itu mengemukakan kepada Al-A’masy, supaya datang kerumahnya. Tetangga
itu mengatakan: “Jikalau engkau masuk ke rumahku, maka engkau akan memakan
sepotong roti dan garam”. Maka Al-A’masy enggan datang ke rumah itu. Pada suatu
hari, dikemukakannya lagi, supaya Al-A’masy datang ke rumahnya. Kebetulan
Al-A’masy lapar, lalu menjawab: “Marilah kita pergi !”. Lalu Al-A’masy masuk ke
rumah tetangganya tadi. Maka didekatkan kepadanya sepotong roti dan garam. Maka
datanglah seorang peminta, seraya mengatakan: “Wahai tuan rumah ! Diberi
barakah kiranya pada engkau”. Lalu peminta tadi mengulangi permintaannya,
seraya mengatakan: “Diberi barakah kiranya pada engkau !”. Tatkala peminta itu
meminta kali ketiga, lalu tuan rumah itu menjawab: “Pergi ! Dan kalau tidak,
demi Allah, akan aku keluar kepada engkau dengan tongkat !”. Kata yang punya
riwayat. Lalu peminta itu dipanggil oleh Al-A’masy, seraya berkata: “Pergilah !
Kasihan engkau, demi Allah ! belum pernah aku melihat seseorang yang lebih
benar pada janjinya. Dia, semenjak beberapa masa yang lampau, mengundang aku
untuk memakan sepotong roti dan garam. Demi Allah, dia tidak menambahkan
kepadaku atas roti dan garam itu”.
PENJELASAN:
MENGUTAMAKAN ORANG LAIN (AL-IITSAAR) DAN KELEBIHAN SIFAT AL-IITSAAR INI.
Ketahuilah, bahwa sifat pemurah dan kikir
itu, masing-masing daripadanya terbagi kepada tingkat-tingkat. Tingkat pemurah
yang tinggi, ialah: mengutamakan orang lain (Al-iitsaar). Yaitu: Ia bermurah
hati memberikan harta, serta ia sendiri memerlukan kepada harta itu. Dan
pemurah itu seseungguhnya, ibarat: memberikan apa yang diperlukan kepada orang
lain yang memerlukan atau tidak memerlukan. Dan memberikan serta memerlukan
sendiri kepada benda itu, adalah lebih berat. Sebagaimana sifat pemurah,
kadang-kadang berkesudahan kepada manusia itu, memberikan kepada orang lain,
serta ia sendiri memerlukan kepadanya, maka kikir itu, kadang-kadang
berkesudahan kepada ia bersikap kikir terhadap dirinya sendiri, serta ia
memerlukan kepadanya. Maka banyaklah orang yang kikir, yang memegang harta dan
ia sakit, lalu tidak mau berobat. Ia ingin kepada sesuatu keinginan, lalu tiada
yang mencegahnya dari keinginan tersebut, selain oleh kikir dengan harga barang
yang diingininnya. Kalau diperolehnya dengan cuma-cuma, niscaya akan
dimakannya. Maka inilah orang yang kikir terhadap dirinya sendiri, serta ia
memerlukan kepada barang tersebut. Dan yang demikian itu, ia mengutamakan orang
lain, terhadap dirinya sendiri, sedang ia memerlukan kepada barang tersebut.
Maka perhatikanlah perbedaan diantara dua orang itu ! Sesungguhnya akhlak itu
adalah pemberian, yang diletakkan oleh Allah dimana dikehendakiNYA. Dan tiada
tingkat lain, sesudah Al-iitsaar itu, pada sifat pemurah. Allah memuji para
sahabat ra dengan firmanNYA: “Dan mereka mengutamakan (kawannya) lebih dari
mereka sendiri, meskipun mereka dalam kesusahan”. S 59 Al Hasyr Ayat 9. Nabi
saw bersabda: “Manusia manapun yang mengingini sesuatu keinginan, lalu
ditolaknya keinginan itu dan ia mengutamakan orang lain dari dirinya sendiri,
niscaya diampunkan dosanya”. ‘Aisyah berkata: “Adalah Rasulullah saw tiada
kenyang tiga hari berturut-turut, sampai ia berpisah dengan dunia. Dan kalau
kami kehendaki, niscaya kami kenyang. Akan tetapi, kami mengutamakan orang lain
dari diri kami sendiri”. Seorang tamu singgah pada Rasulullah saw dan
Rasulullah saw tiada memperoleh pada keluarganya sesuatu. Lalu masuklah orang
laki-laki dari golongan Anshor ke tempat Rasulullah saw maka dibawanya tamu
tersebut kepada keluarganya. Kemudian, diletakkan makanan dimukanya. Disuruh
isterinya, memadamkan lampu. Dan ia mengulurkan tangannya kepada makanan,
seolah-olah ia makan. Padahal ia tidak makan. Sehingga tamu itu makan. Tatkala
telah pagi hari, lalu Rasululllah saw bersabda kepada laki-laki Anshor itu: “Allah
takjub dari perbuatanmu pada malam tadi kepada tamumu”. Dan turunlah ayat: “Dan
mereka mengutamakan (kawannya) lebih dari diri mereka sendiri, meskipun mereka
dalam kesusahan”. S 59 Al-Hasyr Ayat 9. Maka sifat pemurah itu salah satu dari
akhla’ Allah Ta’ala. Dan Al-iitsaar adalah yang tertinggi dari tingkat-tingkat
pemurah. Dan yang demikian itu adalah dari adab kesopanan Rasulullah saw.
Sehingga ia dinamakan oleh Allah Ta’ala khuluq yang besar (tinggi). Allah
Ta’ala berfirman: “Dan engkau sesungguhnya mempunyai budi pekerti yang tinggi”.
S 68 Al Qalam Ayat 4. Sahal bin Abdullah At-tusturi berkata: “Musa as berdo’a:
“Hai Tuhanku ! Perlihatkanlah kepadaku sebagian pangkat Muhamad saw dan umatnya
!”. Maka Allah Ta’ala berfirman: “Hai Musa ! Sesungguhnya engkau tiada sanggup
yang demikian. Tetapi AKU akan memperlihatkan kepada engkau sesuatu tingkat
dari tingkatnya, yang mulia lagi besar. AKU melebihkannya dengan tingkat itu
diatas engkau dan di atas semua makhlukKU”. Yang meriwayatkan meneruskan
riwayatnya: “Lalu dibukakanNYA kepada Musa as dari alam malakut langit. Maka
Musa as memandang kepada suatu tingkat, yang hampir membinasakan dirinya dari
nur cahaya tingkat itu. Dan didekatkannya dari Allah Ta’ala. Maka Musa as
bertanya: “Wahai Tuhan ! Dengan apa engkau sampaikan Muhamad kepada kemuliaan
ini?”. Allah Ta’ala berfirman: “Dengan budi pekerti (khuluq) yang AKU khususkan
kepadanya dari antara mereka. Yaitu: Al-iitsaar. Hai Musa ! Tiada seorangpun
dari mereka yang datang kepadaKU, yang telah berbuat dengan itu pada suatu
waktu dari umurnya, melainkan AKU malu mengadakan perhitungan (hisab amalnya).
Dan AKU tempatkan dia di sorgaKU, dimana saja ia kehendaki”. Diceriterakan orang, bahwa Abdullah bin
Ja’far keluar pergi ke kebunnya (di luar kota Madinah). Lalu ia singgah duduk
atas pohon kurma suatu kaum. Dan padanya ada seorang budak hitam yang sedang
bekerja. Tiba-tiba datang seorang budak dengan makanannya. Lalu masuk ke kebun
itu seekor anjing dan mendekati budak tadi. Maka budak itu melemparkan anjing
tadi dengan sepotong roti. Lalu roti itu dimakan oleh anjing tersebut.
Kemudian, dilemparinya yang kedua dan yang ketiga. Lalu dimakan oleh anjing
itu. Abdullah bin Ja’far melihat kepada budak itu, seraya bertanya: “Hai anak !
Berapa potong roti makananmu setiap hari?”. Budak itu menjawab: “Aku tidak
mengetahui banyaknya”. Abdullah bin Ja’far bertanya lagi: “Maka mengapakah
engkau utamakan anjing ini dengan roti itu?”. Budak tadi menjawab: “Tidaklah
tempat ini, bumi yang ada anjing. Anjing ini datang dari jarak jauh dalam
keadaan lapar. Maka aku tiada suka, bahwa aku kenyang dan anjing ini lapar”.
Abdullah bin Ja’far lalu bertanya lagi: “Apakah yang akan engkau perbuat pada
hari ini?”. Budak itu menjawab: “Biarlah aku lapar hariku ini”. Lalu Abdullah
bin Ja’far berkata: “Kepedihan diatas kemurahan hati. Sesungguhnya budak ini
lebih pemurah daripadaku”. Lalu Abdullah bin Ja’far membeli kebun dan budak itu
dan alat-alat yang ada didalamnya. Lalu dimerdekakannya budak itu dan
diberikannya kebun itu kepada budak tadi. Umar ra berkata: “Dihadiahkan kepada
seorang laki-laki dari sahabat rasululllah saw kepala kambing”. Lalu laki-laki
tersebut berkata: “Bahwa temanku lebih memerlukan kepada kepala kambing ini
daripadaku”. Maka dikirimkannya kepala kambing itu kepada temannya. Maka
senantiasalah masing-masingnya mengirimkan kepala kambing itu kepada yang lain,
sehingga berkeliling sampai tujuh tempat. Dan kembali lagi ke tempat pertama.
Ali ra bermalam pada suatu malam pada tempat tidur Rasulullah saw Maka Allah
Ta’ala mewahyukan kepada Jibril as dan Mikail as: “Sesungguhnya AKU
mempersaudarakan diantara kamu berdua. Aku jadikan umur salah seorang dari kamu
berdua, lebih panjang dari umur yang lain. Maka siapa dari kamu berdua, yang
mengutamakan temannya dengan kehidupan?”. Maka masing-masing keduanya memilih
hidup dan mencintai hidup. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada
keduanya: “Apakah tidak kamu berdua seperti Ali bin Abi Thalib, yang aku
persaudarakan diantara dia dan NabiKu Muhamad saw Ia tidur pada tempat tidur
Muhamad saw Ia menebuskan Muhamad saw Dengan nyawanya. Ia mengutamakan Muhamad
dengan hidup. Turunlah kami berdua ke bumi ! Peliharalah dia dari musuhnya !”.
Maka adalah Jibril pada kepala Ali dan Mikail pada dua kakinya. Jibril as:
“Bikhin-bikhin (kata-kata untuk pujian), seperti engkau hai putera Abi thalib
!. Allah Ta’ala membanggakan engkau pada para malaikat”. Lalu Allah Ta’ala
menurunkan ayat: “Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan diri
sepenuhnya, untuk mencari keridhoan Allah. Dan Allah itu penyantun terhadap
hambaNYA”. S 2 Al baqarah Ayat 207. Dari Habil-Hassan Al-Anthaki, menceritakan
bahwa telah berkumpul kepadanya lebih 30 orang. Mereka itu semua berada di
suatu desa dekat Ar-rai (Iran). Mereka mempunyai beberapa potong roti yang tidak
akan mengenyangkan semua mereka. Lalu mereka pecahkan roti-roti itu dan mereka
padamkan lampu. Dan mereka duduk untuk makan. Tatkala makanan itu diangkat,
rupanya masih dalam keadaan semula. Seorangpun tiada yang memakan makanan
tersebut sedikitpun. Karena mengutamakan temannya daripada dirinya sendiri.
Diriwayatkan, bahwa Syu’bah, telah datang kepadanya seorang peminta. Dan tak
ada pada Syu’bah suatupun. Lalu Syu’bah membuka sepotong papan dari atap
rumahnya. Maka diberikannya kepada peminta tersebut. Kemudian, ia meminta ma’af
kepada peminta itu. Hudzaifah Al-‘Adawi menceritakan: “Pada hari peperangan
Yarmuk (nama suatu tempat di negri Syam-Suriah). Aku berjalan, mencari anak
pamanku. Dan padaku hanya sedikit air. Aku mengatakan kepada diriku sendiri, bahwa
kalau anak pamanku itu dalam keadaan mengkhawatirkan bagi hidupnya (sebagai
akibat dalam perang), niscaya aku beri minum dan aku sapu mukanya dengan air
ini. Tiba-tiba aku bertemu dengan dia. Lalu aku bertanya kepadanya: “Aku beri
minum engkau?” Ia lalu mengisyaratkan kepadaku: “Ya !” Tiba-tiba dekat disitu,
seorang laki-laki mengaduh: “Ah !”. Maka anak pamanku itu, mengisyaratkan
kepadaku, supaya aku pergi membawa air kepada orang itu. Lalu aku datangi dia.
Rupanya laki-laki tersebut, adalah: Hisyam bin Al-‘Ash. Maka aku bertanya
kepadanya: “Aku beri minum engkau?”. Lalu terdengar pula orang lain, mengaduh
mengatakan: “Ah !”. Hisyam lalu mengisyaratkan, supaya aku pergi ke tempat
orang tersebut. Maka aku datangi orang itu. Tiba-tiba ia sudah meninggal. Lalu
aku kembali kepada Hisyam, tiba-tiba iapun sudah meninggal. Lalu aku kembali
kepada anak pamanku, tiba-tiba iapun sudah meninggal Rahmat Allah kiranya
kepada mereka sekalian !. Abbas bin Dahqan mengatakan, bahwa tiada seorangpun
keluar dari dunia, sebagaimana ia masuk ke dalam dunia (dalam keadaan
telanjang, tiada berpakaian), selain Bisyir bin Al-Hars. Telah datang seorang
laki-laki kepada Bisyir dalam sakitnya. Orang itu mengadu kepada Bisyir, ada
keperluan penting. Lalu Bisyir membuka bajunya dan memberikannya kepada
laki-laki tersebut. Dan ia sendiri meminjam kain pada orang lain. Maka ia
meninggal pada kain pinjaman tersebut. Dari sebahagian orang-orang sufi, yang
mengatakan: “Bahwa kami berada di Thursus (nama suatu kota di tepi pantai
Suriah-Syam). Kami berkumpul merupakan suatu rombongan. Dan kami keluar ke
pintu Al-Jihad. Lalu kami diikuti oleh seekor anjing kampung itu. Tatkala kami
sudah sampai dimuka pintu, tiba-tiba kami jumpai seekor hewan yang sudah mati.
Maka kami naik ke tempat yang tinggi dan kami duduk disitu. Maka tatkala anjing
itu melihat kepada bangkai tadi, lalu ia kembali ke desa. Kemudian, tidak
berapa lama sesudah itu, anjing tadi kembali bersama kurang lebih 20 ekor
anjing lainnya. Lalu ia datang kepada bangkai itu dan ia duduk pada suatu
sudut. Dan anjing-anjing lain berkerumun pada bangkai. Semuanya terus memakan
bangkai itu. Dan anjing yang seekor itu tetap duduk melihat kepada
anjing-anjing tadi, sehingga bangkai itu habis dimakannya. Dan tinggalah
tulang. Kemudian, anjing-anjing itu semua pulang kembali ke desa. Maka
bangunlah anjing yang seekor tadi. Dan ia datang ke tulang belulang itu. Lalu
dimakannya apa yang masih tinggal sedikit itu. Kemudian, ia pergi. Sesungguhnya
kami telah membentangkan sejumlah berita-berita Al-iitsaar dan keadaan
wali-wali pada “Kitab miskin dan zuhud”. Maka tidak perlu lagi kami ulangi
disini. Kepada Allah kita memohonkan taufik dan kepada Allah ‘Azza wa Jalla
kita menyerahkan diri kepada yang diridhoi Allah.
PENJELASAN: BATAS
SIFAT PEMURAH & KIKIR & HAKIKAT/MAKNA SIFAT PEMURAH & KIKIR ITU.
Mudah-Mudahan anda mengatakan, bahwa telah
diketahui dengan pembuktian-pembuktian agama, bahwa kikir itu termasuk yang
membinasakan. Akan tetapi, apakah batas kikir dan dengan apa, manusia menjadi
kikir? Dan tiada dari manusia, selain melihat dirinya itu pemurah. Dan
kadang-kadang ia dilihat oleh orang lain, bahwa dia itu orang kikir.
Kadang-kadang timbul suatu perbuatan dari seorang insan. Lalu manusia banyak
berselisih pendapat tentang perbuatan tersebut. Maka suatu golongan,
mengatakan: ini kikir. Dan yang lain mengatakan: ini tidak termasuk kikir. Dan
tiadalah dari insan itu, selain mendapati pada dirinya, cinta kepada harta. Dan
karena itulah, ia menjaga harta dan menahannya teguh-teguh. Maka jikalau insan
itu, menjadi orang kikir dengan harta itu, maka tiada seorangpun yang terlepas
dari kekikiran. Dan apabila menahan harta itu secara mutlak, tidak mengharuskan
kekikiran dan tiada arti kekikiran, selain dari menahan harta, maka apakah
kekikiran yang mengharuskan kebinasaan? Dan apakah batas kemurahan yang memberi
hak kepada seorang hamba, untuk bersifat pemurah dan pahalanya? Maka atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut, kami akan jawab sebagai berikut: Orang-orang
yang mengatakan, bahwa batas kekikiran itu, mencegah yang harus diberikan. Maka
tiap-tiap orang yang menunaikan, apa yang wajib atas dirinya, maka dia itu
bukan orang kikir. Penjelasan yang demikian itu tidak mencukupi. Sesungguhnya,
orang yang mengembalikan daging, kepada tukang penjual daging-umpamanya dan
mengembalikan roti kepada tukang roti, disebabkan kekurangan sebiji atau
setengah biji, maka sudah sepakat, bahwa orang itu dihitung orang kikir. Dan
begitu pula, orang yang menyerahkan kepada keluarganya, yang menjadi
tanggungannya, sekedar yang diharuskan oleh hakim (kadli), kemudian ia
persempitkan mereka mengenai sesuap makanan yang dimintakan mereka, tambahan
kepadannya atau sebiji tamar yang dimakan mereka dari hartanya, adalah orang
itu dihitung orang kikir. Dan siapa yang ada dihadapannya roti, lalu datang
orang yang disangkanya akan makan bersama dia, lalu disembunyikannya, niscaya
orang tersebut dihitung orang kikir. Orang-orang mengatakan, bahwa: orang kikir
itu, ialah orang yang payah benar memberi. Dan itu juga kurang lengkap artinya.
Maka sesungguhnya, jikalau dimasukkan dengan orang kikir itu, bahwa ia merasa
payah pada tiap-tiap pemberian, maka berapa banyak orang kikir, yang tidak
merasa payah pada pemberian yang sedikit, seperti sebiji dan yang mendekati
sebiji itu. Dan ia merasa payah, diatas yang demikian. Dan jikalau yang
dimaksudkan dengan orang kikir itu, bahwa ia merasa payah sebagian pemberian,
maka tidaklah termasuk orang pemurah, melainkan kadang-kadang merasa payah sebagian pemberian. Yaitu: apa yang
menghabiskan semua hartanya atau bahagian besar dari hartanya. Maka ini, tidak
mengharuskan dihukum dengan kekikiran. Dan begitupula, mereka memperkatakan
mengenai kemurahan hati. lalu dikatakan: bahwa kemurahan hati itu, ialah:
memberi dengan menyebut-nyebut dan memberi pretolongan, tanpa melihat bahwa itu
pertolongan. Dan ada yang mengatakan, bahwa kemurahan hati itu, ialah: memberi
tanpa diminta, dengan melihat, bahwa yang diberikan itu adalah sedikit. Dan ada
yang mengatakan, bahwa: kemurahan hati itu, ialah: kegembiraan dengan orang
yang meminta dan kesenangan dengan memberi, bagi apa yang memungkinkan. Dan ada
yang mengatakan, bahwa kemurahan hati itu, ialah: atas dasar melihat, bahwa
harta itu kepunyaan Allah ta’ala. Dan hamba itu kepunyaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Maka ia memberikan kepada hamba Allah akan harta Allah, tanpa melihat kepada
kemiskinan. Dan ada yang mengatakan, bahwa siapa yang memberikan sebahagian dan
meninggalkan sebahagian, maka ia itu: orang pemurah. Dan siapa yang memberikan
lebih banyak dan ditinggalkannya untuk dirinya sendiri sedikit, maka dia itu,
orang yang mempunyai sifat kemurahan hati dan siapa yang menderita kemelaratan
bagi dirinya dan mengutamakan orang lain dengan memberikan hartanya, maka dia
itu orang yang melaksanakan Al-iitsaar. Dan siapa yang tiada memberikan
sesuatu, maka dia itu orang yang kikir. Kesimpulan kata-kata itu semua,
tidaklah meliputi dengan hakikat/maknanya sifat pemurah dan kikir. Akan tetapi,
kami mengatakan, bahwa: harta itu dijadikan untuk suatu hikmat dan maksud.
Yaitu: pantasnya harta itu bagi keperluan makhluk. Dan Mungkin menahannya dari
pengeluarannya, kepada apa yang dijadikan harta itu untuk dikeluarkan. Dan
Mungkin memberikannya dengan pengeluaran, kepada apa yang tidak baik
dikeluarkan. Dan Mungkin pengeluaran itu dengan adil. Yaitu: bahwa harta itu
dijaga, dimana yang harus dijaga dan diberikan dimana yang harus diberikan.
Maka menahannya dimana harus diberikan itu kikir. Dan memberikanya, dimana
seharusnya ditahan itu pemborosan (Mubazir) dan diantara yang dua ini, terdapat:
tengah-tengah (wasath) dan itulah: yang terpuji. Dan seyogyalah, bahwa sifat
pemurah dan kemurahan hati itu, ibarat dari yang demikian. Karena Rasulullah
saw tidak disuruh, selain dengan: sifat murah. Dan dikatakan kepadanya: “dan
janganlah engkau jadikan tangan engkau terbelenggu ke kuduk dan jangan (pula)
engkau kembangkan seluas-luasnya, supaya engkau jangan duduk tercela dan
sengsara”. S 17 Al Israa’ Ayat 29. Dan Allah Ta’ala berfirman: “Dan mereka itu,
apabila membelanjakan hartanya, tiada melampaui batas dan tiada (pula) bersifat
kikir, tetapi pertengahan antara keduanya”. S 25 Al Furqaan Ayat 67. Maka sifat
kemurahan hati itu ditengah-tengah (wasath) antara berlebih-lebihan (Al-israaf)
dan tidak mencukupkan perbelanjaan (Al-iqtaar) dan antara membuka tangan
seluas-luasnya dan menggenggam tangan. Yaitu: bahwa ia menentukan kadar
pemberiannya dan penahanannya sekedar yang wajib. Dan tida memadai berbuat yang
demikian, dengan anggota badan saja, selama hatinya tidak baik dengan yang
demikian. Dan tidak menantang pada yang demikian. Maka jikalau diberinya pada
tempat yang harus diberikan dan jiwanya menantang yang demikian dan ia menahan
sabar, maka dia itu adalah berbuat-buat pemurah. Dan dialah bukan orang
pemurah. Akan tetapi, seyogyalah hatinya tiada mempunyai hubungan bersama harta, selain, dimana harta itu
dimaksudkan untuknya. Yaitu: mengeluarkannya kepada apa yang wajib dikeluarkan
kepadanya. Kalau anda mengatakan: bahwa ini menjadi terletak mengetahuinya yang
wajib, maka apakah yang wajib diberikan? Maka aku jawab, bahwa yang wajib itu
dua macam: yang wajib pada agama (syara’ (agama)) dan wajib pada Muru’ah dan
adat kebiasaan. Dan orang pemurah, yaitu: yang tiada melarang (mencegah) yang
wajib pada agama dan yang wajib pada muru’ah. Kalau dicegahnya salah satu dari
yang dua itu, maka dia itu orang kikir. Akan tetapi orang yang mencegah yang
wajib pada agama, adalah lebih kikir. Seperti orang yang mencegah pembayaran
zakat dan tidak memberi nafaqah kepada orang, yang menjadi tanggungannya dan
keluarganya atau dilaksanakannya akan tetapi sangat sulit baginya. Maka orang
tersebut itu, orang kikir yang sebenarnya. Hanya ia membuat-buat menjadi orang
pemurah dengan memaksakan diri (takaliuf) atau ia maksudkan yang keji dari
hartanya. Dan hatinya tidak baik untuk memberikan dari hartanya yag terbaik
atau dari yang pertengahan. Maka ini semuanya kikir. Adapun yang wajib pada
muru’ah, maka yaitu: meninggalkan penyempitan dan penyelidikan pada
barang-barang yang tidak berharga. Maka yang demikian itu sifat yang terpandang
keji. Dan kekejian yang demikian itu, berlainan menurut keadaan dan orang. Maka
orang yang banyak hartanya, niscaya terpandang keji padanya, apa yang tidak
terpandang keji pada orang miskin, dari hal penyempitan. Dan terpandang keji dari
seseorang, penyempitan kepada keluarganya, kerabatnya dan hamba sahayanya, apa
yang tidak terpandang keji terhadap orang-orang lain. Dan terpandang keji dari
tetangga, akan apa yang tidak terpandang keji bersama orang yang berjauhan. Dan
terpandang keji mengenai tamu dari hal penyempitan, akan apa yang tidak
terpandang keji, mengenai mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta
mengetahuinya hendaklah diamalkan) (berjual-beli). Maka yang demikian itu,
berbeda dengan penyempitan yang pada tamu atau mu’amalah
(pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah diamalkan) dan
dengan penyempitan yang dari makanan atau pakaian. Karena terpandang keji pada
makanan, apa yang tidak terpandang keji pada lainnya. Dan terpandang keji pada
membeli kain kafan-umpamanya-atau membeli binatang yang tidak dikorbankan
(binatang udl-hiyah) atau membeli roti untuk sedekah, apa yang tidak terpandang
keji dari penyempitan pada lainnya. Begitu pula dengan orang, terhadap dia
penyempitan. Yaitu: teman atau kerabat atau saudara atau isteri atau anak atau
orang lain. Dan dengan orang, yang daripadanya penyempitan. Yaitu: anak kecil
atau wanita atau orang tua atau pemuda atau orang berilmu atau orang bodoh atau
orang kaya atau orang miskin. Maka orang kikir, ialah yang mencegah (tidak mau)
memberikan, dimana yang seyogyanya dia tidak mencegahnya. Adakalanya dengan
hukum Agama dan adakalanya dengan hukum Muru’ah. Dan yang demikian itu, tidak
Mungkin di-nashkan (dipastikan dengan dalil) kadarnya. Semoga batas kikir itu,
ialah: menahan harta dari suatu maksud. Dan maksud yang demikian itu, adalah
lebih penting daripada menjaga harta. Maka sesungguhnya, memelihara Agama itu
lebih penting daripada menjaga harta. Maka orang yang tidak mau membayar zakat
dan nafaqah keluarga itu orang kikir. Dan memelihara Muru’ah itu lebih penting
dari menjaga harta. Orang yang menyempitkan pada urusan-urusan kecil, terhadap
orang yang tidak baik berpenyempitan padanya, itu adalah menutupkan Muru’ah,
karena kecintaan kepada harta. Maka orang itu, orang kikir. Kemudian, tinggalah
tingkat yang lain. Yaitu: bahwa adalah orang tu termasuk orang yang menunaikan
kewajiban dan menjaga muru’ah: akan tetapi, padanya banyak harta yang telah
dikumpulkannya. Ia tidak menyerahkannya kepada sedekah dan orang-orang memerlukan.
Maka ia telah bertentangan dengan maksud menjaga harta, supaya ada baginya
senjata menghadapi malapetaka yang ditimbulkan oleh masa. Dan maksud pahala,
supaya adalah harta itu mengangkat derajatnya, pada hari akhirat. Dan menahan
harta dari maksud tersebut itu, kikir pada orang-orang pintar. Dan tidak
dipandang kikir pada orang awam. Yang demikian itu, karena pandangan orang awam
terbatas kepada kebahagiaan duniawi. Lalu mereka melihat bahwa menahan harta,
untuk menolak malapetaka yang akan ditimbulkan oleh masa itu penting.
Kadang-kadang tampak juga, pada orang awam itu tanda kekikiran, kalau ada pada
tetangganya orang yang memerlukan. Lalu dicegahnya (tidak diberikannya). Dan ia
mengatakan: “Aku telah menunaikan zakat wajib dan tak ada yang wajib atasku
yang lain”. Berbeda pandangan kekejian itu, dengan berbeda kadarnya harta dan
dengan berbeda sangatnya keperluan orang yang memerlukan, kebagusan agamanya
dan keberhakannya. Maka siapa yang menunaikan kewajiban agama dan kewajiban
Muru’ah yang layak dengan dia, maka ia telah terlepas dari kekikiran. Ya,
sebenarnya ia tidak bersifat dengna sifat kemurahan hati dan sifat pemurah,
sebelum diberinya melebihi dari yang demikian, untuk mencari keutamaan dan
mencapai derajat tinggi. Maka apabila jiwanya meluas untuk memberikan harta,
dimana yang tidak diwajibkan oleh agama dan tidak dihadapkan kepadanya celaan
pada adat kebiasaan, maka dia itu orang pemurah, sekedar apa yang meluas
jiwanya untuk yang demikian, sedikit atau banyak. Dan tingkat-tingkat yang
demikian itu tidak terhingga. Sebagian manusia itu lebih pemurah dari sebagian
yang lain. Maka membuat-buat perbuatan baik (amal-ma’ruf), dibalik apa yang
diwajibkan oleh adat kebiasaan dan Muru’ah, itu adalah kemurahan hati akan
tetapi dengan syarat, bahwa adanya yang demikian itu, dengan baik hati dan
tidak dari sifat kelobaan, harapan pelayanan atau balasan atau terimakasih atau
pujian. Sesungguhnya orang yang loba pada terima kasih dan pujian, maka dia itu
adalah penjual (saudagar) dan bukan orang pemurah. Dia membeli pujian dengan
hartanya. Dan pujian itu enak. Dan itu yang menjadi maksud pada dirinya. Dan
kemurahan hati, ialah memberi sesuatu, tanpa gantinya. Inilah pemurah itu yang
sebenarnya. Dan yang demikian itu, tiada akan tergambar, selain dari Allah
Ta’ala. Adapun anak Adam (manusia). Maka nama pemurah padanya, adalah Majasi
(tidak hakiki). Karena manusia itu tiada akan memberikan sesuatu, selain karena
sesuatu maksud. Akan tetapi, apabila tidak ada maksudnya, selain pahala di
akhirat atau mengusahakan keutamaan sifat pemurah dan mensucikan jiwa dari
kehinaan kikir, maka ia dinamakan: orang pemurah. Maka kalau penggerakannya itu
takut dari umpatan-umpatannya atau dari cacian orang banyak atau ada yang
diharapnya dari kemanfaatan yang diperolehnya dari orang yang dianugerahkan
kepadanya, maka semua itu: tidaklah termasuk sifat pemurah. Karena ia terpaksa
pada yang demikian, disebabkan penggerak-penggerak tersebut. Dan itu adalah
gantinya yang segera baginya dari orang yang diberikan itu. Maka dia itu orang
yang memperoleh gantian bukan orang yang pemurah. Sebagaimana diriwayatkan dari
sebahagian wanita yang banyak ibadahnya, bahwa wanita itu diberi dihadapan
Hibban bin Hilal. Dan Hibban itu sedang duduk bersama dengan teman-temannya.
Wanita itu lalu bertanya: “Adakah pada kamu, orang yang akan aku tanyakan
sesuatu persoalan?”. Lalu mereka itu menjawab kepada wanita tadi: “tanyalah apa
yang engkau kehendaki !” dan mereka mengisyaratkan kepada Hibban bin Hilal.
Wanita itu lalu bertanya: “apakah sifat pemurah itu pada kamu?” mereka
menjawab: “memberi, menyerahkan dan Al-iitsaar”. Wanita itu menjawab: “ini
kemurahan pada dunia. Maka apakah kemurahan pada agama?” mereka menjawab:
“bahwa kita beribadah kepada Allah Ta’ala, karena kemurahan diri kita, tanpa dipaksakan”.
Wanita tadi bertanya lagi: “adakah kamu kehendaki diatas yang demikian akan
pahala?” mereka menjawab: “Ya !” wanita tadi bertanya lagi: “mengapa?” mereka
itu menjawab: “karena Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita kebaikan, 10 kali
banyaknya”. Wanita itu lalu mengatakan: “Subhaanallah ! Maka apabila kamu
memberikan satu dan kamu mengambil sepuluh, maka manakah yang kamu bermurah
hati padanya?”. Mereka itu lalu bertanya kepada wanita tersebut: “maka apakah
sifat pemurah itu pada engkau?” kiranya Allah mencurahkan rahmatNYA kepada
engkau !” wanita itu lalu menjawab: “sifat pemurah padaku, ialah: bahwa kamu
beribadah kepada Allah, dengan merasa nikmat dan lezat dengan mentaatinya,
dengan kesukaan hati. Tiada kamu menghendaki pahala atas yang demikian itu.
Sehingga adalah Tuhanmu itu berbuat apa yang dikehendakinya kepada kamu apakah
kamu tidak merasa malu kepada Allah, bahwa ia melihat pada hatimu, maka
diketahuinya dari hatimu, bahwa kamu menghendaki sesuatu dengan sesuatu?
Sesungguhnya ini pada dunia itu, sangat keji”. Sebahagian wanita yang banyak
ibadahnya berkata: “adakah kamu menyangka, bahwa sifat kemurahan itu, pada
dirham dan dinar saja?” lalu ditanyakan: “kalau begitu, maka pada apa?” wanita
itu menjawab: “sifat pemurah padaku ialah: pada memberikan harta pada jalan
Allah”. Al-Muhasibi berkata: “Sifat pemurah pada agama, ialah: bahwa engkau
bermurah hati dengan diri engkau, yang engkau hilangkan kepentingan diri itu,
karena Allah ‘Azza wa Jalla. Hati engkau bermurah dengan memberikan jiwa engkau
dan menumpahkan darah engkau karena Allah Ta’ala dengan senang hati, tanpa
paksaan. Dan tiada engkau kehendaki dengan demikian pahala, yang segera (di
dunia) dan pahala yang lambat (di akhirat) walaupun engkau memerlukan kepada pahala. Akan tetapi, mengeras
pada sangkaan engkau, bagusnya kesempurnaan sifat pemurah, dengan menyerahkan
pilihan kepada Allah. Sehingga adalah Tuhan engkau yang berbuat bagi engkau,
apa yang engkau pandang tidak baik yang engkau pilihkan bagi diri engkau
sendiri”.
PENJELASAN:
OBATNYA KEKIKIRAN
Ketahuilah, bahwa kikir itu sebabnya,
ialah cinta harta. Dan cinta harta itu mempunyai dua sebab:
Sebab pertama: cinta nafsu keinginan, yang
tidak sampai kepadanya, selain dengan harta, serta panjang angan-angan.
Sesungguhnya manusia itu, jikalau diketahuinya ia akan mati sesudah sehari,
maka kadang-kadang ia tiada akan kikir dengan hartanya. Karena kadar yang
diperlukannya pada sehari & pada sebulan atau pada setahun itu dekat kalau ia pendek angan-angan, akan tetapi ia
mempunyai banyak anak, niscaya ia menegakkan anak itu, pada tempat tegaknya
angan-angan. Maka ia mengumpamakan kekalnya anak-anak nya, seperti kekalnya
dirinya sendiri. Lalu ia menahan hartanya, karena anak-anak itu. Dan karena
itulah, Nabi saw bersabda: “Anak itu yang menjadikan kikir, pengecut &
bodoh”. Maka apabila bertambah kepada demikian, oleh ketakutan kepada
kemiskinan & kekurangan kepercayaan dengan kedatangan rezeki, niscaya sudah
pasti berkuatnya kekikiran.
Sebab kedua: bahwa dicintainya harta itu sendiri. Maka sebahagian
manusia, ada orang yang padanya harta, yang mencukupi bagi sisa umurnya,
apabila ia memendekkan pada kebiasaannya yang berlaku dengan perbelanjaannya
dan akan melebihi ribuan. Dan dia itu seorang tua yang tidak mempunyai anak.
Dan padanya harta banyak dan ia tidak membolehkan dirinya mengeluarkan zakat
dan mengobati dirinya ketika sakit. Akan tetapi ia menjadi pencinta dinar, yang
asyik dengan dinar, merasa lezat dengan adanya dinar itu ditangannya dan dengan
dikuasainya dinar itu. Maka disimpannya dibawah tanah. Dan ia tahu bahwa dia
akan mati, lalu dinar-dinar itu akan lenyap atau diambil oleh Musuh-Musuhnya.
Dan dalam pada itu, ia tidak membolehkan dirinya, untuk memakan atau
menyedekahkan, walau sebutir sekalipun. Inilah penyakit hati yang besar, yang
sukar diobati. Lebih-lebih pada orang yang berusia lanjut. Dan itu adalah
penyakit yang melumpuhkan, yang tiada diharap akan sembuhnya. Orang yang
seperti itu, adalah seperti seorang laki-laki yang merindui seseorang. Lalu
mencintai utusannya bagi dirinya. Kemudian melupakan yang dicintainya. Dan ia
menjadi sibuk dengan utusannya itu. Sesungguhnya dinar-dinar itu adalah utusan, yang menyampaikan kepada
segala keperluan. Lalu karena yang demikian, dinar-dinar itu menjadi yang
dicintai. Karena yang menyampaikan kepada kesenangan itu, kesenangan. Kemudian,
kadang-kadang segala keperluan itu lalu dilupakan. Dan jadilah emas itu
padanya, seakan-akan itu yang dicintai pada dirinya. Itu adalah kesudahan
kesesatan. Bahkan, orang-orang yang melihat ada perbedaan diantara emas dan
batu, maka itu adalah orang bodoh, selain dari segi dapat dipenuhi keperluan
dengan emas itu. Maka emas yang lebih daripada sekedar keperluannya dan batu
itu adalah sama (satu kumpulan). Inilah sebab-sebab kecintaan harta. Dan
sesungguhnya obat tiap-tiap penyakit
itu, ialah dengan lawan sebabnya. Maka kecintaan nafsu syahwatnya,
diobati dengan mencukupkan (qana’ah) dengan sedikit dan dengan sabar. Dan
panjang angan-angan, diobati dengan banyak mengingati mati dan melihat pada
kematian teman-teman yang sebaya dan lamanya payah mereka mengumpulkan harta
dan lenyapnya harta itu sesudah mereka. Dan diobati berpalingnya hati kepada
anak, dengan: bahwa khaliq (yang maha pencipta)nya telah menjadikan rezekinya
bersama anak itu lahir. Berapa banyak anak, yang tidak menerima pusaka harta
dari ayahnya dan keadaannya adalah lebih baik dari orang yang menerima pusaka.
Dan dengan diketahuinya, bahwa ia mengumpulkan harta untuk anaknya, ia
bermaksud untuk meninggalkan anaknya, dengan keadaan baik. Dan anak itu
bertukar kepada jahat. Dan bahwa anaknya itu, jikalau ia bertaqwa dan shalih,
maka Allah yang mencukupkannya. Dan jikalau ia fasik, maka dengan hartanya itu
ia mendapat pertolongan kepada kemaksiatan. Dan kezalimannya itu kembali kepadanya.
Dan juga ia mengobati hatinya itu, dengan banyak memperhatikan pada
hadits-hadits (al-akhbar) yang membentangkan tentang tercelanya kikir dan
terpujinya kemurahan hati. Dan apa yang dijanjikan oleh Allah atas kekikiran,
dari siksaan besar dan Termasuk obat yang bermanfa’at, ialah banyak
memperhatikan tentang keadaan orang-orang kikir dan larinya tabiat manusia dari
mereka dan anggapan kekejian dari manusia kepadanya. Maka sesungguhnya, tiada
seorangpun dari orang kikir, melainkan kekikiran itu, dipandang keji oleh orang
lain. Dan setiap orang kikir itu, merasa berat dari teman-temannya. Lalu ia
tahu, bahwa kekikiran itu suatu hal yang dipandang berat dan jijik pada hati
manusia, seperti orang-orang kikir yang lain pada hatinya. Dan juga hatinya dapat
diobati dengan bertafakkur (merenungkan), tentang maksud-maksud harta dan
sesungguhnya untuk apa harta itu dijadikan. Dan ia tidak menjaga hartanya,
selain sekedar keperluannya kepada harta itu. Dan sisanya disimpannya untuk
dirinya di akhirat, dengan memperoleh pahala pemberiannya. Maka inilah
obat-obatnya dari segi ma’rifah dan ilmu ! Apabila diketahuinya dengan nur mata
hati, bahwa memberikan itu lebih baik baginya daripada menahannya, pada dunia
dan akhirat, niscaya berkobarlah keinginannya pada memberikan, kalau dia orang
berakal. Jikalau nafsu syahwatnya bergerak, maka seyogyalah ia menjawab gurisan
pertama dan ia tidak berhenti. Karena sesungguhnya setan, menjanjikan kepadanya
kemiskinan dan menakutinya dan melarangnya dari yang demikian. Diceriterakan
orang, bahwa Abul-Hasan Al-Busyanji pada suatu hari, berada di kakus (untuk
membuang air besar). Lalu dipanggilnya muridnya, seraya ia mengatakan: “Bukalah
bajuku dan serahkanlah kepada si anu !”. murid itu lalu bertanya: “Apakah tidak
Bapak sabar, sehingga Bapak keluar?” Abul-Hasan menjawab: “Aku tidak percaya
kepada diriku, bahwa diriku itu tidak akan berobah. Dan sesungguhnya sudah
terguris di hatiku untuk memberikannya kepada orang itu”. Sifat kekikiran itu
tiada akan hilang, selain dengan memberi secara takalluf (perasaan berat).
Sebagaimana kerinduan, tiada akan hilang, selain dengan berpisah dari yang
dirindukan, dengan berjalan jauh dari tempat tinggalnya. Sehingga apabila ia
bermusafir dan berpisah dengan takalluf/perasaan berat dan bersabar dari yang
demikian pada masa tertentu, niscaya terhiburlah hatinya daripadanya. Maka
begitupula, orang yang bermaksud mengobati sifat kekikiran, seyogyalah berpisah
dengan harta itu, dengan takalluf/perasaan berat, dengan memberikannya. Bahkan,
kalau dilemparkannya dalam air, niscaya adalah lebih utama, daripada ditahannya
harta itu serta dicintainya. Diantara daya upaya yang halus-halus, pada
pengobatan sifat kekikiran itu, ialah bahwa ia menipu dirinya dengan baik nama
dan kemahsyuran dengan sifat pemurah. Lalu ia memberikan dengan maksud ria’
(ingin memperlihatkan kepada orang). Sehingga dirinya membolehkan memberi,
dengan mengharapkan pada sifat pemurah. Maka ia telah menghilangkan dari
dirinya kekejian kikir. Dan mengusahakan dengan demikian kekejian ria’. Akan
tetapi, sesudah itu, ia membengkokkan dirinya atas ria’ dan menghilangkannya
dengan mengobatinya. Dan adalah mencari nama itu, sebagai hiburan bagi diri,
ketika menceraikan dari harta, sebagaimana anak kecil, kadang-kadang dihiburkan
ketika berpisah dari tetek ibunya, dengan bermain-main dengan burung-burung
pipit dan lainnya. Tidak untuk ia dibiarkan buat bermain, akan tetapi supaya ia
terlepas dari tetek ibunya, kepada permainan. Kemudian, ia dipindahkan dari
yang demikian, kepada lainnya. Maka demikian pulalah sifat-sifat yang keji itu,
seyogyalah sebahagian-nya menguasai terhadap sebahagian, sebagaimana nafsu
syahwat menguasai terhadap sifat marah. Dan tingkat kemarahan itu dipecahkan
dengan nafsu syahwat. Dan marah itu akan menguasai nafsu syahwat dan memecahkan
kelalaiannya dengan marah. Hanya ini, memberi faedah terhadap orang yang
kekikiran itu mengerasi padanya, dan kecintaan dan ria’. Maka ia menggantikan
yang lebih kuat, dengan yang lebih lemah. Kalau kemegahan itu tercinta
kepadanya, seperti harta, maka tak ada faedah pada yang demikian. Karena ia
mencabut dari suatu penyakit dan ia menambahkan pada penyakit yang lain, yang
seperti itu. Hanya tanda yang demikian, tidak memberatkan kepadanya memberi
karena ria’. Maka dengan demikian, jelaslah bahwa ria’ itu telah mengerasi
kepadanya. Jikalau memberi itu sukar kepadanya bersama ria’, maka seyogyalah ia
memberi. Karena yang demikian itu menunjukkan, bahwa penyakit kekikiran itu,
lebih keras pada hatinya. Contoh penolakan sifat-sifat tersebut, sebahagiannya
dengan sebahagian, adalah apa yang dikatakan, bahwa mayit (orang yang sudah
mati) itu akan berubah semua bahagiannya kepada ulat. Kemudian sebahagian
ulat-ulat itu akan memakan sebahagian lainnya. Sehingga sedikitlah bilangannya.
Kemudian, sebahagiannya akan memakan sebahagian yang lain, sehingga kembali
kepada dua yang kuat lagi besar. Kemudian, senantiasalah yang dua itu
berbunuh-bunuhan, sampai salah satunya mengalahkan lainnya. Lalu dimakannya dan
gemuklah dia dengan makanan itu. Kemudian satu yang masih tinggal itu, selalu
dalam keadan lapar sendirian, sampai ia mati. Maka begitulah sifat-sifat yang
keji, Mungkin akan dikuasai oleh sebahagiannya atas sebahagian lainnya,
sehingga dikalahkannya. Dan dijadikannya yang lebih lemah, menjadi makanan bagi
yang lebih kuat, sampai tiada yang tinggal, selain satu. Kemudian, jatuhlah
(terdapatlah) pertolongan dengan penghapusannya dan penghancurannya dengan
Mujahadah (perjuangan hebat) yaitu: mencegah makanan daripada sifat-sifat itu.
Mencegah makanan dari sifat-sifat itu, ialah bahwa tidak berbuat menurut yang dikehendakinya. Karena
sesungguhnya, sifat-sifat tersebut tidak mustahil menghendaki
perbuatan-perbuatan. Dan apabila perbuatan-perbuatan itu ditantang, niscaya
sifat-sifat itu padam dan mati. Seperti kikir, maka ia menghendaki menahan
harta. Maka apabila dicegah kehendaknya dan diberikan harta serta dengan
kesungguhan, berkali-kali, niscaya matilah sifat kekikiran itu. Dan jadilah
sifat memberi itu suatu tabiat (karakter) dan hilanglah kepayahan pada memberi.
Karena sesungguhnya obat kikir itu, dengan ilmu dan perbuatan (amal). Ilmu itu
kembali kepada mengetahui bahaya kikir dan faedah sifat pemurah. Dan amal itu
kembali kepada pemurah dan memberi dengan jalan takalluf (perasaan berat) akan
tetapi, kadang-kadang kikir itu kuat, dimana ia membutakan dan menulikan lalu
mencegah keyakinan ma’rifah tentang kekikiran itu. Dan apabila ma’rifah itu
tidak diyakini, niscaya tidaklah tergerak keinginan. Maka tidak Mudahlah ‘amal
perbuatan. Maka tinggallah penyakit itu melumpuhkan, seperti penyakit yang
mencegah mengetahui obat dan kemungkinan pemakaiannya. Maka tiada upaya
padanya, selain sabar sampai mati. Dan adalah sebahagian adat kebiasaan
setengah guru-guru sufi pada pengobatan penyakit kikir pada murid-muridnya,
ialah melarang mereka mengambil tempat khusus (tempat tertentu) dari pesantren
mereka. Apabila guru sufi tersebut menyangka pada muridnya, ada kegirangan
dengan pojok yang ditempatinya apa yang ada pada pojok itu, niscaya
dipindahkannya ke pojok lainnya. Dan dipindahkannya murid yang lain ke pojok
tadi. Dan dikeluarkannya murid tersebut dari semua yang dimilikinya. Apabila
dilihatnya muridnya berpaling hatinya (timbul kesukaan hatinya), kepada kain
baru yang dipakainya atau kain sajadah yang disukainya, niscaya disuruhnya
supaya diserahkan kepada murid yang lain. Dan disuruhnya supaya dipakai kain
tua, yang tidak cenderung hatinya kepada kain tua itu. Maka dengan jalan ini,
kosonglah hatinya dari harta-benda dunia. Maka siapa yang tidak menempuh jalan
ini, niscaya ia akan jinak dengan dunia dan akan mencintai dunia. Maka jikalau
ia mempunyai seribu mata benda dunia, niscaya ia mempunyai seribu kecintaan.
Dan karena itu, apabila tiap-tiap satu benda tersebut dicuri orang, niscaya ia
menderita musibah (malapetaka) menurut kadar kecintaan nya kepada benda
tersebut. Apabila ia mati, niscaya turunlah kepada seribu macam musibah
sekaligus. Karena ia mencintai tiap-tiap benda itu. Dan benda itu telah ditarik daripadanya. Bahkan
pada waktu hidupnya, ia berada atas bahaya musibah, dengan hilang dan binasanya
benda itu. Sebuah mangkok permata fairuzaj yang bertahta dengan permata, dibawa
orang pada sebagian raja-raja, mangkok mana, belum pernah terlihat
bandingannya. Maka raja itu amat gembira dengan demikian. Lalu ia bertanya
kepada sebahagian ahli hikmat (filosuf) yang ada di sisinya: “Bagaimana anda
melihat ini?” Ahli hikmat itu menjawab: “Aku melihatnya musibah atau
kemiskinan”. Raja itu lalu menyahut: “Bagaimana maka demikian?” Ahli hikmat
tadi menjawab: “Jikalau mangkok ini pecah, niscaya adalah musibah, tidak dapat
ditampalkan. Dan jikalau dicuri orang niscaya anda menjadi amat menghajati
kepadanya. Dan anda tiada akan mendapati lagi yang seperti mangkok ini. Dan
adalah anda sebelum mangkok ini dibawa kepada anda, berada dalam keadaan aman
dari musibah dan dari memerlukannya. Kemudian, pada suatu hari, kebetulan
mangkok itu pecah atau dicuri orang dan besarlah musibah yang diderita raja
itu. Maka ia berkata: “Benarlah ahli hikmat itu ! Mudah-Mudahan tidak dibawa
lagi kepada kami !” inilah keadaan semua sebab-sebab duniawi. Sesungguhnya
dunia itu musuh bagi musuh-musuh Allah. Karena dunia itu menghela mereka ke
neraka dan musuh bagi wali-wali Allah, karena ia menyusahkan mereka dengan
bersabar daripadanya. Dan musuh Allah, karena dunia itu memotong jalan Allah
kepada hamba-hambanya. Dan musuh bagi dunia itu sendiri, karena dunia itu
memakan dirinya. Sesungguhnya harta itu, tiada akan terpelihara, selain di
gudang-gudang dan dengan penjaga-penjaga. Gudang-gudang dan penjaga-penjaga
itu, tidak Mungkin diperoleh, selain dengan harta. Yaitu: Memberikan
(mengeluarkan) dirham dan dinar. Maka harta itu memakan dirinya dan melawani
zatnya (dirinya), sehingga ia lenyap. Dan siapa yang mengetahui bahaya harta,
niscaya tiada akan jinak hatinya dengan harta. Dan tiada akan gembira dengan
harta. Dan ia tiada akan mengambil dari harta, selain sekedar keperluannya.
Siapa yang merasa cukup (qana’ah) sekedar keperluan itu, maka ia tidak akan
kikir. Karena yang ditahannya untuk keperluannya, maka tidaklah itu kikir dan
apa yang tidak diperlukannya kepadanya, maka ia tidak akan memayahkan dirinya
dengan menjaganya. Maka akan diberikannya. Bahkan harta itu adalah seperti air
di tepi sungai Dajlah (di Irak) karena seorangpun tiada akan kikir dengan air
itu. Karena manusia merasa cukup daripadanya sekedar diperlukan.
PENJELASAN:
KUMPULAN TUGAS-TUGAS YANG TERPIKUL KEPADA HAMBA ALLAH PADA HARTANYA
Ketahuilah, bahwa harta sebagaimana telah
kami terangkan, adalah baik dari suatu segi dan jahat dari satu segi. Contohnya
adalah, seperti ular yang diambil oleh orang yang mengetahui ada obat pada ular
(ar-raqi). Dan dikeluarkannya obat dari ular itu. Dan ular itu, diambil oleh
orang lalai (orang bodoh). Maka ia akan dibunuh oleh racunnya, dimana ia tidak
mengetahuinya. Dan seorangpun tiada akan terlepas dari racun harta, selain
dengan menjaga diri, diatas 5 tugas:
Pertama: bahwa mengetahui maksud harta dan untuk apa harta itu
dijadikan. Dan bahwa ia tidak memerlukan kepada harta itu, sebelum ia
mengusahakannya. Dan ia tidak memeliharakan nya, selain sekedar keperluan. Dan
tidak diberikannya kepada orang, yang cita-citanya, diatas apa yang
dimustahakkannya/yang layak dimilikinya.
Kedua: bahwa dijaganya segi masuknya harta. Maka dijauhkannya yang
semata-mata haram dan apa yang kebanyakkannya haram, seperti harta sultan
(raja). Dan dijauhkan segi-segi makruh yang merusakkan Muru’ah. Seperti
hadiah-hadiah yang ada padanya campuran sogokan(rasywah). Dan seperti meminta,
yang padanya kehinaan & membinasakan Muru’ah/kehormatan diri. Dan hal-hal
yang berlaku seperti itu
Ketiga: mengenai kadar yang
diusahakannya. Maka tidak diperbanyakkannya dan tidak sedikitkannya dari harta
itu. Akan tetapi, kadar yang harus (wajib). Dan ukurannya, ialah: keperluan.
Dan keperluan itu, ialah: pakaian, tempat tinggal dan makanan. Masing-masing
daripadanya, mempunyai 3 tingkat: rendah, menengah dan tinggi. Dan selama ia
cenderung kepada pihak sedikit dan mendekati kepada batas darurat (batas yang
perlu), niscaya adalah dia itu benar. Dan ia datang termasuk jumlah orang-orang
Muhaqqiqin (orang-orang yang berilmu hakikat/makna). Dan jikalau ia melampaui
yang demikian, niscaya ia jatuh dalam neraka hawiyah, yang tiada penghabisan
dalamnya. Dan telah kami sebutkan uraian tingkat-tingkat ini pada “kitab
Zuhud”.
Keempat: bahwa dipeliharakan segi keluar uang di-sederhanakan pada
perbelanjaan tanpa Mubazir (memboros) dan tanpa menyempitkan perbelanjaan,
sebagaimana telah kami sebutkan terdahulu. Maka diletakkannya apa yang
diusahakannya dari yang halal pada yang benar. Dan tidak diletakkannya pada
yang tidak benar. Sesungguhnya dosa itu sama, pada mengambil dari yang tidak
haknya dan meletakkan pada tidak haknya.
Kelima: bahwa ia membaikkan niatnya pada mengambil dan meninggalkan,
pada membelanjakan dan menahan. Maka diambilnya apa yang akan diambilnya, untuk
memperoleh pertolongan dengan harta itu, kepada ibadah. Dan ditinggalkannya apa
yang akan ditinggalkannya. Karena zuhud padanya dan penghinaan bagi harta itu.
Apabila diperbuatnya demikian, niscaya tidak mendatangkan melarat baginya oleh
adanya harta itu. Dan karena itulah, Ali ra berkata: “Jikalau seorang laki-laki
mengambil semua yang di bumi dan dikehendakinya dengan yang demikian itu wajah
Allah Ta’ala, maka ia itu orang zahid (bersifat zuhud). Dan jikalau
ditinggalkannya semua dan tidak dikehendakinya dengan yang demikian itu wajah
Allah Ta’ala, maka dia tidaklah orang zahid. Maka hendaklah semua gerak engkau
dan tetap engkau itu karena Allah, tertuju pada ibadah atau apa yang menolong
kepada ibadah. Maka sesungguhnya yang paling jauh gerakan dari ibadah, ialah:
makan dan qodo’ hajat (membuang air besar) dan keduanya itu menolong kepada
ibadah. Apabila ada yang demikian itu maksud engkau, dengan makan dan qodo’,
hajat tadi, niscaya jadilah yang demikian itu, ibadah pada pihak engkau. Dan
seperti yang demikian, seyogyalah ada niat engkau pada tiap-tiap apa saja yang
memelihara engkau, seperti: kemeja, kain sarung, tempat tidur dan bejana
(tempat air). Karena tiap-tiap yang demikian itu, termasuk yang diperlukan pada
agama. Dan apa yang melebihi dari keperluan, maka seyogyalah bahwa dimaksudkan,
untuk dapat dimanfaatkan oleh seseorang dari hamba Allah. Dan tidak akan
mencegahnya dari yang demikian ketika diperlukannya. Dan siapa yang berbuat
demikian, maka dia adalah orang yang mengambil dari ular harta, Mutiara dan
obatnya. Dan ia menjaga dari racunnya. Maka tidaklah mendatangkan melarat oleh
banyaknya harta. Akan tetapi, yang demikian tidak Mungkin, selain bagi orang
yang telah mendalam pada agama tapak kakinya. Dan telah tinggi ilmunya padanya.
Dan orang awam apabila ia menyerupakan dengan orang alim (orang berilmu), pada
membanyakkan harta dan mendakwakan bahwa ia menyerupakan dirinya dengan para
sahabat Nabi saw yang kaya, niscaya ia menyerupakan dirinya dengan anak kecil
yang melihat orang yang berazam lagi pintar, yang mengambil ular dan berbuat
apa yang dikehendakinya pada ular itu. Maka dikeluarkannya obatnya. Lalu anak
kecil itu tadi mengikuti orang tersebut. Dan menyangka, bahwa ia mengambil ular
itu, karena memandang baik rupanya dan bentuknya, memandang lembut kulitnya.
Maka diambilnya ular tersebut, karena mengikuti orang itu. Lalu ular tadi
membunuhnya pada waktu itu juga. Hanya, orang yang terbunuh oleh ular,
diketahuinya, bahwa ia sudah terbunuh. Dan orang yang terbunuh oleh harta,
kadang-kadang ia tidak tahu. Dan sesungguhnya dunia itu telah diserupakan
dengan ular. Maka ada orang yang bermadah:
Itulah dunia,
seperti ular,
Yang mengeluarkan
racun.
Walaupun adannya
ular itu
Bila disentuh ia
lembut.
Sebagaimana mustahilnya orang buta
menyerupai dengan orang yang dapat melihat, pada melangkahi puncak-puncak
bukit, tepi-tepi laut dan jalan-jalan yang berduri, maka mustahil pula orang
awam menyerupai dengan orang berilmu, yang sempurna pada memperoleh harta.
PENJELASAN:
TERECELANYA KAYA DAN TERPUJINYA MISKIN
Ketahuilah, bahwa manusia berselisih
pendapat, tentang melebihkan orang kaya yang bersyukur (al-ghaniyyusy-syakir)
diatas orang miskin yang sabar (al-faqirush-shabir) dan sesungguhnya telah kami
bentangkan yang demikian itu, pada “Kitab kemiskinan dan zuhud”. Dan telah kami
buka dari hal pembuktian kebenaran padanya. Akan tetapi, kami pada kitab ini,
akan menunjukkan, bahwa miskin itu lebih utama dan lebih tinggi daripada kaya
secara keseluruhan, tanpa menoleh kepada penguraian hal-ikhwalnya. Dan akan
kami singkatkan pada yang demikian, atas cerita uraian, yang disebutkan oleh
Al-Hars Al-Muhasibi ra pada sebahagian kitab-kitabnya (karangan-karangannya)
pada menolak sebahagian ulama yang kaya, dimana ia berdalihkan dengan para
sahabat Nabi saw yang kaya dan dengan banyaknya harta Abdurrahman bin ‘Auf. Dan
ia menyerupakan dirinya dengan mereka. Al-Hars Al-Muhasibi ra itu kebanggaan
umat dalam ilmu Mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya
hendaklah diamalkan)/ilmu pengurusan. Ia terkemuka diatas semua ahli-ahli bahas
(pembahas-pembahas), tentang kekurangan-kekurangan manusia, bahaya-bahaya amal
dan lubang-lubang ibadah. Perkataannya itu patut diceriterakan diatas caranya.
Ia telah mengatakan, sesudah perkataan nya pada menolak terhadap ulama-ulama
jahat, yaitu: "Telah sampai riwayat kepada kami, bahwa Isa putera Maryam
as mengatakan: “Hai ulama jahat ! Kamu berpuasa, mengerjakan shalat,
bersedekah. Kamu tidak mengerjakan apa yang disuruh. Dan kamu mengajarkan apa
yang tiada kamu ketahui. Maka wahai jahatnya, apa yang kamu hukumkan ! Kamu
bertaubat dengan perkataan dan angan-angan. Kamu berbuat dengan hawa nafsu. Dan
tidak mencukupi bagimu, bahwa kamu membersihkan kulitmu dan hatimu kotor.
Dengan sebenarnya, aku mengatakan kepadamu: “Janganlah kamu itu seperti ayak
tepung, yang keluar daripadanya, tepung yang baik. Dan ditinggal padanya
antahnya. Seperti demikian pulalah, kamu mengeluarkan hukum dari mulutmu dan
tinggalah iri hati dari dadamu. Hai budak-budak dunia ! Bagaimana akan
diperoleh akhirat, oleh orang yang tidak hilang nafsu syahwatnya dari dunia.
Dan tidak terputus kegemarannya dari dunia. Dengan sebenarnya aku mengatakan
kepadamu, bahwa hatimu akan menangis dari amal perbuatanmu. Kamu jadikan dunia
di bawah lidahmu dan amal perbuatan di bawah tapak kakimu. Dengan sebenarnya
aku mengatakan kepadamu, bahwa kamu telah merusakkan akhiratmu. Maka kebaikan dunia
itu, lebih kamu cintai daripada kebaikan akhirat. Maka manakah manusia yang
lebih merugi daripada kamu, jikalau kamu mengetahuinya ? Celakalah kamu, hingga
kapan kamu menerangkan keadaan jalan, kepada orang-orang yang berjalan dalam
kegelapan? Dan kamu bertempat tinggal pada tempat orang-orang yang keheranan?
Seakan-akan kamu memanggil orang-orang dunia, supaya mereka meninggalkan dunia
itu bagimu. Pelan-pelanlah ! Kecelakaanlah bagimu ! Apakah yang mencukupkan
pada rumah yang gelap, bahwa diletakkan lampu diatas puncaknya, sedang dalam
rumah itu mengerikan dan gelap gulita? Seperti itu pula, tiada akan mencukupkan
bagimu, bahwa nur ilmu itu ada di mulutmu. Dan rongga badanmu mengerikan dan
kosong daripadanya. Hai budak-budak dunia, tidaklah seperti budak-budak yang
bertaqwa dan tidaklah seperti orang-orang merdeka yang mulia ! Hampirlah dunia
itu mencabut kamu dari asal-usul kamu, lalu dicampakkan kamu atas muka kamu.
Kemudian, dunia itu melungkupkan kamu atas hidung kamu. Kemudian, ia mengambil
segala kesalahan kamu dengan dahi kamu. Kemudian, ditolaknya kamu dari belakang
kamu, sehingga diserahkannya kamu kepada raja yang perkasa, dalam keadaan
telanjang sendirian. Lalu ditegakkannya kamu dalam keadaan yang memalukan kamu.
Kemudian dibalaskannya kamu, dengan kejahatan amal perbuatanmu”. Kemudian,
Al-Hars ra mengatakan: “Saudara-saudaraku ! Maka mereka itu ulama-ulama jahat,
setan-setan manusia dan malapetaka kepada manusia. Mereka gemar kepada harta
benda dunia dan ketinggian dunia. Mereka mengutamakan dunia dari akhirat.
Mereka menghinakan agama karena dunia. Maka mereka pada masa yang dekat (dunia)
itu, malu dan kekurangan. Dan di akhirat mereka itu merugi. Atau dimaafkan oleh
Tuhan yang Maha Mulia dengan kurniaNYA. Kemudian, sesungguhnya aku melihat orang
yang binasa, yang mengutamakan dunia bahwa kegembiraannya itu tercampur dengan
kekeruhan. Lalu terpancar daripadanya, berbagai macam dukacita dan berbagai
seni kemaksiatan. Dan kepada kebinasaan dan kehancuranlah kesudahannya. Orang
yang binasa itu bergembira dengan harapan nya. Maka dunianya tidak kekal dan
agamanya tidak selamat. Ia merugi dunia dan akhirat. Dan itulah kerugian yang
nyata. Wahai malapetaka ! Alangkah kejinya ! Dan memperoleh kebajikan !
Alangkah agungnya ! Ketahuilah ! Maka bermuraqabahlah dengan Allah, wahai
saudara-saudaraku ! Dan janganlah kamu ditipu oleh setan dan wali-walinya, dari
orang-orang yang berpegang dengan hujjah-hujjah (dalil-dalil) yang batil/salah
di sisi Allah ! karena mereka itu sesungguhnya rakus kepada dunia. Kemudian,
mereka mencari bagi diri mereka sendiri, alasan-alasan dan
keterangan-keterangan. Dan mereka mendakwakan, bahwa para sahabat Rasulullah
saw itu mempunyai harta. Lalu orang-orang yang tertipu itu menghiasi dirinya
dengan menyebutkan sahabat-sahabat. Supaya mereka dimaafkan oleh manusia pada
mengumpulkan harta. Dan sesungguhnya mereka telah ditipu oleh setan dan mereka
tidak menyadarinya. Kasihan engkau, wahai orang yang hilang akal lantaran
fitnah ! Sesungguhnya, alasan engkau dengan harta Abdurrahman bin ‘Auf itu
tipuan dari setan, yang dituturkannya dengan lidah engkau. Maka engkau menjadi
binasa. Karena engkau, manakala engkau didakwakan, bahwa sahabat-sahabat
pilihan menghendaki harta itu untuk berbanyak-banyakan, kemuliaan dan hiasan,
lalu engkau mengumpat mereka yang mulia itu. Dan engkau sandarkan mereka kepada
urusan yang besar. Dan manakala engkau mendakwakan, bahwa mengumpulkan harta
halal itu lebih tinggi dan lebih utama daripada meninggalkannya, maka
sesungguhnya engkau telah menghinakan Muhamad saw dan rasul-rasul. Dan engkau
sandarkan mereka kepada sedikitnya kegemaran dan zuhud pada kebajikan ini, yang
engkau dan sahabat-sahabat engkau menggemarinya pada mengumpulkan harta. Dan
engkau sandarkan mereka kepada kebodohan, karena mereka tiada mengumpulkan
harta, sebagaimana engkau kumpulkan. Manakala engkau mendakwakan, bahwa
mengumpulkan harta halal itu lebih tinggi kedudukannya daripada
meninggalkannya, maka sesungguhnya engkau telah mendakwakan bahwa Rasulullah
saw tidak menasehati umatnya. Karena ia melarang mereka daripada mengumpulkan
harta. Dan sesungguhnya diketahui, bahwa mengumpulkan harta itu baik bagi umat.
Maka Rasulullah saw telah menipu ummat, dengan dakwaan engkau, ketika
dilarangnya mereka dari mengumpulkan harta. Demi Tuhan yang menguasai langit !
Engkau telah berdusta atas Rasulullah saw. Maka sesungguhnya Rasulullah saw itu
penasehat bagi umat, kasih sayang dan belas kasihan kepada mereka ! Manakala
engkau mendakwakan, bahwa mengumpulkan harta itu lebih utama, maka sesungguhnya
engkau telah mendakwakan, bahwa Allah Ta'ala tidak melihat kepada
hamba-hambaNYA, ketika dilarangNYA
mereka, daripada mengumpulkan harta. Dan sesungguhnya diketahui bahwa
mengumpulkan harta itu lebih baik bagi mereka. Atau engkau mendakwakan, bahwa
Allah Ta’ala tidak mengetahui, bahwa keutamaan itu pada mengumpulkan harta.
Maka karena itulah dilarangNYA mereka dari mengumpulkan itu. Dan engkau lebih
mengetahui dengan kebajikan dan keutamaan pada harta. Maka karena itulah,
engkau ingin pada membanyakkan harta. Seakan-akan engkau lebih mengetahui
dengan tempat kebajikan dan keutamaan daripada Tuhan engkau. Maha Suci Allah
dari kebodohan engkau, wahai orang yang kurang akal, lantaran fitnah !
Pahamilah dengan akal engkau, apa yang telah ditipu engkau oleh setan, ketika
setan itu menghiasi engkau dengan berdalilkan harta para sahabat ! Kasihan
engkau ! Tiada akan bermanfaat bagi engkau, dengan berdalilkan harta
Abdurrahman bin ‘Auf. Dan sesungguhnya Abdurrahman bin ‘Auf itu lebih menyukai
pada kiamat, bahwa ia tidak diberikan harta dari dunia, selain untuk dimakan.
Dan telah sampai padaku ceritera, bahwa tatkala Abdurrahman bin ‘Auf ra wafat,
lalu banyak orang dari sahabat-sahabat Rasulullah saw mengatakan: “Sesungguhnya
kami takut kepada Abdurrahman mengenai apa yang ditinggalkannya”. Lalu ka’ab
menjawab: “Subhaanallah !” Apakah yang kamu takutkan kepada Abdurrahman? Ia
berusaha dengan baik, ia membelanjakan dengan baik dan ia tinggalkan dengan
baik”. Lalu berita itu sampai kepada Abu Dzar. Maka Abu Dzar keluar dari
rumahnya dengan marah, bermaksud bertemu dengan Ka’ab. Waktu ia lalu di jalan,
lalu menemui tulang rahang unta. Maka diambilnya dengan tangannya. Kemudian ia
meneruskan perjalanan bermaksud menemui Ka’ab. Lalu orang mengatakan kepada
Ka’ab: “Bahwa Abu Dzar mencari engkau”. Ka’ab lalu keluar berlarian dari
rumahnya, sehingga ia masuk ke tempat Usman. Ia meminta bantuan kepada Usman
dan diterangkannya kepada Usman berita tersebut. Dan Abu Dzar menuju mengikuti
jejak, mencari Ka’ab. Sehingga ia sampai ke rumah Usman. Tatkala Abu Dzar
masuk, lalu Ka’ab bangun berdiri dan duduk di belakang Usman, lari dari Abu
Dzar. Abdurrahman bin ‘Auf menyukai pada hari kiamat, bahwa ia tidak diberikan
harta dari dunia, selain untuk dimakan (qut). Dan telah sampai padaku ceritera,
bahwa tatkala Abdurrahman bin ‘Auf ra wafat, lalu banyak orang dari
sahabat-sahabat Rasulullah saw mengatakan: “Sesungguhnya kami takut kepada
Abdurrahman bin ‘Auf mengenai apa yang ditinggalkannya”. Maka Abu Dzar berkata
kepada Ka’ab: “Hai anak perempuan Yahudi ! Engkau mendakwakan, bahwa tiada
mengapa, dengan apa yang ditinggalkan oleh Abdurrahman bin ‘Auf. Dan
sesungguhnya pada suatu hari, Rasulullah saw keluar ke arah bukit Uhud dan aku
bersama beliau. Maka Rasulullah mengatakan: “Hai Abu Dzar !” Aku lalu menyahut:
“Saya, wahai Rasulullah !”. Rasulullah lalu bersabda: “Mereka yang banyak,
ialah mereka yang sedikit pada hari kiamat, selain orang yang mengatakan:
begini dan begini dari kanannya dan kirinya, depannya dan belakangnya. Dan
sedikitpun tiada dari mereka”. Kemudian, Rasulullah saw menyambung: “Hai Abu
Dzar !”. Aku menyahut: “Demi bapakku, engkau dan ibuku ! Ya, hai Rasulullah !”.
Rasulullah saw bersabda: “Tiada akan menggembirakan aku, bahwa aku mempunyai
seperti bukit Uhud, yang akan aku belanjakan pada jalan Allah. Aku mati pada
hari yang akan aku mati. Dan akan aku tinggalkan dari harta itu dua qirath
(adalah timbangan permata)”. Lalu aku bertanya: “Atau dua qinthar, wahai
Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Tetapi dua qirath”. Kemudian Rasulullah
bersabda: “Hai Abu Dzar ! Engkau menghendaki yang banyak. Dan aku menghendaki
yang sedikit”. Rasulullah saw
menghendaki yang ini dan engkau hai anak perempuan Yahudi mengatakan:
“Tiada mengapa dengan apa yang ditinggalkan oleh Abdurrahman bin ‘Auf. Engkau
dusta dan dustalah orang yang mengatakan”. Ka’ab tidak menjawab perkataan Abu
Dzar tadi, karena takut. Sehingga iapun keluar. Sampai kepada kami berita,
bahwa Abdurrahman bin ‘Auf, datang kepadanya suatu kafilah dari Yaman. Maka
dengan serentak gemparlah kota Madinah. Lalu ‘Aisyah bertanya: “Apa ini?”.
Orang menjawab: “Suatu kafilah datang kepada Abdurrahman“. ‘Aisyah menjawab:
“Benarlah Allah dan RasulNYA saw”. Maka sampailah yang demikian itu kepada
Abdurrahman bin ‘Auf. Lalu ia bertanya kepada ‘Aisyah. Maka ‘Aisyah menjawab:
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya aku melihat sorga. Lalu
aku lihat orang-orang muhajirin dan orang-orang muslim yang miskin, masuk ke
sorga dengan berjalan cepat. Dan tiada seorangpun dari orang-orang kaya, yang
aku lihat masuk ke sorga bersama mereka itu, selain Abdurrahman bin ‘Auf. Aku
melihat ia bersama mereka ke sorga dengan merangkak”. Lalu Abdurrahman
menyambung: “Bahwa kafilah dan apa yang diatas kafilah itu, pada jalan Allah.
Dan sesungguhnya budak-budaknya itu menjadi merdeka. Mudah-Mudahan aku akan
masuk sorga bersama mereka itu dengan berjalan cepat”. Sampai kepada kami
riwayat, bahwa Nabi saw kepada
Abdurrahman bin ‘Auf: “Adapun engkau sesungguhnya adalah orang pertama
yang akan masuk ke sorga dari orang-orang kaya dari umatku. Dan engkau tiada
akan memasukinya, selain dengan merangkak”. Kasihan engkau, wahai yang hilang
akal, lantaran fitnah. Maka apakah alasan engkau dengan harta itu? Dan inilah
Abdurrahman tentang keutamaan , ketaqwaan, perbuatan-perbuatannya yang baik dan
pemberiannya akan harta pada jalan Allah, serta persahabatannya dengan
Rasulullah saw dan berita kegembiraannya juga dengan sorga”. Ia disuruh berdiri
di lapangan hari kiamat dan huru-haranya, disebabkan harta yang diusahakannya
dari yang halal, untuk menjaga diri dan perbuatan-perbuatan baik (ma’ruf). Ia
membelanjakan dari harta itu dengan kesederhanaan. Memberikan pada jalan Allah
dengan Mudah. Ia dilarang berjalan cepat ke sorga, bersama orang-orang
muhajirin yang miskin. Dan jadi ia merangkak dalam bekas-bekas perjalanan
mereka. Maka apakah persangkaanmu, dengan orang-orang yang seperti kita, yang
tenggelam dalam fitnah duniawi? Kemudian dari itu, maka heran, seluruh heran
bagi engkau, hai orang yang hilang akal ! Engkau berguling dalam percampuran
harta syubhat (diragukan) (yang diragukan halalnya). Dan harta haram. Engkau
melompat-lompat diatas kotoran manusia dan berbalik-balik pada nafsu syahwat,
perhiasan dan bermegah-megahan. Engkau berbaik-baik pada fitnah duniawi.
Kemudian, engkau mengemukakan dalil (hujjah) dengan Abdurrahman. Dan
mendakwakan, bahwa engkau, jikalau engkau telah mengumpulkan harta, maka telah
dikumpulkan terlebih dahulu oleh para sahabat. Seakan-akan engkau telah
menyerupai salaf (orang-orang terdahulu) dan perbuatan mereka. Wahai kasihan
engkau sesungguhnya ini termasuk qias (analogi) iblis dan fatwanya kepada
pembantu-pembantunya. Dan akan aku sifatkan (terangkan) kepada engkau, hal
keadaan engkau dan hal keadaan keutamaan para sahabat. Demi umurku,
sesungguhnya setengah para sahabat itu mempunyai harta, yang dikehendakinya
untuk menjaga diri dan memberikan pada jalan Allah. Lalu mereka mengusahakan
yang halal, memakan yang baik, membelanjakan dengan sederhana dan mendahulukan
keutamaan. Mereka tiada melarang yang benar (hak) dari harta itu. Dan mereka
tidak kikir dengan dia. Tetapi mereka berbuat kemurahan karena Allah, dengan
kebanyakan harta itu. Dan sebahagian mereka berbuat kemurahan dengan semuanya.
Dan pada waktu kesulitan, mereka banyak yang mengutamakan Allah dari dirinya
sendiri. Maka demi Allah, adakah engkau seperti yang demikian? Demi Allah,
sesungguhnya engkau itu jauh dari keserupaan dengan kaum (para sahabat) itu.
Kemudian, sesungguhnya para sahabat pilihan adalah mencintai kemiskinan dan
rasa aman dari ketakutan kemiskinan. Mereka percaya kepada Allah tentang rezeki
mereka. Mereka bergembira dengan takdir Allah. Rela dengan percobaan, bersyukur
pada waktu senang, bersabar pada waktu susah dan memuji Allah (mengucapkan
Alhamdulillah) pada waktu gembira. Adalah mereka merendahkan diri, karena
Allah, wara’ (menjaga diri) dari kesukaan tinggi dan berbanyak harta. Mereka
tiada mengambil dari dunia, selain yang diperbolehkan (mubah) bagi mereka.
Mereka rela dari dunia sekedar yang menyampaikan ke akhirat. Mereka jauhkan
dunia dan bersabar diatas segala yang tiada disukai dari dunia. Mereka teguh kepahitan dunia dan
zuhud pada kenikmatan dan kembang dunia. Maka demi Allah, adakah engkau seperti
demikian? Telah sampai kepada kami riwayat, bahwa adalah mereka, apabila dunia
menghadap kepada mereka, niscaya mereka gundah dan mengatakan: “Dosa yang
segeralah siksaannya dari Allah”. apabila mereka melihat kemiskinan datang
menghadap, niscaya mereka mengatakan: “Selamat datang kepada syi’ar orang-orang
shalih”. Telah sampai kepada kami, riwayat, bahwa setengah mereka (kaum sufi),
apabila telah pagi hari dan ada pada keluarganya sesuatu (yang akan dimakan),
maka ia menjadi susah dan gundah hatinya. Dan apabila tidak ada pada mereka
sesuatu, niscaya ia menjadi gembira dan sukacita. Lalu ditanyakan kepadanya:
“Bahwa manusia, apabila tidak ada pada mereka sesuatu, niscaya mereka berhati
gundah. Dan apabila ada pada mereka sesuatu, maka mereka bergembira. Sedang
engkau tidaklah yang demikian”. Orang sufi tersebut menjawab: “Sesungguhnya aku
apabila aku pagi hari dan tidak ada pada keluargaku sesuatu, niscaya aku
bergembira. Karena aku mempunyai contoh, dengan Rasulullah saw dan apabila ada
pada keluargaku sesuatu, niscaya aku berduka cita. Karena aku tiada mempunyai
contoh dengan keluarga Muhamad”. Dan telah sampai kepada kami riwayat, bahwa
mereka (kaum sufi) apabila berjalan kepada mereka, jalan kemewahan, niscaya
mereka berduka cita dan mereka kasihan kepada dirinya. Dan mereka mengatakan:
“Apalah bagi kita dunia ini ! Dan apakah yang dikehendaki dengan dunia?”. Maka
seolah-olah mereka diatas sayap ketakutan. Dan apabila berjalan kepada mereka,
jalan percobaan, niscaya mereka bergembira dan bersukaria, seraya mengatakan: “Sekarang, kita telah diadakan mu’ahadah
(perjanjian) oleh Tuhan kita”. Maka inilah hal-ikhwalnya orang-orang salaf dan
sifat mereka. Pada mereka itu, lebih banyak keutamaan, daripada apa yang telah
kami terangkan. Maka demi Allah ! adakah anda seperti yang demikian?
Sesungguhnya anda adalah jauh dari keserupaan dengan kaum (para sahabat dan
kaum sufi) itu. Dan akan aku sifatkan
(terangkan) kepada anda, hal keadaan anda, hai orang yang kurang akal,
yang berlawanan dengan hal keadaan mereka. Dan yang demikian, bahwa anda
berbuat kedurhakaan ketika kaya dan anda kufur (tiada bersyukur) ketika mewah,
menyombong ketika senang dan lalai daripada mensyukuri yang empunya nikmat.
Anda berputus asa ketika melarat, marah ketika datang percobaan dan tidak rela
dengan qodo’ (taqdir). Ya, engkau marah kepada ke-papa-an dan engkau benci
kepada kemiskinan. Dan yang demikian itu kebanggaan rasul-rasul. Dan engkau
benci dari kebanggaan rasul-rasul itu. Engkau menyimpan harta dan
mengumpulkannya, karena takut dari kepapan. Dan yang demikian itu, termasuk sebahagian
dari jahat sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dan kurang yakin dengan
jaminannya. Dan mencukupilah dosa dengan yang demikian. Dan kiranya engkau
mengumpulkan harta bagi kenikmatan duniawi, kebagusan, nafsu syahwat dan
kelezatan duniawi. Dan sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa
Rasulullah saw bersabda: “sejahat-jahat umatku, ialah mereka yang diberi makan
dengan kenikmatan. Lalu bertambahlah gemuk badan mereka”. Telah sampai riwayat
kepada kami, bahwa setengah ahli ilmu mengatakan: “Sesungguhnya akan datang
pada hari kiamat suatu kaum (golongan), yang mencari kebaikan bagi mereka. Lalu
dikatakan kepada mereka: “Kesenangan telah kamu habiskan dalam kehidupanmu di
dunia dan kamu telah bersenang-senang dengan yang demikian itu”. Dan engkau
dalam kelalaian. Engkau sesungguhnya telah mengharamkan nikmat akhirat,
disebabkan nikmat dunia. Wahai penyesalan dan musibah ! Benar, kiranya engkau
mengumpulkan harta, untuk berbanyak-banyakan harta, untuk ketinggian kemegahaan
dan perhiasan dalam dunia”. Telah sampai riwayat kepada kami, bahwa orang yang
mencari dunia untuk berbanyak-banyakan harta atau untuk menyombongkan diri,
niscaya ia menjumpai Allah. Dan Allah marah kepadanya. Dan engkau tidak
memperdulikan dengan kemarahan Tuhan engkau, yang tertimpa kepada engkau,
ketika engkau menghendaki berbanyak-banyakan harta dan ketinggian. Ya, benar,
kiranya engkau, berdiam di dunia lebih engkau sukai dari berpindah dekat dengan
Allah. Maka engkau tiada menyukai menemui Allah. Dan Allah lebih lagi tiada
menyukai menemui engkau. Dan engkau itu dalam kelalaian. Kiranya engkau merasa
sedih, kepada apa yang hilang dari engkau, dari harta benda dunia. Dan
sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang merasa sedih kepada dunia yang hilang daripadanya, niscaya ia
mendekati kepada neraka seperjalanan sebulan”. Dan ada yang meriwayatkan:
“seperjalanan setahun”. Engkau merasa sedih terhadap apa yang hilang dari
engkau, tanpa memperdulikan dengan dekatnya engkau dari azab Allah. Ya,
kadang-kadang sewaktu-waktu engkau keluar dari agama engkau, untuk
penyempurnaan dunia engkau. Engkau gembira dengan menghadapnya dunia kepada
engkau. Dan engkau merasa tentram karena yang demikian, karena kegembiraan
dengan dunia. Sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa Rasulullah
bersabda: “Siapa yang mencintai dunia dan gembira dengan dunia, niscaya hilang
ketakutan kepada akhirat dari hatinya”. Telah sampai riwayat kepada kami, bahwa
sebagian ahli ilmu mengatakan: “Bahwa engkau memperhitungkan atas kegundahan,
terhadap apa yang hilang dari engkau tentang dunia. Dan engkau memperhitungkan
dengan kegembiraan engkau pada dunia, Apabila engkau sanggup atas yang
demikian. Dan engkau gembira dengan dunia engkau. Dan engkau cabut ketakutan
kepada Allah Ta’ala. Kiranya engkau bersungguh-sungguh dengan urusan dunia
engkau, berlipat ganda dari apa yang engkau bersungguh-sungguh, dengan urusan
akhirat engkau. Dan kiranya engkau melihat musibah engkau pada
perbuatan-perbuatan maksiat yang engkau lakukan itu, lebih Mudah dari musibah
engkau pada pengurangan dunia engkau. Ya, ketakutan engkau dari hilangnya harta
engkau itu lebih banyak, dari ketakutan engkau dari dosa. Kiranya, engkau yang
memberikan kepada manusia, apa yang engkau kumpulkan dari daki dunia
seluruhnya, untuk ketinggian dan keagungan dalam dunia. Dan kiranya engkau yang
rela kepada makhluk, yang marah kepada Allah Ta’ala, bagaimana engkau
memuliakan dan membesarkan. Kasihan engkau ! Maka seakan-akan penghinaan Allah
Ta’ala kepada engkau pada hari kiamat itu, lebih Mudah bagi engkau dari pada
penghinaan manusia kepada engkau. Kiranya engkau yang menyembunyikan pada
makhluk kejahatan-kejahatan engkau. Dan
engkau tidak memperdulikan dengan penglihatan Allah kepada engkau pada kejahatan
itu. Seakan-akan keaiban engkau pada sisi Allah itu lebih Mudah bagi engkau
daripada keaiban manusia. Seakan-akan budak-budak itu lebih tinggi tingkatnya
pada engkau, daripada Allah Ta’ala. Maha Suci Allah Ta’ala dari kebodohan
engkau !. Maka bagaimana engkau berbicara pada orang-orang yang berakal dan
kekurangan-kekurangan ini pada engkau? Cis, bagi engkau, yang berlumuran dengan
kotoran dan engkau membuat alasan dengan harta orang baik-baik. Amat jauh-amat
jauh ! ! Alangkah jauhnya engkau dari orang-orang salaf, yang pilihan. Demi
Allah. Sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa mereka (orang-orang
salaf), pada apa yang dihalalkan bagi mereka itu, lebih zuhud daripada kamu,
pada apa yang diharamkan kepada kamu. Bahwa hal yang tiada mengapa pada kamu,
adalah pada mereka termasuk yang membinasakan. Dan adalah mereka untuk
kesilapan kecil saja, menjadi sangat besar pada kamu, untuk perbuatan-perbuatan
kemaksiatan yang besar. Kiranya, hartamu yang terbaik dan yang paling halal
itu, seperti harta mereka yang syubhat (diragukan)/yang diragukan halalnya.
Kiranya engkau merasa kasihan atas kejahatan engkau, sebagaimana mereka merasa
kasihan atas kebaikan mereka, bahwa tiada diterima. Kiranya puasa engkau itu,
seperti berbukanya (tiada berpuasanya) mereka. Kiranya kesungguhan engkau pada
ibadah itu, seperti kelesuan dan ketiduran mereka. Kiranya semua kebaikan
engkau itu seperti satu dari kejahatan-kejahatan mereka. Telah sampai riwayat
kepada kami, dari setengah sahabat, yang mengatakan: “Harta rampasan bagi
orang-orang yang shiddiq, ialah: Apa yang hilang bagi mereka dari dunia. Dan
yang sedap bagi mereka, ialah: apa yang dijauhkan mereka dari dunia”. Maka
siapa yang tidak ada seperti yang demikian, niscaya tidaklah dia bersama mereka
di dunia. Dan tidak pula bersama mereka di akhirat. Subhaanallah ! Berapakah
kiranya berlebih kurang diantara dua golongan tersebut: golongan
sahabat-sahabat pilihan, pada ketinggian di sisi Allah dan golongan orang-orang
yang seperti kamu, pada di bawah. Atau Allah Yang Maha Pemurah dengan
kurniaNYA, memaafkannya. Kemudian sesungguhnya engkau, jikalau engkau
mendakwakan, bahwa engkau mengikuti para sahabat pada mengumpulkan harta untuk
menjaga diri dan untuk memberi pada jalan Allah, maka berpikirlah akan urusan
engkau itu ! Kasihan engkau ! Adakah engkau dapati dari hal yang halal, pada
masa engkau, sebagaimana mereka mendapatinya pada masa mereka? Atau engkau
mengira, bahwa engkau berhati-hati pada mencari yang halal, sebagaimana mereka
itu berhati-hati?. Sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa
setengah sahabat mengatakan: “Sesungguhnya kami meninggalkan 70 pintu dari
harta halal, karena ketakutan kami akan jatuh pada suatu pintu haram. Adakah
engkau loba dari diri engkau, pada berhati-hati seperti ini? Tidak. Demi Tuhan
yang empunya Ka’bah ! Aku tiada menyangka engkau seperti yang demikian. Kasihan
engkau ! Hendaklah engkau atas keyakinan, bahwa mengumpulkan harta untuk amal
kebajikan itu, tipuan dari setan. Supaya setan itu dapat menjatuhkan engkau
dengan sebab kebajikan itu, dalam usaha harta syubhat (diragukan)/yang
diragukan halalnya yang bercampur keji dan haram. Dan sesungguhnya telah sampai
riwayat kepada kami, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang berani diatas
syubhat (diragukan)/yang diragukan halalnya, niscaya mendekatkannya untuk jatuh
pada yang haram”. Hai orang yang tertipu ! Apakah tidak kamu ketahui, bahwa
ketakutanmu dari mengerjakan yang syubhat (diragukan)/yang diragukan halalnya
itu lebih tinggi, lebih utama dan lebih besar untuk nilaimu di sisi Allah,
daripada usaha harta syubhat (diragukan)/yang diragukan halalnya dan
memberikannya pada jalan Allah dan jalan kebajikan?. Telah sampai kepada kami
riwayat yang demikian, dari setengah ahli ilmu yang mengatakan: “Sesungguhnya
untuk engkau tinggalkan satu dirham karena takut bahwa itu tidak halal, adalah
lebih baik bagi engkau, daripada engkau bersedekah seribu dinar harta syubhat
(diragukan)/yang diragukan halalnya, yang tidak engkau ketahui, adakah dia itu
halal bagi engkau atau tidak. Jikalau engkau mendakwakan, bahwa engkau lebih
taqwa dan lebih wara’, daripada yang meragukan engkau dari harta syubhat
(diragukan)/yang diragukan halalnya dan sesungguhnya engkau mengumpulkan harta
dengan dakwaan engkau itu dari yang halal, untuk diberikan pada jalan Allah,
maka kasihan engkau jikalau ada engkau seperti yang engkau dakwakan itu telah
sampai wara’. Lalu engkau tidak mengemukakan bagi perhitungan. Maka
sesungguhnya para sahabat yang pilihan, mereka itu takut meminta. Dan telah
sampai riwayat kepada kami, bahwa setengah sahabat itu mengatakan: “Tiada
menyukakan aku, bahwa aku berusaha setiap hari seribu dinar dari yang halal dan
aku belanjakannya pada menta’ati Allah. Dan tidak menyibukkan aku oleh usaha
itu dari shalat berjama’ah”. Para sahabat lalu bertanya: “Karena apa maka
demikian?” Kiranya engkau dicurahkan rahmat oleh Allah”. Sahabat itu menjawab:
“Karena aku tidak memerlukan tempat berdiri pada hari kiamat, maka Tuhan
menanyakan: “Hai hambaKU ! Dari mana engkau mengusahakannya?. Dan pada apa
engkau membelanjakannya?”. Mereka, orang-orang yang bertaqwa itu, pada
permulaan kesungguhan Islam. Dan yang halal ada pada mereka. Mereka tinggalkan
harta, karena takut dari hisab (perhitungan amal). Karena takut, bahwa harta
yang baik tidak berdiri pada tempat harta yang jahat. Dan engkau pada masa
engkau itu, tidak ada dengan berkesudahan aman dan halal. Engkau
melompat-lompat diatas kotoran. Kemudian, engkau dakwakan, bahwa engkau
mengumpulkan harta dari yang halal. Kasihan engkau ! Dimanakah yang halal itu,
maka engkau mengumpul kannya ? Kemudian, maka jikalau adalah yang halal itu
terdapat pada engkau, apakah engkau tidak takut, bahwa hati engkau akan berobah
ketika kaya? Dan sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa setengah
sahabat itu menerima pusaka harta halal. Lalu ditinggalkannya, karena takut
hatinya akan rusak. Adakah engkau mengharap bahwa hati engkau akan ada lebih
taqwa dari hati para sahabat? Lalu tiada hilang suatupun dari kebenaran, pada
urusan engkau dan hal ikhwal engkau. Sesungguhnya, jikalau engkau menyangka
yang demikian, niscaya engkau telah membaguskan sangkaan dengan hawa nafsu
engkau, yang menyuruh dengan kejahatan. Kasihan engkau ! Sesungguhnya aku
penasehat bagi engkau. Aku melihat bagi engkau, bahwa engkau merasa qana’ah
(cukup) dengan barang yang memadai dari kehidupan (al-bulghah). Dan engkau
tiada mengumpulkan harta bagi amal perbuatan kebajikan. Dan engkau tdak
mendatangi untuk perhitungan amal (al-hisab). Sesungguhnya, telah sampai
riwayat kepada kami, dari Rasulullah s.a.w, bahwa beliau bersabda: “Siapa yang
diperdebatkan al-hisab (perhitungan amalnya), niscaya ia diazabkan”. Nabi saw
bersabda: “Seorang laki-laki dibawa pada hari kiamat dan telah mengumpulkan
harta dari yang haram dan dibelanjakannya pada yang haram. Lalu dikatakan:
“Bawalah orang ini ke neraka ! Dan dibawa pula seorang laki-laki yang lain,
yang telah mengumpulkan harta dari yang halal dan dibelanjakannya pada yang
haram, lalu dikatakan: “Bawalah orang ini ke neraka !”. Dan dibawa lagi seorang
laki-laki yang telah mengumpulkan harta dari yang haram dan dibelanjakannya
pada yang halal. Lalu dikatakan: “Bawalah orang ini ke neraka ! Dan dibawa pula
seorang laki-laki yang telah mengumpulkan harta dari yang halal dan
dibelanjakan pula pada yang halal. Lalu dikatakan kepadanya: “Berhentilah !
Mudah-Mudahan engkau teledor pada mencari ini, dengan sesuatu, yang telah AKU
wajibkan atas engkau, dari shalat yang tidak engkau kerjakan pada waktunya. Dan
engkau sia-siakan pada sesuatu dari ruku’nya, sujudnya dan wudlu’nya. Maka
laki-laki itu menjawab: “Tidak, wahai Tuhanku ! Aku usahakan dari yang halal
dan aku belanjakan pada yang halal. Dan aku tidak menyia-nyiakan sesuatu dari
apa yang Engkau wajibkan atas diriku”. Lalu dikatakan kepadanya: “Kiranya
engkau telah menyombong pada harta ini, tentang sesuatu: dari kendaraan atau
pakaian, yang engkau banggakan dengan dia”. Orang itu lalu menjawab: “Tidak,
wahai Tuhanku ! Aku tidak menyombong dan tidak membanggakan pada sesuatu”. Maka
dikatakan kepadanya: “Kiranya engkau melarang hak seseorang, yang AKU suruhkan
engkau memberikannya: kepada keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang musafir”. Ia lalu menjawab: “Tidak, wahai Tuhanku ! Aku usahakan dari
yang halal dan aku belanjakan pada yang halal. Aku tidak menyia-nyiakan
sesuatu, dari apa yang engkau wajibkan atas diriku. Aku tidak menyombong dan
tidak membanggakan. Aku tidak menyia-nyiakan hak seseorang yang Engkau suruhkan
aku memberikan nya”. Nabi saw lalu meneruskan sabdanya: “Maka merekapun datang,
lalu bertengkar dengan laki-laki itu, seraya mereka mengatakan: “Hai Tuhanku !
Engkau berikan kepadanya dan engkau kayakan dia. Engkau jadikan dia yang
terkemuka diantara kami. Engkau suruhkan dia untuk memberikan kepada kami.
Kalau ada, niscaya ia memberikan kepada mereka dan bersamaan dengan demikian,
ia tidak menyia-nyiakan sesuatu yang diwajibkan. Dan ia tidak menyombong pada
sesuatu”. Lalu dikatakan kepadanya: “Berhentilah sekarang ! Berilah kepadaKU
kesyukuran setiap nikmat yang AKU anugerahkan kepadamu, dari makan atau minum
atau kesenangan !” maka senantiasalah ia diminta yang demikian”. Kasihan engkau
! Maka siapakah yang mengemukakan persolan ini, yang ada bagi laki-laki itu,
yang berbalik-balik pada yang halal, berdiri dengan semua hak-hak dan menunaikan
segala kewajiban dengan batas-batasnya, yang diperhitungkan dengan perhitungan
ini ? Maka bagaimanakah engkau melihat, adanya dia seperti hal keadaan kita,
yang tenggelam dalam fitnah dunia, percampur-bauran, syubhat (diragukan)/yang
diragukan halalnya, nafsu syahwat dan perhiasan dunia?. Kasihan engkau,
lantaran persoalan-persoalan ini, lalu orang-orang yang taqwa takut bercampur
dengan dunia. Maka mereka rela mencegah diri dari dunia. Dan berbuat amal
dengan segala macam kebajikan, daripada mengusahakan harta. Maka bagi engkau
hati-hati harus meneladani orang-orang pilihan itu. Jikalau engkau enggan yang demikian dan
mendakwakan, bahwa engkau telah sampai pada wara’ taqwa dan engkau tiada
mengumpulkan harta, selain dari yang halal, dengan dakwaan engkau untuk menjaga
diri dan untuk memberi pada jalan Allah dan engkau tidak membelanjakan dari
yang halal itu, selain dengan yang hak dan hati engkau tiada berobah dengan
sebab harta, dari apa yang disukai oleh Allah dan engkau tidak memarahkan Allah
pada sesuatu, dari perbuatan bathiniyah engkau dan zahiriyah engkau, hati-hati
maka jikalau adalah seperti itu dan sebenarnya tidaklah engkau seperti itu,
maka sesungguhnya seyogyalah bagi engkau, bahwa engkau rela dengan yang
mencukupi pada kehidupan (al-bulghah). Dan engkau mengasingkan diri dari
orang-orang yang mempunyai harta, apabila mereka bangun berdiri untuk meminta.
Dan engkau mendahului bersama rombongan pertama, dalam rombongan Nabi Pilihan
saw Tiada yang menahan engkau untuk meminta dan perhitungan amal (al-hisab).
Maka adakalanya selamat dan adakalanya binasa. Karena sesungguhnya telah sampai
riwayat kepada kami, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Akan masuk ke sorga
orang-orang muhajirin yang miskin sebelum orang-orang muhajirin yang kaya,
dengan 500 tahun”. Nabi saw bersabda: “Akan masuk ke sorga orang-orang mu’min
yang miskin, sebelum orang-orang mu’min yang kaya. Mereka lalu makan dan
bersenang-senang. Dan yang lain duduk berjongkok atas lulut mereka. Lalu Allah
Ta’ala berfirman: “Sebelum kamu ada tuntutanKU. Kamu adalah penguasa dan raja
manusia. Maka perlihatkanlah kepadaKU, apa yang kamu perbuat, pada apa yang AKU
berikan kepadamu !”. Telah sampai riwayat kepada kami, bahwa setengah ahli ilmu
mengatakan: “Tiada menggembirakan aku, bahwa aku mempunyai binatang kendaraan
yang cantik, sedang aku tidak berada dalam rombongan pertama bersama Muhamad
saw dan barisannya. Hai kaumku ! Maka berlomba-lombalah dalam perlombaan
bersama orang-orang yang kurang harta, dalam rombongan rasul-rasul as ! hendaklah
kamu itu orang-orang yang takut dari
terkebelakang dan terputus dari Rasulullah saw, sebagai takutnya
orang-orang yang taqwa”. Sesungguhnya telah sampai riwayat kepadaku, bahwa
sebagian sahabat, yaitu: Abu bakar ra merasa haus. Lalu beliau meminta minum.
Maka dibawa kepadanya minuman dari air dan madu. Tatkala ia rasakannya, lalu ia
tercekik oleh setitik air mata. Kemudian, ia menangis dan membawa tertangisnya
orang-orang yang berada di situ. Kemudian, ia menyapu air mata dari mukanya dan
ia pergi untuk berbicara. Maka ia kembali dalam menangis. Tatkala banyak
tangisannya, maka orang bertanya kepadanya: “Adakah semua ini dari karena
minuman itu?”. Abu bakar ra menjawab: “Ya ! Sewaktu aku pada suatu hari, berada
di sisi Rasulullah saw dan tiada seorangpun bersama beliau di rumah, selain
aku. Lalu beliau menolak dari dirinya dan beliau bersabda: “Jauhkan engkau
daripadaku !”. Lalu aku bertanya kepadanya: “Demi bapakku dan ibuku ! Aku tidak
melihat seorangpun di hadapan engkau. Maka dengan siapa engkau berbicara?”.
Rasulullah saw lalu menjawab: “Dunia ini memanjangkan badannya melihat kepadaku
dengan leher dan kepalanya. Lalu ia mengatakan kepadaku: “hai Muhamad !
Ambillah aku !” lalu aku menjawab: “Jauhkan engkau daripadaku !” Dunia itu lalu
menggatakan: “Jika engkau terlepas daripadaku hai Muhamad, maka sesungguhnya,
tiada akan terlepas daripadaku, orang-orang sesudah engkau”. Maka aku takut,
kata Abu bakar, bahwa dunia ini telah menghubungi aku. Ia memutuskan aku dari
Rasulullah s.a.w”. hai kaumku ! Maka mereka orang-orang pilihan itu menangis,
karena takut akan diputuskan mereka dari Rasulullah saw oleh minuman dari hal
yang halal. Kasihan ! Engkau berada dalam bermacam-macam nikmat dan nafsu
syahwat dari usaha-usaha haram dan syubhat (diragukan)/yang diragukan halalnya,
yang tidak engkau takut akan terputus. Cis, bagi engkau ! Alangkah besarnya
kebodohan engkau ! Kasihan engkau ! Maka jikalau engkau tertinggal pada hari
kiamat dari Rasulullah saw. Muhamad Al-Musthafa (yang pilihan), niscaya engkau
akan melihat huru hara, dimana para malaikat dan nabi-nabi takut daripadanya.
Sesungguhnya, jikalau engkau teledor daripada perlombaan, maka sesungguhnya
akan panjanglah jalan bagi engkau untuk menghubunginya. Dan jikalau engkau
menghendaki banyaknya harta benda dunia, niscaya akan jadilah engkau pada
perhitungan amal hisap yang sukar. Dan jikalau engkau tiada merasa qana’ah
(cukup) dengan sedikit, niscaya akan jadilah engkau pada lama berhenti (di hari
kiamat), berteriak meminta tolong dan meratap. Dan jikalau engkau rela dengan
hal keadaan orang-orang yang tinggal dibelakang, sesungguhnya engkau akan
terputus dari orang-orang golongan kanan (ash-haabul-yamiin) dan dari utusan
Tuhan seru sekalian alam dan akan terlambat engkau dari kenikmatan orang-orang
yang memperoleh nikmat. Dan jikalau engkau menyalahi dari perihal keadaan
orang-orang Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhan), niscaya
sesungguhnya engkau berada dalam golongan orang-orang yang terkurung dalam huru
hara hari agama (hari kiamat). Maka pahamilah apa yang kamu dengar ! Kasihan
engkau !. Kemudian, jikalau engkau mendakwakan, bahwa engkau dalam contoh
orang-orang terdahulu yang pilihan, yang merasa cukup/qana’h dengan sedikit,
zuhhud pada yang halal, engkau memberikan harta engkau, mengutamakan orang lain
atas diri engkau sendiri, engkau tidak takut miskin, engkau tidak menyimpan
sesuatu untuk hari besok engkau, marah untuk membanyak-banyakan harta dan
kekayaaan, rela dengan kemiskinan dan percobaan, kena malapetaka gembira dengan
sedikit dan kemiskinan, senang dengan hinaan dan kerendahan, benci kepada
ketinggian dan diangkat-angkat, kuat pada urusan engkau dan tiada berobah hati
engkau dari petunjuk, maka sesungguhnya engkau telah memperhitungkan diri
engkau sendiri pada Allah. Engkau telah mengokohkan urusan engkau semua,
menurut apa yang bersesuaian dengan kerelaan Allah. Engkau tidak berdiri pada
meminta-minta dan tidak akan diadakan perhisaban (perhitungan amal), dari
orang-orang yang bertaqwa seperti engkau. Sesungguhnya engkau mengumpulkan harta
halal untuk diberikan pada jalan Allah. kasihan engkau ! Hai orang yang tertipu
! Maka pahamilah akan urusan dan tunjukkanlah perhatian ! Apakah engkau tidak
mengetahui bahwa meninggalkan kesibukan dengan harta dan mengosongkan hati dari
yang lain, untuk berzikir, tadzakkur (mengingatkan diri), tidzkar (mengingatkan
orang lain), fikir dan mengambil ibarat itu (ittibar) itu, lebih menyelamatkan
agama, lebih memudahkan hisab, lebih meringankan pertanyaan, lebih mengamankan
dari ketakutan hari kiamat, lebih membanyakkan pahala dan lebih meninggikan
kadar engkau berlipat ganda pada sisi Allah. Telah sampai riwayat kepada kami,
dari sebagian sahabat, bahwa sahabat tersebut mengatakan: “Jikalau adalah
seorang laki-laki mempunyai banyak dinar dalam kamarnya, yang akan diberikannya
kepada orang-orang yang memerlukan dan ada laki-laki yang lain yang berzikir
kepada Allah, niscaya yang berzikir itu, yang lebih afdhol-lebih utama.
Ditanyakan kepada setengah ahli ilmu, tentang orang-orang yang mengumpulkan
harta, untuk amal kebajikan, maka ahli ilmu itu menjawab: “Meninggalkan
mengumpulkan harta itu lebih baik baginya”. Telah sampai riwayat kepada kami,
bahwa setengah tabi’in (pengikut) pilihan, ditanyakan dua orang laki-laki. Yang
seorang mencari dunia yang halal, maka diperolehnya. Lalu disambungkannya
silaturrahim dengan dunia itu dan didahulukannya untuk dirinya, adapun yang
seorang lagi, ia mengenyampingkan dunia. Maka tidak dicarinya dan tidak
diperolehnya. Maka manakah yang lebih afdhol?” Tabi’in itu menjawab: “Demi
Allah, adalah amat jauh diantara keduanya. Yang mengenyampingkan dunia itu
lebih afdhol, sebagaimana diantara masyrik (tempat terbit matahari) dan maghrib
(tempat terbenam matahari) dari bumi”. Kasihan engkau ! Maka keutamaan ini bagi
engkau, dengan meninggalkan dunia terhadap orang yang mencari dunia. Dan bagi
engkau pada masa dekat (pada masa didunia), jikalau engkau meninggalkan
kesibukan dengan harta, bahwa yang demikian itu lebih menyenangkan (lebih
mendatangkan istirahat) bagi badan engkau, lebih menyedikitkan kepayahan
engkau, lebih mendatangkan nikmat bagi kehidupan engkau, lebih merelakan bagi
hati engkau dan lebih menyedikitkan kesusahan engkau. Maka apa alasan engkau
pada mengumpulkan harta dan engkau dengan meninggalkan harta itu, lebih utama
daripada orang yang mencari harta untuk amal kebajikan? Ya, benar. Dan
kesibukan engkau dengan dzikir kepada Allah itu, lebih afdhol daripada
memberikan harta pada jalan Allah. maka berhimpunlah bagi engkau kesenangan
masa yang dekat (masa di dunia), serta selamat dan kelebihan pada masa yang
lambat (masa di akhirat). Kemudian, maka jikalau ada pada mengumpulkan harta
itu besar kelebihan, niscaya haruslah atas engkau dalam akhlak luhur, mengikuti
nabi engkau. Karena Allah telah memberi petunjuk (hidayah) kepada engkau,
dengan sebabnya nabi saw dan engkau rela apa yang dipilih oleh nabi saw bagi
dirinya, dengan menjauhkan dunia. Kasihan engkau ! Pahamilah apa yang engkau
dengar ! Dan hendaklah engkau dengan keyakinan, bahwa kebahagiaan dan
kemenangan itu pada menjauhkan dunia ! Maka berjalanlah bersama bendera nabi
pilihan, yang mendahului ke sorga tempat kediaman (jannatul ma’wa).
Sesungguhnya telah sampai riwayat kepada kami, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Penghulu orang-orang Mu’min dalam sorga, ialah: orang, apabila ia memakan
siang, niscaya ia tidak memperoleh untuk makanan malam. Apabila ia meminta
pinjam (berhutang) pada orang, niscaya ia tidak memperoleh pinjaman. Ia tiada
mempunyai kelebihan pakaian, selain apa yang menutupi badannya. Ia tidak sangggup
berusaha apa yang tidak diperlukannya. Ia bersore hari dan berpagi hari serta
yang demikian, yang rela apa yang ada dari Tuhannya. Maka mereka bersama
orang-orang yang dianugerahkan oleh Allah nikmat kepada mereka, yaitu:
nabi-nabi, orang-orang siddik, orang-orang zahid dan orang-orang shalih. Dan
baiklah mereka itu menjadi teman”. Ketahuilah, wahai saudaraku ! Manakala
engkau mengumpulkan harta ini sesudah penjelasan tersebut, maka sesungguhnya
engkau membatalkan apa yang engkau dakwakan, bahwa engkau mengumpulkan harta
itu untuk kebajikan dan keutamaan. Tidak ! Akan tetapi, engkau mengumpulkannya
karena takut dari kemiskinan. Engkau mengumpulkannya, untuk kenikmatan,
perhiasan, berbanyak-banyakkan, kesombongan, ketinggian, ria’, sum’ah (untuk
didengar orang) keagungan dan keMuliaan. Kemudian, engkau mendakwakan, bahwa
engkau mengumpulkan harta itu untuk amal kebajikan. Kasihan engkau !
BerMuraqabahlah akan Allah dan malulah dari dakwaan engkau itu, hai orang yang
tertipu ! Kasihan engkau, jikalau engkau tergoda dengan kecintaan kepada harta
dan dunia. Maka hendaklah engkau mengakui, bahwa keutamaan dan kebajikan itu,
pada kerelaan (senang hati) dengan yang tercapai saja dan menjauhkan hal-hal
yang tidak perlu (hal-hal yang berlebihan). Ya, hendaklah engkau ketika
mengumpulkan harta itu, mencela diri engkau, mengakui dengan keburukan engkau,
takut dari hisab (perhitungan amal). Maka itulah yang lebih melepaskan engkau
dan yang lebih mendekatkan engkau kepada keutamaan, daripada mencari
alasan-alasan untuk mengumpulkan harta. Saudara-saudaraku ! Ketahuilah, bahwa
masa para sahabat itu, adalah yang halal itu ada. Dan bersama yang demikian,
mereka itu adalah manusia yang sangat wara’ dan sangat zuhud pada yang
diperolehnya bagi mereka. Sedang kita ini pada masa, dimana yang halal itu
tidak ada. Dan bagaimana bagi kita dari yang halal itu, sekedar makanan dan
yang menutupkan aurat? Adapun mengumpulkan harta pada masa kita sekarang, maka
kiranya kami dan engkau dilindungi oleh Allah daripadanya ! Kemudian, maka dimanakah
bagi kita seperti taqwanya para sahabat dan wara’nya mereka? Dan seperti
zuhudnya dan kehati-hatiannya mereka? Dan dimana bagi kita seperti dlamir (isi
hati) mereka dan kebagusan niat mereka? Kita melakukan pekerjaan demi Tuhan
yang menguasai langit dengan segala penyakit dan keinginan hawa nafsu. Dan dari
masa yang dekat, akan adalah yang datang itu. Maka wahai kebahagiaan bagi
orang-orang yang meringankan tanggungan pada hari pengumpulan manusia (hari
kiamat) dan kesedihan yang panjang bagi orang yang membanyak-banyakan dan
mencampur adukan harta. Aku sesungguhnya menasehati kamu, jikalau kamu terima.
Dan orang-orang yang menerima untuk ini adalah sedikit. Kiranya Allah
mencurahkan taufik kepada kami dan kepada kamu, bagi tiap-tiap kebajikan dengan
rahmatNYA-Amin. Inilah akhir perkataannya Al-Harts bin Asad Al-Muhasibi itu !
Dan pada perkataan ini, mencukupilah kiranya pada melahirkan keutamaan miskin
dari kaya dan tiada yang menambahkan lagi kepada yang demikian. Untuk yang
demikian itu, disaksikan oleh semua hadits-hadits, yang telah kami bentangkan
pada “Kitab Tercelanya Dunia” dan pada “Kitab Miskin dan Zuhud”. Dan disaksikan
pula bagi yang demikian, oleh apa yang dirawikan dari Abi umamah Al-Bahili,
bahwa Tsa’labah bin Hathib berkata: “Wahai Rasulullah ! Berdoalah kepada Allah,
kiranya IA memberikan aku rezeki harta !” hai Tsa’labah ! Harta yang sedikit,
dimana engkau melaksanakan kesyukurannya itu lebih baik daripada yang banyak,
dimana engkau tiada sanggup melaksanakan kesyukurannya”. Tsa’labah menjawab:
“Wahai Rasulullah ! Berdoalah kepada Allah, kiranya IA memberikan aku rezeki
harta !” Rasulullah saw menjawab: “Hai Tsa’labah ! Apakah tidak ada pada
engkau, keinginan mengikuti jalanku? Apakah engkau tidak rela bahwa engkau itu
seperti nabi Allah Ta’ala? Demi Tuhan yang jiwaku ditanganNYA (dalam
kekuasaanNYA) ! Apakah tidak, jikalau aku berkehendak, bahwa bukit-bukit itu
berjalan bersama aku sebagai emas dan perak, niscaya ia akan berjalan”. Lalu
Tsa’labah menjawab: “Demi Tuhan yang mengutuskan engkau dengan kebenaran
menjadi nabi ! Jikalau sekiranya engkau berdoa kepada Allah, bahwa ia
memberikan aku rezeki harta, niscaya aku akan diberikan. Setiap yang berhak,
akan mengambil haknya. Dan sesungguhnya akan aku laksankan ! Sesungguhnya akan
aku laksankan ! mengerjakan yang baik dan bersedekah”. Rasulullah saw lalu
berdo’a: “Wahai Allah Tuhanku ! Anugerahilah Tsa’labah rezeki harta !”. Tsa’labah lalu berternak kambing. Maka
kambing itu berkembang biak, seperti berkembang biaknya ulat. Lalu sempitlah
kota Madinah baginya. Maka ia pindah dari kota itu bersama kambingnya. Lalu ia
bertempat pada suatu lembah-dari lembah-lembahnya. Sehingga membuat ia
mengerjakan shalat zuhur dan Ashar dengan berjamaah. Dan meninggalkan berjamaah
yang lainnya. Kemudian, kambing itu semakin berkembang biak dan bertambah
banyak. Lalu Tsa’labah pindah lagi. Sehingga ia meninggalkan berjamaah, selain
shalat jumat. Dan kambing itu berkembang biak terus, seperti berkembang biaknya
ulat. Sehingga ia meninggalkan shalat Jumat. Pada suatu hari Jumat, kebetulan
ia bertemu dengan orang-orang yang berkendaraan yang lewat. Lalu ia bertanya
kepada mereka tentang berita di Madinah. Dan Rasulullah saw menanyakan tentang
Tsa’labah itu, seraya bersabda: “Apakah yang diperbuat Tsa’labah bin Hathib?”.
Lalu ada yang menjawab: “Wahai Rasulullah ! Tsa’labah itu berternak kambing.
Lalu sempitlah kota Madinah kepadanya”. Lalu orang tersebut menceritakan urusan
Tsa’labah semuanya. Rasulullah saw lalu bersabda: “Kasihan Tsa’labah ! Kasihan
Tsa’labah ! Wahai kasihan Tsa’labah !”. Yang merawikan riwayat ini meneruskan
riwayatnya: “Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat: “Ambillah sedekah dari sebagian
harta benda mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah untuk
mereka, sesungguhnya doa engkau itu ketentraman untuk mereka”. S 9 At Taubah
ayat 103. Allah Ta’ala menurunkan ayat wajib-fardhu zakat itu. Lalu Rasulullah
saw mengutus seorang laki-laki dari suku Juhainah dan seorang laki-laki dari
suku bani Salim, untuk menerima zakat. Nabi saw menyuruh membuat surat untuk
orang dua tadi, buat mengambil zakat. Dan Rasulullah saw menyuruh keduanya
untuk keluar. Lalu mengambil zakat dari kaum Muslimin. Dan Rasulullah saw
bersabda: “Pergilah kamu berdua ke tempat Tsa’labah bin Hathib dan ke tempat si
anu ! Seorang laki-laki dari bani salim, dan ambillah zakat dari keduanya !”.
Maka kedua orang tersebut keluar, lalu mendatangi Tsa’labah dan meminta zakat
kepadanya. Dan membacakan kepada Tsa’labah surat Rasulullah saw lalu Tsa’labah
menjawab: “Tidaklah ini, melainkan pajak
(jizyah). Tidaklah ini, melainkan pajak. Tidaklah ini, melainkan saudara pajak.
Pergilah dahulu, sehingga selesai pekerjaanmu ! Kemudian, kembalilah kepadaku
!” lalu kedua utusan tersebut pergi menuju kepada laki-laki dari bani salim. Laki-laki
bani salim itu mendengar dengan baik, pembicaraan kedua utusan tersebut. Lalu
bangun pergi kepada untanya yang terbaik giginya. Maka diasingkannya untuk
zakat. Kemudian, dihadapkannya unta tersebut kepada kedua utusan tadi. Tatkala
mereka itu melihatnya, lalu berkata: “tidak wajib atas engkau yang demikian.
Kami tidak menghendaki mengambil ini daripada engkau”. Laki-laki bani salim itu
menjawab: “Ya, ambillah ! Diriku senang dengan menyerahkan unta tersebut.
Sesungguhnya unta ini untuk kamu ambil bagi zakatku”. Setelah kedua utusan tadi
mengambil zakat itu, lalu kembali dan melewati tempat Tsa’labah dan meminta
zakat kepadanya. Maka Tsa’labah menjawab: “Perlihatkanlah kepadaku surat kamu
berdua !” lalu Tsa’labah melihat surat itu, seraya berkata: “Ini adalah saudara
pajak. Pergilah, sehingga aku berpendapat menurut pendapatku !” maka
keduanyapun pergilah, sehingga keduanya mendatangi nabi saw. Tatkala nabi saw
melihat kedua orang tadi, lalu bersabda: “Wahai kasihan Tsal’labah !”, sebelum
kedua orang tadi berbicara dengan nabi saw. Dan nabi saw berdoa untuk orang
bani salim itu. Kedua utusan tersebut lalu menceritakan kepada nabi saw apa
yang diperbuat oleh Tsa’labah dan apa yang diperbuat oleh laki-laki dari bani
salim. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat mengenai Tsa’labah, yaitu: “Dan
diatara mereka ada yang telah menjanjikan kepada Allah: demi, jika Allah
memberikan karuniaNYA kepada kami,
sesungguhnya kami akan bersedekah dan kami akan termasuk orang yang baik-baik.
Tetapi setelah Allah memberikan sebagian dari kurniaNYA kepada mereka, lantas
mereka menjadi kikir dan berputar dan mereka jadi menentanng. Hal itu
mengakibatkan kepalsuan iman di dalam hati mereka, sampai di hari mereka
bertemu dengan Allah, karena mereka memungkiri apa yang telah mereka janjikan
kepada Allah dan karena mereka telah berdusta”. S 9 At Taubah ayat 75,76,77. Di
sisi Rasulullah saw ada seorang laki-laki dari keluarga Tsa’labah. Maka setelah
didengarnya apa yang telah diturunkan oleh Allah mengenai Tsa’labah, lalu ia
keluar. Maka ia datang pada Tsa’labah, seraya berkata: “Kamu tidak punya ibu,
hai Tsa’labah ! Sesungguhnya Allah telah menurunkan mengenai kamu demikian,
demikian”. Maka keluarlah Tsa’labah, lalu ia mendatangi nabi saw. Maka ia
meminta pada nabi saw supaya menerima sedekahnya/zakatnya. Lalu nabi saw
menjawab: “Sesungguhnya Allah melarang aku untuk menerima daripadamu
sedekahmu/zakatmu”. Lalu ia meletakkan tanah atas kepalanya dan menangis.
Rasulullah saw lalu bersabda: “Inilah pekerjaanmu ! aku suruh engkau, lalu engkau
tiada mentaati aku”. Tatkala nabi saw enggan menerima sesuatu dari Tsa’labah,
lalu Tsa’labah kembali ke tempatnya. Tatkala Rasulullah saw telah wafat, lalu
Tsa’labah datang dengan membawa zakatnya kepada Abu bakar siddik ra. Tetapi Abu
bakar ra enggan menerima zakat itu dari
Tsa’labah. Dan Tsa’labah lalu datang dengan membawa zakatnya kepada Umar bin
Khattab ra. Maka Umarpun enggan menerima zakat dari Tsa’labah itu. Dan
Tsa’labah itu meninggal kemudian, pada masa pemerintahan Usman”. Maka inilah kedurhakaan
dan malangnya harta ! Dan sesungguhnya engkau dapat mengetahuinya dari hadits
tersebut. Dan karena barangkali miskin dan malangnya kaya, maka Rasulullah saw
mengutamakan miskin bagi dirinya dan bagi ahli bainya-keluarganya. Sehingga,
dirawikan dari Imran bin Hushain ra bahwa Imran itu berkata: “Aku mempunyai
kedudukan dan kemegahan dari Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda: “Hai
Imran ! Sesungguhnya engkau mempunyai kedudukan dan kemegahan disisi kami.
Adakah engkau ingin berkunjung kepada fatimah binti Rasulullah saw?”. lalu aku
menjawab: ”Ada, demi bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah !”. Lalu
Rasulullah saw bangun berdiri dan akupun bangun berdiri bersama beliau.
Sehingga aku berdiri di pintu tempat tinggal Fatimah. Maka rasulullah saw mengetuk
pintu dan bersabda: “Assalaamu’alaikum (keselamatan dan rahmat Allah semoga
tetap untuk kamu sekalian). Apakah aku masuk?”. Lalu fatimah ra menyahut:
“Masuklah, wahai Rasulullah !”. Rasulullah saw lalu menyambung: “Aku dan orang
bersama aku?”. Fatimah ra lalu bertanya: “Siapa bersama engkau wahai
Rasulullah?”. Rasulullah saw lalu menjawab: “Imran bin Hushain !”. Lalu fatimah
r.a menjawab: “Demi Tuhan yang mengutuskan engkau dengan kebenaran selaku nabi
! Tidak ada padaku, selain baju kurung, lalu nabi saw menjawab: “Perbuatlah
dengan baju itu begini, begini !”. Dan nabi saw mengisyaratkan dengan
tangannya”. Lalu fatimah ra menjawab: “Ini tubuhku, sudah aku menutupkannya.
Maka bagaimana dengan kepalaku?”. Maka rasulullah saw melemparkan kepada Fatimah
ra Kain Mula-ah (kain sarungnya), yang biasanya ada pada Rasulullah saw, seraya
beliau bersabda: “Ikatkan kain Mula-ah itu atas kepala engkau”. Kemudian baru
Fatimah mengizinkan Rasulullah saw masuk. Maka beliaupun masuk, seraya
bersabda: “Salam sejahtera kepada engkau, hai puteriku ! Bagaimana engkau
berpagi-pagi ?”. Fatimah ra menjawab: “Aku berpagi hari demi Allah dalam
keadaan sakit. Dan menambahkan aku sakit diatas apa yang ada padaku.
Sesungguhnya aku tiada sanggup memperoleh makanan yang akan aku makan. Maka
sesungguhnya aku telah dibebani oleh kelaparan”. Maka menangislah Rasulullah
saw seraya bersabda: “Jangan engkau gundah, hai puteriku ! Demi Allah, akupun
tiada merasakan makanan sejak tiga hari. Dan sesungguhnya aku lebih mulia pada
Allah daripada engkau. Jikalau aku minta pada Tuhanku, niscaya akan
dianugerahinya aku makanan. Tetapi aku mengutamakan akhirat dari dunia”.
Kemudian, Rasulullah saw menepuk dengan tangannya atas bahu fatimah r.a, seraya
bersabda: “gembiralah ! Maka demi Allah, engkau sesungguhnya penghulu wanita
penduduk sorga”. Fatimah ra lalu bertanya: “Maka dimanakah Asiah isteri Fir’aun
dan Mariyam anak perempuan Imran”. Nabi saw lalu menjawab: “Asiah penghulu
wanita alamnya. Mariyam penghulu wanita alamnya. Khadijah penghulu wanita
alamnya. Dan engkau penghulu wanita alam engkau. Sesungguhnya engkau semua
dalam rumah dari bambu. Tak ada penyakit dan teriakan padanya”. Kemudian,
Rasulullah saw bersabda kepada Fatimah r.a: “Cukupkanlah dengan putera paman
engkau ! Demi Allah, aku telah kawinkan engkau dengan seorang penghulu di
dunia, lagi penghulu di akhirat”. Maka perhatikanlah sekarang kepada keadaan
Fatimah ra padahal dia adalah sepotong daging Rasulullah saw !. Bagaimana ia
mengutamakan kemiskinan dan meninggalkan harta. Dan siapa yang memperhatikan
keadaaan nabi-nabi, wali-wali, ucapan-ucapan mereka dan apa yang tersebut dari
berita dan peninggalan (atsar) mereka, niscaya tiada akan ragu, tentang tidak
adanya harta itu adalah lebih utama (afdhol) daripadanya. Walaupun harta itu dipergunakan
kepada amal kebajikan (al-khairat). Karena sekurang-kurangnya pada harta itu,
pada menunaikan hak-hak, menjaga dari yang syubhat (diragukan)/yang diragukan
halalnya dan menyerahkan kepada amal kebajikan, menggunakan perhatian untuk
kepentingan harta tersebut dan memalingkan dia daripada mengingati Allah
(dzikrullah). Karena tiada dzikir (mengingati Allah). selain sedang waktu
kosong. Dan tiada waktu kosong, bersama kesibukan harta. Sesungguhnya
diriwayatkan dari Jarir. Dan Jarir meriwayatkan dari Laits, yang mengatakan:
“Seorang laki-laki menemani nabi Isa putera Mariyam as. Maka orang tersebut
mengatakan: “Adalah aku bersama engkau dan akan menemani engkau”. Keduanya lalu
berjalan. Maka keduanyapun sampai di tepi sebuah sungai. Lalu keduanya duduk
untuk makan siang. Dan padanya ada tiga potong roti. Lalu dimakannya dua potong
dan ditinggal sepotong lagi. Isa as bangun pergi ke sungai, lalu minum.
Kemudian ia kembali. Maka tiada didapatinya lagi, roti yang sepotong itu. Lalu
ia bertanya kepada laki-laki tersebut: “Siapakah yang mengambil roti itu?”.
Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak tahu”. Kemudian, keduanya sampai ke suatu
lembah berair, lalu Isa as memegang tangan laki-laki itu. Lalu keduanya
berjalan di atas air. Tatkala sudah melewati lembah berair itu, lalu Isa as
bertanya kepada laki-laki tersebut: “Aku bertanya kepada engkau, dengan yang
aku perlihatkan kepada engkau tanda-tanda ini. Siapakah yang mengambil roti
itu?”. Lalu laki-laki tersebut menjawab: “Aku tidak tahu”. Lalu keduanya sampai
ke suatu padang pasir. Maka keduanyapun duduk. Lalu Isa as mengambil dan
mengumpulkan tanah dan debu tebal. Kemudian, berkata: “Jadilah engkau emas
dengan izin Allah Ta’ala”. Maka jadilah emas. Lalu Isa as membaginya tiga
pertiga. Kemudian, ia berkata: “sepertiga bagiku, sepertiga bagimu dan
sepertiga lagi bagi orang yang mengambil roti itu”. Lalu laki-laki itu
menjawab: “Aku yang mengambil roti itu”. Maka Isa as berkata: “Semuanya untuk
engkau”. Dan Isa as memisahkan diri dari laki-laki tersebut. Lalu sampailah
kepada laki-laki itu, dua orang laki-laki lain pada padang pasir. Dan bersama
orang itu harta tadi. Maka kedua laki-laki itu bermaksud mengambil harta tadi
dan membunuh orang yang empunya harta itu. lalu berkata seorang dari mereka:
“Sekarang kita ini bertiga. Maka utuslah salah seorang ke desa, sehingga akan
membeli makanan untuk kita, yang akan kita makan”. Yang empunya riwayat
meneruskan riwayatnya: “Lalu mereka mengutuskan salah seorang dari mereka”.
Lalu yang diutus itu berkata kepada dirinya: “Untuk apa, aku bagi-bagikan harta
itu kepada mereka? Akan tetapi aku letakkan saja racun dalam makanan ini. Lalu
aku dapat membunuh keduanya dan harta itu aku ambil bagi diriku sendiri”. Kata
yang empunya riwayat: “Lalu yang membeli itu melakukan maksudnya”. Dan dua
laki-laki lagi mengatakan: “Untuk apa kita bagikan sepertiga harta untuk orang
itu? Akan tetapi, apabila ia kembali nanti, terus saja kita bunuh. Dan harta
ini kita bagikan diantara kita berdua”. Tatkala yang seorang itu kembali, lalu
dibunuhnya. Dan mereka berdua terus memakan nakanan itu. Lalu keduanyapun
matilah. Maka tinggalah harta tersebut di padang pasir itu. Dan mereka bertiga
sudah mati. Maka lalulah Isa as kepada mereka dalam keadaan yang demikian, lalu
Isa as mengatakan kepada para sahabatnya: “Inilah, maka awaslah kamu dari ini
!”. Diceriterakan, bahwa Zulkarnaen datang kepada suatu umat (golongan) yang
tidak ada di tangan mereka satupun, yang dapat manusia bersenang-senang dari
dunianya. Umat itu sudah menggali kuburan. Maka apabila sudah pagi hari, lalu
mereka sudah mempersiapkan kuburan itu, menyapunya dan mengerjakan shalat di
sisinya. Dan apabila mereka lapar, lalu memakan sayur-sayuran, sebagaimana
binatang ternak memakan rumput Allah. Allah Ta’ala telah menyiapkan bagi mereka
pada yang demikian itu, penghidupan dari tumbuh-tumbuhan bumi. Zulkarnaen lalu
mengutus kepada raja mereka. Maka utusan itu berkata kepada raja tersebut:
“Perkenankanlah panggilan Zulkarnaen !”. Raja umat itu lalu menjawab: “Aku
tidak mempunyai keperluan kepadanya. Jikalau ia ada mempunyai keperluan, maka
hendaklah ia datang kepadaku !” mendengar yang demikian, lalu Zulkarnaen
menjawab: “Benar dia”. Lalu Zulkarnaen datang kepada raja tersebut. Zulkarnaen
berkata kepada raja itu: “Aku mengutus orang kepada engkau, supaya engkau
datang kepadaku. Tetapi engkau enggan. Maka inilah aku telah datang !”. Raja
itu lalu menjawab: “Jikalau aku ada mempunyai keperluan kepadamu, niscaya aku
akan datang kepadamu”. Maka Zulkarnaen lalu menjawab: “Apakah kiranya aku
melihat kamu dalam suatu keadaan, yang belum pernah aku melihat seorangpun dari
umat-umat dalam keadaan yang demikian?”. Raja itu bertanya: “Apakah yang
demikian itu?”. Zulkarnaen menjawab: “Tiada bagi kamu dunia dan tiada suatupun
yang lain. Mengapa kamu tidak mengambil emas dan perak, lalu kamu
bersenang-senang dengan emas dan perak itu?”. Lalu mereka menjawab:
“Sesungguhnya kami benci kepada emas dan perak. Karena seseorang tiada akan
memberikan sesuatu dari emas dan perak, melainkan dirinya rindu dan mengajaknya
kepada yang lebih utama daripadanya. Maka Zulkarnaen bertanya lagi: “apakah
kiranya keadaaan kamu, yang telah mengorek (membuat) kuburan? Lalu apabila kamu
berpagi hari, kamu persiapkan kuburan itu. Lalu kamu sapu dan kamu mengerjakan
shalat disisinya”. Mereka itu menjawab: “Kami bermaksud, bahwa apabila kami
memandang kepada kuburan itu dan kami berangan-angan kepada dunia, niscaya
kuburan kami itu mencegah kami dari angan-angan tersebut”. Zulkarnaen
mengatakan lagi: “Aku melihat kamu, tiada mempunyai makanan, selain
sayur-sayuran bumi. Apakah kamu tidak mengambil binatang ternak dari
hewan-hewan itu, lalu kamu mengambil susunya dan kamu pakai untuk kendaraan.
Maka dapatlah kiranya kamu bersenang-senang dengan binatang ternak itu”. Mereka
itu menjawab: “Kami tidak suka menjadikan perut kami, kuburan binatang ternak
itu. Dan kami memandang pada tumbuh-tumbuhan bumi dapat menyampaikan hajat
keperluan. Sesungguhnya memadailah bagi anak adam (manusia) serendah-rendahnya
penghidupan dari makanan. Dan makanan manapun yang melewati langit-langit
(dalam mulut), niscaya kita tiada akan memperoleh rasa apa-apa. Bagaiamana
adanya makanan itu”. Kemudian raja negri itu (raja tersebut tadi),
menghamparkan tangannya dibelakang Zulkarnaen. Lalu mengambil sebuah tengkorak manusia.
Lalu raja tadi bertanya: “Hai Zulkarnaen ! Tahukah engkau, siapa ini?”.
Zulkarnaen menjawab: “Tidak ! Siapakah dia itu?”. Raja itu menjawab: “seorang
dari raja di bumi. Ia telah dberikan oleh Allah kekuasaan atas penduduk bumi.
Lalu ia berbuat sewenang-wenang, saling dan melampaui batas. Tatkala Allah
Ta’ala melihat yang demikian daripada raja itu, lalu diputuskannya dengan
kematian. Maka jadilah raja tersebut seperti batu yang terlempar. Dan Allah
Ta’ala telah menghitungkan amal perbuatannya. Sehingga akan dibalasnya nanti di
akhirat”. Kemudian, raja itu mengambil tengkorak yang lain, yang busuk, seraya
bertanya: “Hai Zulkarnaen ! Tahukah engkau, siapa ini?”. Zulkarnaen menjawab:
“Aku tidak tahu. Siapakah dia?”. Raja itu menjawab: ”Inilah raja yang dirajakan
oleh Allah, sesudah raja yang tersebut diatas. Raja ini sudah melihat apa yang
diperbuat oleh raja sebelumnya, dengan manusia, dari kesewenang-wenangan,
kezaliman dan pemaksaan. Lalu ia tawadhu’ (merendahkan diri) dan khusyu’ kepada
Allah ‘Azza wa Jalla. Ia menyuruh dengan keadilan pada warga kerajaannya. Maka
jadilah dia sebagaimana yang engkau lihat. Allah telah menghitung amal
perbuatannya, sehingga akan dibalasinya di akhirat”. Kemudian, raja itu
memegang tengkorak Zulkarnaen, seraya berkata: “Tengkorak ini adalah seperti
dua tengkorak tersebut. Maka perhatikanlah, hai Zulkarnaen, apa yang engkau
perbuat !” Zulkarnaen lalu menjawab: “Adakah engkau mempunyai persahabatan
dengan aku?. Maka aku akan mengambil engkau menjadi saudara, menjadi menteri
dan sekutu pada apa yang diberikan Allah kepadaku dan harta ini”. Raja itu
menjawab: “Alangkah baiknya aku dan engkau pada suatu tempat. Dan tiada akan
ada kita pada semua hal”. Zulkarnaen lalu bertanya: “Mengapa?”. Raja itu
menjawab: “Dari karena manusia semuanya adalah musuh bagi engkau dan teman bagi
aku” Zulkarnain bertanya: “Mengapa?”
Raja itu menjawab: “Mereka memusuhi engkau karena apa yang dalam tangan engkau,
dari kerajaan, harta dan dunia. Dan tiada aku dapati seorangpun yang memusuhi
aku, karena aku menolak yang demikkian. Dan karena apa yang padaku, dari
keperluan dan sedikitnya sesuatu”. Kata yang empunya riwayat: “Maka pergilah
Zulkarnaen dari raja tersebut, dengan penuh keheranan dan mengambil pelajaran
dari peristiwa tadi”. Maka inilah cerita-cerita yang menunjukkan kepada anda,
tentang bahaya-bahaya kaya, serta apa yang telah kami kemukakan sebelumnya.
Wabillahit taufiq ! Tamatlah sudah ”Kitab Tercelanya Harta dan Kikir” dengan
pujian kepada Allah Ta’ala dan pertolonganNYA. Dan akan diiringi oleh “Kitab
Tercelanya Kemegahan dan Ria’”.